Sepertinya sudah lama, semenjak kita berpisah, dan aku memilih pergi.
Terlalu banyak, amat banyak hal yang terjadi, yang pada akhirnya mengantarkanku pada titik ini.
Apa aku melupakan?
Nyatanya rindu itu terus menderu, sejauh apapun aku berusaha menghindarinya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayah, terima kasih.
Engkaulah sosok pertama yang aku kagumi, melihat pribadi dan caramu memperlakukan orang-orang, terutama anak-anakmu yang baru. Sifat kebapakan jelas melekat dalam dirimu. Engkau telah mengajarkanku mulai dari tutur kata lembutmu yang kadang fafifu hingga menerjunkanku langsung dalam dunia yang tentang kuasa dan pengaruh. Engkau kerap membiarkan kami sendiri, hilang, tersesat, tetapi dengan cepat pula dapat menemukan kami, membawa kami pulang. Darimu aku belajar kasih sayang dan kepercayaan.
Bunda, terima kasih.
Engkaulah sosok yang selalu disamping Ayah, tetapi pertengkaran kalian memang lucu. Engkau adalah pribadi yang keras, kuat, dan tegar, namun aku tahu engkau telah mengalami banyak hal sehingga menjadikan itu sebagai tamengmu. Aku ingat, Bunda, malam itu saat kita berbagi cerita, yang pada akhirnya membuka mataku bahwa engkau memang sosok ibu bagi kami. Engkau hampir mirip seperti Ayah, kerap meninggalkan dan membuat kami tersesat. Engkau tidak datang menolong, sengaja menguji seberapa jauh nyali kami. Aku tahu, Bunda, kami selalu berhasil pulang. Darimu aku belajar kekuatan dan keberanian.
Kakak, terima kasih.
Engkaulah sosok penengah, diantara Ayah dan Bunda. Engkau selalu ceria, dibalik kisah panjang hidupmu yang aku pun tak tahu. Ah, asal kau bahagia sekarang, Kak. Allah pasti menyanyangi hambaNya yang sabar. Aku kerap melihatmu diam diantara pertengkaran Ayah dan Bunda, menunggu mereka berhenti. Darimu aku belajar kebijaksanaan.
Saudariku, terima kasih.
Engkaulah sosok kunci di keluarga ini. Entah kapan ini semua dimulai, tetapi aku amat menyayangimu. Engkau selalu memberi warna dalam keluarga ini. Semua orang menyayangimu, aku tahu itu. Aku tahu engkaulah orang yang amat hancur saat tahu aku akan pergi. Aku masih ingat tangismu yang lalu, mengatakan apa kau akan kuat tanpaku. Aku pun menjawab, kau akan baik, amat baik-baik saja, semua akan tampak sulit di awal. Aku memelukmu dan memantapkan diri untuk pergi. Aku pun berjanji, untuk selalu ada, kapanpun engkau membutuhkanku.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini aku merasa tidak baik-baik saja. Perasaanku sedang dipuncak lelahnya, namun aku mencoba menyibukkan diri saat tiba-tiba ponselku berbunyi. Ayah mengirimiku pesan, setelah sekian lama.
Air mataku mendadak mengalir tanpa aba-aba. Apa aku begitu merindukan mereka?
Ayah, apa aku salah meninggalkan keluarga ini?
Dalam tangisku aku mengingatmu, Saudariku. Ternyata akulah yang tidak begitu kuat. Seharusnya aku menangis bersamamu kala itu. Aku menangis, sendiri, mengenang betapa nyaman dan hangat keluarga ini. Sebuah kenyamanan nan ajaib yang tetap mampu membuatku berkembang. Sungguh kasih sayang yang selalu tercurah dan rangkulan yang amat erat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku lelah, Ayah
Aku rindu
Tiada hal yang mampu mengobati rindu ini kalaupun semuanya kembali
Semua orang telah berubah, sebuah hal yang lumrah
Akhirnya semua ini biarlah menjadi kenangan
Biarlah aku untuk selalu merasa beruntung berada dalam keluarga ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih sekali lagi untuk menanyakan kabar, Ayah
Entah itu benar-benar karena kamu mengingatku atau ternyata ada yang menyuruhmu
Aku hanya berdoa, semoga Ayah, Bunda, Kakak, dan Saudariku selalu baik-baik saja.
--yang hilang, tak kembali.
Wanna search something?
Monday, August 13, 2018
Thursday, March 01, 2018
Sebuah Analisis SWOT: Warung Makan Seafood "Panji" Pantai Baru
Dari instagram langsung kesini ya? Ehehe, makasih wkwkw
STRENGHT
a. Masakannya enak! (well ini relatif tapi setelah aku mencoba beberapa warung di Pantai Baru, this is the good one)
b. Buka setiap hari (sewaktu aku datang hari ini di weekdays dan sudah sore, hanya ada beberapa warung yang masih buka dan ini salah satunya)
c. Pelayanan yang ramah langsung dari pemiliknya (ibuknya ramah banget suer)
d. Harga oke
e. Tempat cukup strategis menghadap langsung ke pantai, fasilitas cuci tangan ada (so important karena nggak semua warung disini ada wkwk)
WEAKNESS
a. Stok ikan harus ambil dulu di depot (ibuknya tidak menyetok ikan sendiri karena takut dikira ikan lama dan apabila tidak terjual malah merugi)
b. Waktu memasak lumayan lama (bisa diatasi dengan pesan dahulu sebelum datang ke tempat)
c. Tempat yang kurang atraktif menarik mata (kebanyakan seragam modelnya)
d. Tidak punya strategi marketing yang spesifik
OPPORTUNITY
a. Pelanggan yang banyak dan selalu datang kembali (aku adalah salah satunya yang menjadi korban dan ingin kembali)
b. Peminat seafood yang meningkat (tidak makan ikan maka akan ditenggelamkan bu Susi)
THREAT:
a. Pengunjung yang sepi di hari kerja (ini emang susah sih)
b. Pasokan ikan yang tidak stabil (bisa jadi kan)
c. Warung makan lain sejenis
d. Tidak memiliki rencana pengembangan usaha ke depan (kata si Ibu sih ya bisanya tinggal seperti ini:(( )
Oke, sekian sedikit pembahasan tentang salah satu usaha di bidang perikanan yaitu warung makan seafood. Terima kasih sudah membaca! :)
Jadi apabila dilihat dari kacamata manajemen bisnis, usaha warung makan seafood "Panji" ini merupakan usaha perseorangan yang dimiliki oleh sepasang suami istri yang juga ikut terjun langsung dalam usaha ini (memasak, pengelolaan keuangan, dan semuanya). SDM yang dipekerjakan merupakan 3 orang pegawai yang membantu memasak dan melayani pelanggan. Produksinya berupa masakan seafood. Pasokan ikan berasal dari nelayan langsung dan dari depot. Namun kebanyakan mengambil dari depot yang ikannya sebenarnya berasal dari Semarang. Ikan dari nelayan terlalu bagus dan mahal dan kelas ekspor untuk sekedar dijual di sekitar pantai (sebuah informasi baru yang baru aku tau wkwk). Modal awal yang digunakan sebesar 5 juta rupiah dan kini omzet tiap minggu dapat mencapai 3juta rupiah. Bangunan tempat usaha merupakan milik pribadi tetapi berada di tanah Sultan Ground. Usaha ini juga telah memiliki surat ijin usaha dari pemerintah kabupaten Bantul.
Ini adalah sedikit analisis SWOT sedehana hasil dari percakapanku dengan si Ibu wuehehe
STRENGHT
a. Masakannya enak! (well ini relatif tapi setelah aku mencoba beberapa warung di Pantai Baru, this is the good one)
b. Buka setiap hari (sewaktu aku datang hari ini di weekdays dan sudah sore, hanya ada beberapa warung yang masih buka dan ini salah satunya)
c. Pelayanan yang ramah langsung dari pemiliknya (ibuknya ramah banget suer)
d. Harga oke
e. Tempat cukup strategis menghadap langsung ke pantai, fasilitas cuci tangan ada (so important karena nggak semua warung disini ada wkwk)
WEAKNESS
a. Stok ikan harus ambil dulu di depot (ibuknya tidak menyetok ikan sendiri karena takut dikira ikan lama dan apabila tidak terjual malah merugi)
b. Waktu memasak lumayan lama (bisa diatasi dengan pesan dahulu sebelum datang ke tempat)
c. Tempat yang kurang atraktif menarik mata (kebanyakan seragam modelnya)
d. Tidak punya strategi marketing yang spesifik
OPPORTUNITY
a. Pelanggan yang banyak dan selalu datang kembali (aku adalah salah satunya yang menjadi korban dan ingin kembali)
b. Peminat seafood yang meningkat (tidak makan ikan maka akan ditenggelamkan bu Susi)
THREAT:
a. Pengunjung yang sepi di hari kerja (ini emang susah sih)
b. Pasokan ikan yang tidak stabil (bisa jadi kan)
c. Warung makan lain sejenis
d. Tidak memiliki rencana pengembangan usaha ke depan (kata si Ibu sih ya bisanya tinggal seperti ini:(( )
Oke, sekian sedikit pembahasan tentang salah satu usaha di bidang perikanan yaitu warung makan seafood. Terima kasih sudah membaca! :)
Sunday, February 25, 2018
Entah
Kemudian aku teringat 2 tahun lalu, tahun genap, 2016
Kini aku sudah berjumpa lagi dengan tahun genap ini, 2018
Sama, seperti 2 tahun lalu, aku memperjuangkan apa yang aku inginkan
Hasilnya? Gagal
Tahun ini, aku mencoba memperjuangkan kembali apa yang aku inginkan
Mengikuti seleksi, diantara kehebatan kawan-kawanku
Aku tengah menunggu giliran, saat ini
Yang kemudian secara tiba-tiba aku ingin menangis
Sudah sedikit menetes
Aku pikir ini bukan air mata putus asa atau apapun
Hanya memori yang kemudian datang secara tiba-tiba
Aku lebih siap, lebih dari siap untuk lagi-lagi berwarna merah
Aku telah mencoba
Selasar Lt 2 Gd A4 Perikanan,
Puspa Almas
Kini aku sudah berjumpa lagi dengan tahun genap ini, 2018
Sama, seperti 2 tahun lalu, aku memperjuangkan apa yang aku inginkan
Hasilnya? Gagal
Tahun ini, aku mencoba memperjuangkan kembali apa yang aku inginkan
Mengikuti seleksi, diantara kehebatan kawan-kawanku
Aku tengah menunggu giliran, saat ini
Yang kemudian secara tiba-tiba aku ingin menangis
Sudah sedikit menetes
Aku pikir ini bukan air mata putus asa atau apapun
Hanya memori yang kemudian datang secara tiba-tiba
Aku lebih siap, lebih dari siap untuk lagi-lagi berwarna merah
Aku telah mencoba
Selasar Lt 2 Gd A4 Perikanan,
Puspa Almas
Sunday, January 07, 2018
Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2
Ini adalah bagian kedua dari cerita magangku, keep scrolling, ada kejutan di bawah!😉
Puspa Almas Rahina
Selasa, 26 Desember
2017
Hari-hari
inilah kami mulai bangun siang. Pukul 5 pagi kami baru bergerak hehe. Seperti
biasa kami berbagi tugas di Balai dan Taman Biota. Selepas itu kami mulai
menanam propagul ke polybag yang sudah diisi pasir hingga menjelang siang.
Setelah itu kami kembali ke mess dan lebih memilih tidur untuk memulihkan sisa
capai melaut kemarin. Sorenya baru kami mulai berkegiatan lagi.
Menanam propagul ke polybag |
Sore
itu kami ke padang lamun di utara pulau. Kondisi lamun di pulau Harapan agaknya
memang memprihatinkan. Kata Pak Yo maupun Pak Sapei, lamun belum sama sekali
dimanfaatkan di pulau ini. Keadaannya pun tertutup sedimen sehingga warnanya
tidak hijau melainkan agak kemerahan. Lokasi padang lamun yang dekat dengan
aktivitas limbah rumah tangga membuat lamun tidak bisa tumbuh dengan maksimal.
Rata-rata tinggi lamun hanya 10 – 15cm dan hanya ada beberapa jenis yang
didominasi oleh Thalassia sp. Kami mulai mencari presentase tutupan lamun
dengan memilih 3 stasiun dengan 11 titik tiap stasiun. Panjang tiap stasiun
adalah 50 meter dan jarak antar stasiun adalah 25 meter. Presentase tutupan
lamun dihitung menggunakan kuadran plot dan patokan gambar presentase tutupan,
mirip seperti praktikum lapangan Biologi Laut yang pernah kami lakukan.
Kondisi utara pulau |
Lamun yang tertutup sedimen |
3
stasiun diselesaikan hingga jam 17.30. selanjutnya kami melakukan rutinitas,
oke sebenarnya yang paling senang dengan rutinitas ini adalah aku dan Sekar,
yaitu jajan di taman terpadu dermaga. Sore itu pak-pak gorengan orang Ngawi
tidak ada, yang ada hanya penjual Cilung alias aci digulung. Ya sudah aku beli
es degan saja. Es degan yang cukup unik sebenarnya karena lebih pantas disebut
es kopyor karena rasanya lebih mirip sun kara dan tidak ada degan yang seperti
dibayangkan. Setiap sore seperti ini, uang Rp10.000 pasti bablas.
Ini penjual es degan rasa es kopyor |
Ngobrol sama bapak penjual batagor ikan asli Kebumen, Naila dengan cilungnya |
Rabu, 27 Desember 2017
Well,
bisa dibilang makin hari semakin gabut. Pagi ini kelompok mangrove yang dapat
giliran di Taman Biota. Halaman Taman Biota sudah bersih namun si Bang Gogo
baru datang jam 7 lebih. “Hayo, pasti baru bangun ya bang?”, tanyaku yang ia
jawab, “Hehehe iya,”. Rutinitas di Taman Biota terdiri dari menyapu, memberi
makan si penyu dan lobster, baru selanjutnya membersihkan kolam tempat
hidupnya. Penyu yang ada di Taman Biota ada 2 jenis yaitu penyu hijau dan penyu
sisik. Perbedaannnya bisa dilihat dari pola pada tempurungnya. Penyu-penyu ini
diberi makan ikan selar yang sebelumnya harus dithawing dulu ke laut. Kolam
penyu besar terdiri dari dua penyu yang tersuspect laki-laki dan perempuan.
Usia penyunya 19 tahun, seumuran dengan kami, tetapi lebih muda dari Fazarani
HAHAHA. Lalu, kolam penyu ababil isinya ada 2 ekor penyu yang usianya 2 tahun.
Penyu yang 1 warnanya putih yang paling sensitive tapi paling disayang sama
Fazarani. Selanjutnya kolam penyu anak-anak isinya ada 6 penyu usia 6 bulan.
Ada 1 penyu paling cantik jenisnya penyu hijau, kesayangan si Fazarani juga.
Fazarani penyayang penyu, maklum kalau daritadi disebut (HAHAHA SEMUA PENYU
UDAH DIAJAK POTO AMA DIA GENGS, OIYA KECUALI PAPA MAMA PENYU, MANA KUAT DIA).
Kolam terakhir isinya lobster. Ada 3 lobster jenisnya lobster bamboo. Kepiting
juga ada, keongnya juga ada, koleksinya Bang Gogo kalau yang itu. Penyu papa
mama dan penyu ababil diberi makan tinggal dilempar ikan ke kolam sedangkan
untuk penyu anak harus dipotong-potong dahulu. Si lobster malah harus dibuat
fillet sebelum diberikan. Kalau yang memberi makan harus dimasak dulu ikannya
hw3h3h3. Setelah breakfast selesai, maka kolam dibersihkan dengan dikuras lalu
digosok dinding dan lantainya. Penyu-penyu juga ikut mandi dengan digosok pakai
sikat dan sikat gigi. Selesai semua bersih, air diisi kembali. Oiya, pakai air
laut yang fresh langsung dipompa. Kemudian kami say goodbye dengan Bang Gogo
dan kembali ke mess, mengerjakan laporan yang mulai mendekat.
Rani menggosok badan penyu bagian bawah. Btw yang dibawa itu mama penyu. |
Sore
seperti kemarin, kami nyeblung ke laut lagi. Masih mencari lamun, tetapi di
sebelah selatan pulau. Kondisi lamun di selatan pulau sedikit lebih hijau
daripada yang sebelah utara. Aktivitas manusia tidak sebanyak di sebelah utara
yang notabene dekat dengan dermaga dan lebih banyak rumah yang ada disebelah
sana. Kami melakukan hal yang sama seperti kemarin. Setelah selesai, kami
melakukan rutinitas ke taman terpadu dermaga beli gorengan sekalian ingin
mencari lauk di sana. Well, finally kami bosan juga dengan telur asin dan abon
yang kami bawa.
Lamun di selatan pulau berlatar belakang pembangunan sekolah besar-besaran di Pulau Harapan |
Kamis, 28 Desember 2017
Hari
ini tidak ada agenda dari Pak Pei karena data-data yang sudah kami butuhkan
telah terpenuhi. Sehabis rutinitas pagi aku dan Sekar pergi keliling Pulau
Harapan untuk melengkapi data-data dan dokumentasi mangrove yang belum sempat
tertulis saat kami keliling pertama bersama Pak Pei. Udara yang panas
menghentikan aku dan Sekar sejenak membeli es. Kulit muka kami sedang
puncak-puncaknya mengelupas. Oh sungguh betapa mbladusnya kami setelah melaut.
Siang
itu kami pergi jalan-jalan ke pulau sebelah. Selagi masih di Pulau Seribu kan.
Pulau Harapan sendiri menyatu dengan Pulau Kelapa, ada jalan yang menghubungkan
dua pulau ini. Kami berjalan cukup jauh menuju Kelapa. Sampai di Kelapa, kami
menuju dermaga Kongsi untuk selanjutnya menyeberang ke Pulau Kelapa Dua. Ojek
kapal seharga Rp2.500 mengantarkan kami ke Kelapa Dua dalam waktu 3 menit.
Kalau kata Pak Pei, renang saja bisa sampai sebenarnya (ya jelas lah pak,
njenengan certified diver-.-). Di Kelapa Dua sebenarnya kami juga tidak tahu
akan mengunjungi apa. Penduduk disini kebanyakan orang Bugis dengan rumah
panggungnya yang unik.
Menurut Pak Yo ada track mangrove di pulau ini dan
tempatnya instagramable. Seorang bapak yang baik hati mengantarkan kami ke
dekat Balai. Jadi di Kelapa Dua ini ada Balai milik TNL juga tetapi STPN I
Pulau Kelapa. Bangunan balainya dibuat semi rumah panggung, ala Bugis. Ada
penangkaran penyunya pula. Yang jelas, lokasi Balai sama-sama dekat dengan
pemakaman seperti di Harapan. Track mangrove berada di samping Balai. Kami
menyusuri jembatan papan kayu yang panjangnya hanya sekitar 200 meter. Di ujung
track ada bangunan gazebo yang dicat warna-warni sehingga lebih mirip dengan
warung burjo. Well, this place isn’t that much instagramable you’re lying to
us, Pak Yo=_= Aku sempat kaget melihat ikan banyak sekali yang berkumpul di bawah
warung burjo itu, mereka semua gerombolan ikan yang diam seperti sedang parkir.
Karena panas dang abut ternyata, kami memutuskan kembali ke Harapan. Kapal yang
langsung ke Harapan biayanya Rp5.000, lebih baik lah daripada kami mutar-mutar
Kelapa lagi seperti tadi saat kami mencari dermaga Kongsi.
Sampai
di Harapan kurang sore sehingga taman dermaga belum ramai, belum ada yang jual
gorengan. Akhirnya kami hanya membeli es degan a.k.a es kopyor. Sampai Balai
ternyata Bang Gogo sudah ada di atas pohon sukun. Alhamdulillah logistik pangan
kami menipis dan kami dapat sukun yang bisa digoreng hw3h3h3. Malamnya kami
mulai begadang mengerjakan laporan sambil mendengarkan Bang Gogo and friends
manggung sampai larut malam. (well literally mereka nyanyi-nyanyi kaya anak
cowok biasa malem-malem tapi lagu-lagunya religi gengs, bayangin sendiri ya).
Dermaga Pulau Kelapa |
Rumah Bugis |
Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN I Pulau Kelapa |
Ini warung burjonya, yang jaga si Ayu |
Mini track mangrove, Naila in frame |
Jumat, 29 Desember 2017
Aku
semakin merasa bahwa tanggal kepulangan kami makin dekat. Saat aku sudah mulai
nyaman, biasanya itu adalah saatnya untuk pergi. Hari ini adalah hari resmi
berakhirnya magang kami.
Pagi
itu mendung, untuk pertama kalinya selama aku disini. Rutinitas kami di Balai
sudah selesai jadi kami duduk-duduk di gazebo Taman Biota, menunggu siapa lagi
kalau bukan si Papa Penyu. Tak lama hujan turun, deras. Gazebo bocor di
beberapa titik membuat kami akhirnya kembali ke Balai, toh kalau hujan-hujan
seperti ini Bang Gogo pasti tidak datang.
Hujan pertama di Pulau Harapan. Sebuah kemageran yang haqiqi. |
Kami
belum masak sarapan sehingga yang ada kami mager dan kelaparan. Aku dan Sekar
memutuskan untuk membuat mi instan. Tenang, ini baru kali kedua kami makan mi
instan kok disini. Saat mi instan sudah siap, kami makan di tempat duduk depan
TV, bersantuy. Teman-teman yang lain kemudian turun dan ikut menyeruput mi
instan kami. Tak lama ada ibu-ibu penjual snack yang tiap pagi lewat di samping
Balai. Akhirnya kami beli beberapa snack untuk mengganjal perut kami hingga
entah kapan kami akan masak makanan. Rani yang tidak kuat kelaparan karena
sejak kemarin sore kami tidak makan nasi, mencoba memasak sup. Di tengah-tengah
memasak, gasnya habis. Air galon juga habis. Ya sudah lah kami para srikandi
mengeluarkan gerobak Balai untuk mengangkut membeli galon dan gas. Well, dari
beberapa kali kami beli galon disini, tidak ada yang mau mengantar ke Balai.
Hujan
reda sekitar pukul 10 pagi dan Bang Gogo sudah tampak sibuk di Taman Biota.
Kami segera menghampirinya dan melakukan rutinitas seperti biasanya. Selesai di
Taman Biota, kami kembali ke mess dan mengerjakan laporan. Aku benar-benar
mager untuk mengerjakan laporan hingga ternyata waktu sudah menunjukkan sholat
Ashar. Aku lalu turun menghadap laptop di meja kantor. Tak lama yang lain sibuk
di dapur menggoreng sukun dan begitu matang ditaruh di samping laptopku. Waduh
sudah mirip ibu penguasa Balai tinggal di snap masuk insta story. Malam itu
kami begadang hingga dini hari. Alhamdulillah sudah kelar.
Sabtu, 30 Desember 2017
Hari
terakhir kami berkegiatan. Rencananya kami akan bersih-bersih balai. Rutinitas
pagi di Taman Biota sambil berpamitan dengan para penyu karena esok pagi kami
tidak akan berisik lagi di taman sambil memberi makan. Sedih. Aku menyempatkan
diri mancing tapi tidak dapat heu. Umpan mancing disini pakai nasi. Saat aku
ingin melempar umpan, kailnya malah menyangkut di jilbabku. Ibu jariku juga
tertusuk kail yang membuatnya bengkak malamnya. Bang Gogo juga tidak mau
membantuku mancing. Sebel.
Bang Gogo tampak stress saat diajak selfie sambil dalam hati, "Untung ni bocah besok pagi balik." |
Saat
kami kembali ke Balai, air di tandon habis dan ternyata listriknya juga
sekarat. Jadilah kami tidak bisa bergerak dan malah tidur-tiduran. Pak Pei
tidak bisa dihubungi. Karena jengah harus menunggu lama, aku menghubungi bulekku
dan minta dikirimi pulsa token listrik dari Bantul. Aku pun mengisi kode dan
ngingggggg mesin menyala. Tandon akan terisi cukup lama dan aku melihat Taman
Biota cukup ramai, maka aku kesana. Akhirnya aku malah berbincang banyak dengan
Buk Mun dan Bang Gogo sambil menunggu air. Orang Pulau Harapan memang oke
banget kalau diajak ngobrol, ada saja yang bisa diomongkan. Topik yang paling
oke adalah tentang tipe-tipe mahasiswa yang magang maupun penelitian di Balai.
Wah kalau aku boleh merasa, mungkin kualitas kami di depan Buk Mun hanya dapat
C lah heuheu.
Si Putri Tidur menunggu listrik nyala |
Air
sudah bisa mengalir ke tempat cuci piring dan obrolan kami berakhir. Aku
meminta tolong Bang Gogo mengecek printer kantor untuk print proposal kami
sebagai tiket pulang. Setelah di coba, well, some problem was up on the printer
dan harus menunggu Pak Pei yang masih belum bisa dihubungi. Teman-teman mulai
turun dari khayangan sehingga kami mulai bekerja membersihkan Balai yang esok
akan kami tinggalkan. Hue sedih. Pak Sapei akhirnya datang sekitar jam 13.00.
Agenda
bersih-bersih sudah selesai. Sehabis Ashar kami pergi untuk beli oleh-oleh
sekalian jalan-jalan sore yang terakhir di Pulau Harapan. Kami mengunjungi
beberapa tempat yang menjual merchandise Pulau Harapan tetapi kebanyakan
kualitasnya tidak verified jadi desainnya kurang bagus. Aku lebih memilih
memberi kerupuk ikan lemuru yang dibuat oleh penduduk pulau. Sore itu juga kami
melakukan rutinitas sore jajan terakhir di taman terpadu dermaga. Akhirnya
bertemu dengan pak gorengan Ngawi yang ternyata hanya jualan gorengan saat
weekend dan hari lainnya berjualan es krim. Area taman terpadu dermaga ditutup
untuk motor karena akan ada perayaan tahun baru. Portal tutupnya dijaga oleh
Bang Sahrul. Kami sekalian pamit dan foto bersama.
Salam Lestari-nya Bang Sahrul. Ok my orange JHS training is always on point. |
Sampai
di Balai kami sudah ditunggu Pak Pei, ada Buk Mun juga. Rencananya kami akan
berpamitan secara formal. Tak lupa Bang Gogo yang harus dijemput di rumahnya.
Lengkap sudah ada Pak Pei, Buk Mun, dan Bang Gogo, orang-orang yang mengisi
hari-hari magang kami. Kami mengucapkan banyak terimakasih, a lot of thanks,
atas semuanya yang telah diberikan pada kami. Pengalaman, perhatian, kesabaran,
dan banyak pelajaran berharga yang lain. Kami menyerahkan plakat dan foto
bersama. Siapa yang jadi artis yang diajak foto satu persatu? Jelas bukan Pak
Pei, artisnya si Bang Gogo.
Full team. Btw yang merem itu namanya Pak Kisut. |
Buk Mun kami yang terhitz |
CIEEE BANG GOGO CIEEEE |
Foto terbaik yang berhasil diambil bersama pak Pei. Jangan tanya siapa yang nge-take. KATANYA SIH TOUR GUIDE TAPI KOK NGEPOTO BLUR YA BANG YA ADUH ABANGNYA SIAPA SIH😠😠 |
Malam
harinya kami sudah selesai packing, sudah terlalu malas juga untuk memasak jadi
ingin beli makan saja. Rani memiliki ide untuk beli makan mengajak Bang Gogo
supaya lebih murah (soalnya anak pulau, dan BG cerita beli cilung 5rb dapet 3
sedangkan kami 5rb sebiji doang) sehingga aku dan Rani (yang diutus untuk
pergi) datang menghampiri rumahnya. Well, apakah ada pengaruhnya mengajak Bang
Gogo beli ayam panggang? Oh ternyata tidak, bung. 4 potong ayam panggang itu
kami tata sedemikian rupa dengan nasi panas dan lalapan, mirip liwetan, ini
makan malam terakhir kami bersama. Setelah selesai, kami tidur, lebih awal dari
biasanya.
Kangen💔💔💔 |
Minggu, 31 Desember
2017
The
day has come, the day that I had to leave.
Kami
semua sudah bangun pukul 03.30, rekor bangun terpagi. Kami bergantian mandi
seperti biasa dan memastikan barang-barang kami benar-benar siap. Pukul 06.00
kami sudah turun dan menaruh barang-barang diatas becak. Dermaga ada di Pulau
Kelapa sehingga sekali lagi kami tidak ingin menangos membawa barang-barang
kami. Kami sarapan di dermaga dengan nasi uduk seharga Rp10.000. kapal
berangkat pukul 07.00. seperti biasa, aku, Rani, dan Sekar berada di bawah
menjaga tas. Antimo sudah dilahap, kami siap tertidur.
Ombak
cukup besar sehingga kami sempat terbangun saat ternyata kapal berhenti. Ada
penumpang yang entah salah tujuan sehingga pindah menumpang kapal yang lewat.
Perjalanan ke Muara Angke terbilang cepat. Pukul 10.15 kami sudah sampai di
dermaga, estimasi kami pukul 11.00. oke, berarti kita akan lebih lama
menggembel di Stasiun Pasar Senen.
Kami
sampai di stasiun sekitar jam 12.00, setelah ada drama sebelumnya. Tinggal
berempat, aku, Rani, Seka, dan Nafis. Rani pulang ke Citayam, Daulay pergi ke
Tangerang dengan saudaranya, dan Ayu naik bis dari terminal Kalideres. Stasiun
sangat penuh dan kami tidak boleh masuk. Kereta kami masih pukul 19.00. Rasa
ingin jalan-jalan dahulu ke Kota Tua, tapi barang bawaan yang menahan kami heu.
Akhirnya kami ngemper, seperti calon penumpang lain, di depan stand-stand
makanan, kami sih di depan Roti O, bau enak hehe. Kami tetap berada disitu.
Awal mula duduk dan sempat makan siang, lalu hujan datang begitu lebat. Atapnya
ada yang bocor, kami harus berdiri selama lebih dari 1 jam, tidak bisa
melakukan apa-apa selain mendekap barang bawaan kami. Hujan reda, lantai
mongering, kami duduk lagi. Ya begitulah keadaan kami selama 6 jam dengan muka
yang sudah tidak karuan.
YA YA YA GEMBEL STASIUN PASAR SENEN DEPAN ROTI 'O |
Petugas
akhirnya memperbolehkan kami check in dan kami menunggu di peron. Kondisi akhir
tahun membuat penumpang membludak dan banyak kereta tambahan sehingga jadwal
agak kacau. Senja Utama Yogya datang juga. Kami masuk dan duduk. Alhamdulillah,
pulang.
Senin, 1 Januari 2017
Semuanya
sudah sampai, di rumah masing-masing, atau sudah bersama keluarga
masing-masing. Tak lupa aku mengabari orang pulau, kami sudah sampai Yogya.
Supermoon di 1 Januari |
Terima kasih untuk
squad 7 srikandi yang super strong!
Ayu
Anggraini, si istri Kapolsek Sektor Kepulauan Seribu Utara, si tukang tidur. Ayu saking cantiknya sampe digatheli sama pak
kapolsek yang asli wong mBantul HAHAHAH. Lucu geli jijik gimana gitu ceritanya
mwahahaha. Tapi yang paling teringat dari Ayu adalah kebonya yang tidak
ketulungan, selo dikit, bablas tidur. Ayu tiap malam pasti telpon-telponan sama
si speedometer (HAHAH SPEEDOMETER). Makasih Ayu telah menggerakkan kami lagi dari
awal dengan yang paling greget kontak-an sama Balai hingga ngurus proposal modal
ngerecokin kating😘😘
Fazarani
Hasna Lukitaningtyas, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, si
tukang foto-foto, yang niat sebenarnya jalan-jalan bukan magang. Ya bukan Rani
namanya kalau tidak suka foto-foto yekan. Rani seneng masak, sehabis magang
katanya dia siap nikah. Dia paling tidak bisa tidur siang dan malemnya tidur
paling malam. Pernah di suatu malam aku dan Rani ngobrol banyak hal sampai
hampir jam 1 dini hari HAHA. Yang paling nyebelin adalah saat Rani sambat
bawaanya berat padahal aslinya b aja hih. Makasih Rani sudah mempunyai ide
magang di Kepulauan Seribu dan mengajakku WQWQWQ😆😆 Makasih buat tante Endang juga
yang sudah jadi sponsor buat magang ini wqwq😇😇
Naila
Husnayain, si ibu pimpinan DKP Provinsi DKI Jakarta, si ukhti yang terjujur
WQWQ. Uchak paling tertib, di semua hal. Tertib bangun, tertib tidur, tertib
makan, tertib masak, juga tertib untuk tyda makan indomie lebih dari sekali.
Uchak bawaannya juga sudah paling lengkap, masa minyak but-but aja dia bawa dan
untungnya berguna. Aku sama Uchak pernah jatuh saat mencoba mengganti galon, oh
sebenarnya itu kami yang goblok karena tidak tau how to refill galon yang baik
dan benar (setelah ngeliat bang Gogo melakukannya dengan tanpa muntahan dan
drama). Uchak sekali nyeletuk dan ekspresif, jelas itu sebenarnya adalah apa
yang sejujurnya kami rasakan disini, saat Daulay mulai marmos misalnya. Makasih
Uchak sudah mengurus dan mengedit segala macam surat, proposal, dan laporan,
makasih sudah jadi ukhti strong walaupun kalo mau pakai tas harus minta tolong
dulu wqwqwq😌😌😌
Dika
Resi Sekar Kusumajati, si istri kapten kapal (kapten siapa aja boleh), si
terwacana ngerjain laporan magang 2017. Sekar mempunyai banyak hal yang sama
denganku, termasuk alur pikiran kami. Sekar hampir sama kebonya kayak Ayu,
nomor 2 lah pokoknya, sekali nempel kasur atau yang empuk-empuk langsung
bablas. Paling tertib makan. Partner setia rutinitas sore di taman terpadu
dermaga. Bapaknya perhatian banget coba sama barang bawaan dia hft. Bocah ini
awalnya bikin marmos masalah tiket karena dia slow resp hhhhh dasyar. Dia
pernah bilang juga tidak tau bisa jadi ikut magang atau tidak karena masnya
yang mau nikah. Hilih akhirnya ikut juga lau. Makasih Sekar sudah paling gemati
soal barang bawaan, makasih sudah mengerti seorang Puspa Almas Rahina😚😚
Nafis
Endiana Ramadhanti, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
SPTN II Pulau Harapan, si mawut, si puacitan. Nafis bisa dibilang paling
ngelihan (kelaparan). Tiap pagi dia pasti bikinkan yang hangat-hangat untuk
kami (tinggal request mau apa). Nafis orangnya manut jadi no ribet ribet club. Yang
paling ternotice adalah kalau Nafis udah bicara dan logat Pacitannya keluar
WQWQ. Sebenarnya Nafis sudah cocok menjadi penduduk Pulau Harapan tapi
nampaknya dia tidak kecantol dengan siapapun di pulau-.- Makasih Nafis, aku
rindu susu kental manis hangat cokelat tiap pagi #ea😙😙
Rizka
Sri Wahyuni Daulay, si istri juragan gorengan Pulau Harapan, TERMARMOS 2017.
Sumpah dari awal aku tidak menyangka dia bisa ikut kelompok magang ini.
Masalahnya diantara kami, tidak ada yang dekat dengan si Daulay. Usut punya
usut, itu gara-gara Daulay menguping pembicaraan Ayu yang mengajak magang orang
lain. Tidak ada kata lain yang mendefinisikan Daulay kecuali kata MARMOS alias
MARAI EMOSI atau dalam bahasa Indonesia adalah BIKIN EMOSI. Entah itu karena
dia tidak nyambung dengan pembicaraan, atau kadang dia lemot. Pokoknya
hhhhhhhhh. Tapi Daulay jadi bestfriend yang baik kalau mau cuci baju
malam-malam, walau dia pernah meninggalkanku di area jemuran yang sampingnya
sudah ada makam. Aslinya baik sih, tapi marmos. Saking marmosnya, aku mau kenal
sama Daulay di Pulau Harapan aja. Di perikanan? Anggap saja kita tidak kenal
WUAHAHAHAHA. Canda deng, tapi tetep marmos #2. Makasih Daulay, sudah mengajarkan
KESABARAN untukku dan teman-teman yang lain😗😗
Terimakasih
juga untuk squad Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu Pusat dan SPTN II Pulau
Harapan!
Ibu
Evi yang telah memberi kami kesempatan untuk “liburan” di Balainya. Pak Budoyo
yang really helpful dan super-super baiknya, memberi kami saran ini itu. Tapi
super juga recehnya *candaan Pasar Senen. Pak Sapei atau yang di pulau lebih
hitz dengan sebutan bang Pay yang telah menjadi bapak asuh kami selama di Pulau
Harapan dan mau direpotkan karena harus mengantar kesana kesini. Pak Pei lebih
banyak no expression, kalau ketawa sama kita suka tertahan mirip tidak ikhlas
gitu huehue. Mungkin Pak Pei pusing dan syok juga menghadapi kami bertujuh yang
super unik binti berisik wa alay. Kapten Hasbullah a.k.a Aas yang termbois yang sudah dengan
certified dan verified mengemudi kapal menerjang ganasnya ombak bulan Desember
mengantarkan kami tour keliling pulau a.k.a patroli. Bang Sahrul yang sudah
menawarkan banyak bantuan selama di pulau. Lelaki yang ternyata sudah beristri
membuat Daulay patah hati HAHAHA. Pak Syahroni sang aktivis yang walaupun sudah
sepuh tetap certified and verified dengan waton nyeblung ke laut hanya dengan
masker. Buk Munajah, known as Buk Mun, yang telah menjadi ibu asuh juga selama
di Balai. Ibu terhitz se-Pulau Harapan-Pulau Kelapa yang kalau sudah ngobrol
sama beliau bisa sampai kemana saja dengan pergossipan yang cukup update
seantero Kepulauan Seribu. Dan yang terakhir yang paling sering kami ganggu
hidupnya selama kami di pulau, our dearest Bang Ghazali better called Bang
Gogo, si Papa Penyu, gondes kami yang sholeh, masih muda ternyata bahkan lebih
muda dari Rani HAHAHA. Dari awal diamnya bang Gogo menjadi target untuk
digatheli dan ternyata mission completed. Untung bang Gogo orangnya baik dan
syabar menghadapi kami yang tiap pagi mengerecoki hidupnya dengan para penyu
(atau mungkin juga terpaksa sambil dalam hati, “Sabar, Go, lu kudu sabar, mereka-mereka
ini cuma seminggu disini.”). Bang Gogo tampaknya kurang melancong sehingga
kurang mengerti beberapa kosakata gaul yang baru. Tapi dia lebih certified dan
verified mengenai hal dibawah air daripada kami. Ingat ya Abang masih punya janji mengantar kami keliling naik kapal sehabis sholat Jumat (btw aku syok tau dia juga bisa kemudi kapal WQWQ).
And the story ends here
guyssssss! But the memories aren’t :p
Teruntuk kalian yang
mau membaca sampai akhir, or at least scroll sampai akhir, cerita harian kami
selama magang, here’s some of our writing and posters!
Ingin
lihat laporan magang kami? Atau proposal magangnya? Boleh banget! Kindly
contact us at puspaalmas@gmail.com.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku masih di posisi
yang sama, kiri depan, mengantuk menunduk di pelampungku. Aku melihat lautan,
luas, rata, dan biru. Manusia jelas bukan apa-apa dibandingkan dengan kuasa
Tuhan-Nya. Aku hampir menitik saat aku menyadari, Allah tidak pernah salah.
Allah tidak pernah salah menempatkanku di sini, mempelajari ilmu-Nya yang ini. Maafkan
aku, ya Allah, terkadang aku masih kurang bersyukur atas nikmat-Mu. Terima
kasih yaAllah sudah membawaku kesini, melihat ciptaan-Mu yang begitu
mengagumkan, semoga yang aku lakukan kedepan dapat memberi manfaat bagi
semuanya.
Yogyakarta,
Dalam malam-malam yang
gabut dan sering masih susah move on,
Penuh cinta,
Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 1
Hai!😀😀😀😀😀😀
Hari sudah semakin sore dan kami masih belum beli jus. Mbak Rae mengajak
melihat sunset ke barat pulau. Tapi aku belum beli jus sehingga meninggalkan
mbak Rae dengan kejonesannya. Aku dan Sekar akhirnya mendapatkan penjual jus,
walaupun well it’s not verified kebersihannya tapi kami bodo amat lah ya. Saat
aku mengecek hp, ternyata teman-teman yang lain sudah sampai di barat pulau
melihat sunset. Okay that’s okay, dari ujung timur ke ujung barat. Kami
berfoto-foto alay seperti biasa. Malamnya kami makan bersama dengan mbak Rae,
mbak Silvi, dan mas Panca yang esok hari sudah akan pulang. Pak Pei juga bilang
bahwa besok kita akan melaut! Can’t wait!
Kami lalu kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan. Daulay tampak mabuk laut padahal sudah disuruh minum air laut oleh Kapten Aas. Tujuan kami selanjutnya adalah ke Pulau Sebaru Besar untuk mengambil propagul mangrove. Lokasi pulau sekitar setengah jam perjalanan dari Pulau Peteluran Timur. Alhamdulillah ada dermaganya berupa papan-papan kayu diantara mangrove yang sungguh instagram-able. Kami menurunkan perbekalan dan makan siang sebelum menjelajah mangrove.
Para bapak membuat api untuk memasak mie dan kopi karena ternyata
tabung gas yang beliau-beliau bawa kosong. Selesai makan, Pak Pei memberikan
instruksi untuk mencari propagul. Pulau ini cukup besar dan tidak berpenghuni
juga. Waktu menelusuri agak dalam, banyak pohon yang unik-unik seperti di film
kartun hwehehe. Tapi nyamuk disini masyaAllah kami seperti makanan yang datang
tanpa diundang bagi mereka. Biawak disini besar-besar kata bang Sahrul saat
kami mencari propagul sendirian agak jauh dari kerumunan. Untung tidak bertemu
sama si dia. Kami mendapat 230 propagul. Setelah selesai mengamati mangrove
untuk urusan laporan, kami meninggalkan Pulau Sebaru Besar.
Telur berhasil dinaikkan ke kapal dan kami melanjutkan perjalanan. Telur yang didapatkan sebanyak 170 butir telur penyu sisik. Ombak mulai mengganas, lebih ganas dari awal kami berangkat. Kami sudah lelah berteriak-teriak karena sedari tadi ombak tidak bersahabat. Kami saling berpegangan dan berharap-harap cemas dengan kapal yang dikemudikan oleh Kapten Aas yang jelas sudah certified and verified. Akhirnya kami masuk ke gugusan pulau lagi sehingga ombaknya mulai agak tenang. Kapten Aas menghentikan kapal di sebuah pulau kecil namanya Pulau Belanda. Melihat keadaan kami yang lemas dan Daulay yang masih mabuk sepanjang perjalanan, Kapten Aas menyuruh kami nyebur lagi, “Dah sana kalian nyebur biar semangat, biar nggak mabok lagi!”. Kami semua pun nyebur. Dalamnya air hanya sepinggang. Tidak ada karang yang lucu-lucu, hanya ikan-ikan yang saling berlarian. Aku memilih bersantuy dengan mengapungkan diri sambil dihempas ombak. Setengah jam kami cibuk-cibuk di air, Kapten menyuruh kami naik ke kapal. Time to back! Kami semua sudah lelah jadi lebih banyak diam, apalagi atapnya dibuka, panas. Aku mulai kriyip-kriyip. Sampai di Harapan kami langsung menurunkan barang-barang dan mencuci semua peralatan. Wajah kami gosong terbakar. Perih, tapi kami lebih dari bahagia. Thanks for today’s trip, team!
Cerita masih panjang! Kindly click Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2 to continue the story! Nggak bakal nyesel baca, ada kejutan disana!😉
Thanks for reading!
Love💕
Ini
adalah cerita magang rasa liburanku. Lumayan untuk kegiatan akhir tahun
berfaedah saat tahun lalu di akhir 2016 aku ikut SOREM di Gunungkidul
dan di
akhir 2017 aku magang di Kepulauan Seribu. Singkatnya, aku dan 6 orang
temanku magang mandiri di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu SPTN II
Pulau Harapan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu siang di kelas
Biokimia yang kelabu, kawanku Fazarani memanggilku,
“Pus, ayo kita magang
pas liburan.”
“Emang mau magang
kemana, Ran?”
“Pulau Seribu po?”
Dan
percakapan itu berakhir dengan mencari informasi tentang Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu. Singkatnya, kami mendapatkan kontak untuk magang tetapi
kemudian malas karena Pak Budoyo yang so called Pak Yo/Jo bilang kalau ada
presentasi dulu sebelum magang. Ya, tidak semotivasional itu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wacana
magang masih kelabu hingga akhirnya aku mendapat invite grup oleh Ayu, si anak
MSP asal Lampung. Tampaknya wacana ini bakal direalisasikan gengs! Kami mulai
mencari-cari master proposal magang dari kakak tingkat, yang jelas semuanya
dicover oleh Ayu dan Naila. Kami mengambil 2 topik yaitu konservasi mangrove
dan konservasi lamun. Surat-surat kemudian diurus hingga bolak-balik akademik
(yang jelas lagi bukan aku yang bolak-balik, you know lah siapa hehehe).
Sebenarnya kami juga masih clueless dengan apa yang akan kita lakukan saat
magang. Tapi karena keinginan kami untuk liburan, kami tabras kebingungan
dengan motto yang penting sampai ke Pulau Seribu.
Saat
itu masih UAS saat Ayu dan Naila dan Rani mengurus proposal (bukan kami yha
hehe) dan akhirnya proposal kami sudah diterima. Aku kemudian minta ijin orangtuaku
dan beliau memperbolehkan. Kami memilih tanggal 23 – 29 Desember 2017, cukup
singkat karena kami memilih magang mandiri, bukan Kuliah Lapangan yang memakan
waktu hingga satu bulan. Jujur semuanya serba mendadak, kalau dibandingkan
dengan kakak tingkat yang sudah mengajukan proposal sejak bulan September
sedangkan kami mengirim proposal yang benar-benar siap 10 hari menjelang
keberangkatan. Proposal selesai dan kami sibuk memburu tiket, sejenak lupa
bahwa kami memilih tanggal diakhir tahun yang notabene high season. Pak Yo
menyuruh kami untuk presentasi di Balai TNL Kepulauan Seribu dahulu di Salemba
tanggal 22 Desember. Otomatis kami harus berangkat tanggal 21.
Kamis, 21 Desember 2017
Aku,
Sekar, Husna, dan Rani masih ujian hingga pukul 3 sore, kereta kami berangkat
pukul 6 sore, dan kami belum sama sekali membuat ppt untuk presentasi wkwkw.
Kami sudah naik kereta, tidak ada drama, Alhamdulillah. Aku kemudian nyambi
membuat ppt di dalam kereta. Sungguh kami masih tidak tahu apa yang sebenarnya
akan kami lakukan. Apalagi mendengar dari cerita kating bahwa di 3 hari pertama
mereka dikerjain dengan dicuekin huft. Saat pptku hampir selesai, Ayu yang
duduk didepanku menengok dan berkata, “Heh, Pus, kata Pak Yo nggak usah
presentasi nggak papa, aku bilangnya kita belum sempet bikin soalnya masih UAS
gitu heheh.” Eh dasar. Oke, mungkin karena malam itu moodku sedang baik dan
tidak ingin terlihat goblok, aku lanjutkan pptku yang sejatinya hanya
sederhana.
Jumat, 22 Desember 2017
Kereta
kami berhenti di perhentian terakhir yaitu Stasiun Pasar Senen sekitar jam
setengah 3 pagi. Pak Yo menyuruh kami untuk menginap di Balai saja, daripada
rencana awal yang ingin datang ke rumah tantenya Rani di Depok, terlalu jauh. Turun
dari go-car, kami mengetuk pintu Balai di pagi buta. Sungguh, itu isinya
laki-laki semua dan kami perempuan semua heu. Kami dipersilahkan masuk ruang
rapat di lantai 2, sesuai pesan Pak Yo, agar kami bisa beristirahat di situ.
Waktu berjalan dan matahari mulai datang, “Heh, bangun-bangun! Kita ini di kantor
orang!”. Sungguh kami sangat kikuk dan memutuskan untuk tidak mandi pagi itu
wqwq. Kantor semakin ramai oleh staff yang berdatangan dan bertanya-tanya siapa
kami ini. Untung beliau-beliaunya ramah-ramah!
Setelah
sarapan di warteg sebelah, kami menunggu untuk berdiskusi dengan Pak Yo,
sebelum bertemu dengan Bu Evi, Ketua Balai TNL Kepulauan Seribu. Well, mungkin
kami memang tidak disuruh presentasi dengan ppt tapi tetap saja kami harus
presentasi di depan pimpinan Balai. Pak Yo mengoreksi beberapa hal dari
proposal kami. Beliau menjelaskan kondisi Pulau Harapan, pulau yang akan kami
datangi sebagai tempat magang. Sebuah pulau pemukiman yang termasuk dalam
wilayah kerja Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN II. Mangrove memang
dikonservasikan di Pulau Harapan, namun ternyata penanaman sudah tidak lagi
dilakukan. Begitu pula dengan lamun, kondisi Pulau Harapan yang merupakan pulau
pemukiman membuat kondisi air bisa dibilang tercemar oleh aktivitas manusia
sehingga lamun tidak dapat tumbuh maksimal. Sebuah info yang menarik lalu Pak
Yo mengarahkan kami untuk mengganti topic menjadi pengelolaan instead of
konsevasi. Kami membahas banyak hal tentang apa-apa yang perlu kami lakukan
selama magang. Oke, kami menjadi tidak clueless dan merasakan much positive
vibes here! Tak lama setelah diskusi dengan Pak Yo, tibalah saatnya untuk
presentasi di depan Bu Evi dengan aku menjadi jubirnya. Deg-degan but lets do
this!
Pas difoto sih tampak oke wqwq |
Presentasi
berjalan lancar, Alhamdulillah, dan well sebenarnya aku pribadi menjadi takut
dengan ekspektasi beliau-beliau tentang hasil magang kami, apalagi nama UGM
yang kami bawa. Setelah urusan administrasi magang selesai, kami melanjutkan
perjalanan menuju tempat peristirahatan yang sepatutnya (masa Pak Yo menyuruh
kami tidur di Balai lagi sampai besok pagi kami berangkat ke Pulau Seribu,
yakali bisa nggak mandi berapa hari euy). Tantenya Rani, Tante Endang, menyuruh
kami beristirahat di rumahnya di daerah Citayam, Depok. Kami akan naik KRL dari
stasiun Cikini. Oh sungguh itu adalah pengalaman KRL yang membuat ingin
menangos tapi tak bisa. Barang bawaan kami bisa dibilang sangat banyak, maklum
wanita yang malas mencuci baju haha. Im sure it was that heavy. Belum di kereta
hanya beberapa dari kami yang dapat tempat duduk. Aku sendiri bertahan selama 1
jam perjalanan dengan berdiri. Kami turun di stasiun Citayam. Untuk menuju
pintu keluar kami harus menyeberang rel lewat tangga bawah tanah (you know lah)
dengan keadaan barang-barang kami. Aku yang tidak membawa koper melainkan tas
jinjing model orang jualan sandal keliling itu, memutuskan berjalan super cepat
meninggalkan teman-temanku dibelakang. Sumpah, keburu berat soalnya.
Rumah
Tante Endang berjarak 5 menit naik angkot dari stasiun. Kami kemudian menyewa
angkot menuju rumah tante. Oh sungguh, satu angkot itu sebenarnya tidak muat
untuk kami dan barang-barang namun dipaksa. Dua hal yang sangat ingin segera
kulakukan: mandi dan bertemu kasur. Tidak ada orang saat kami sampai di rumah
Tante Endang. Syukur Alhamdulillah kami jadi bisa bersantuy dengan tenang.
Banyak makanan dan wifinya kencang pula, bikin betah padahal kami belum sampai
ke tempat tujuan utama. Badan rasanya sudah remuk. Naik kapal juga belum tapi
tangan sudah kapalan duluan.
GEMBEL STASIUN CITAYAM |
Sabtu, 23 Desember 2017
Sehabis
subuh tepat, kami sudah berpamitan dengan om dan tante, sudah di dalam go-car,
meluncur ke Pelabuhan Kaliadem Muara Angke. Perjalanan ke pelabuhan memakan
waktu sekitar 1.5 jam. Thanks to om dan tante sudah supporting us a lot dalam
dunia pergo-caran dan subsidi tiket kami berangkat ke Jakarta wuehehe. Sampai
di pelabuhan jam 06.00 dan kami langsung membeli tiket menuju Pulau Harapan
seharga Rp60.000. Harga kapal predator yang sejam lebih cepat Rp200.000 hm.
Aku, Sekar, dan Rani memilih duduk di bawah sedangkan yang lain di dek atas.
Keadaan di bawah cukup nyaman. Kami menguasai area depan televisi yang dipenuhi
oleh koper dan tas. Kami sarapan dulu dari bekal yang dibawakan tante Endang.
Sarapan selesai, aku menyalakan TV. Alhamdulillah ada Home Alone, benar-benar
terasa liburannya. Saat kapal mulai berjalan, kantuk mulai datang. Aku dan
Sekar yang awalnya akan bergantian tidur untuk jaga tas, nyatanya Sekar sudah
pulas dan sulit dibangunkan. Ya sudahlah, untung Home Alone-nya ada 2 seri yang
diputar, thanks to RCTI. Tapi akhirnya kami semua juga tertidur. Saat
terbangun, waktu menunjukkan sekitar jam 10.30, sebentar lagi kami sampai.
Ombak tidak begitu kami rasakan, kami sudah berantimo jadi kebanyakan tertidur.
Kami
sampai di Pulau Harapan hampir jam 11.30. korsa perikanan yang kami kenakan
membuat kami cepat dinotice oleh Pak Sapei (it should be Bang Pei but we’ve
already called him Pak Pei wkwk), petugas dari Balai TNL KS SPTN II Pulau
Harapan, yang sebelumnya kami sudah kami beri kabar via WA). Pak Pei mencarikan
kami becak, well kami tidak ingin menangos lagi membawa barang-barang kami,
jadi becaknya untuk mengangkut barang saja. Lokasi Balai berada lurus mentok
dari jalan dermaga Pulau Harapan lalu belok ke kiri dekat makam. Aku dan Sekar
memilih menuju Balai dahulu mengurus barang-barang sedangkan yang lain
menyerahkan surat-surat izin ke Kelurahan. Bangunan Balai bercat putih
berlantai dua. Kami disambut oleh Buk Mun, salah satu pegawai Balai. Kata Buk
Mun, kami bisa menginap di lantai dua kantor yang biasa digunakan oleh
mahasiswa yang magang maupun penelitian. Mess ini hanya sebuah ruangan kosong
dengan banyak jendela. Balai sudah menyediakan dua kasur butut itu dan dua buah
bantal, oke, it’s more than enough. Kami menaruh barang-barang dan mulai
sedikit melepas lelah sambil berkata “Akhirnya kita sampai!”.
Gedung Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN II Pulau Harapan |
Sehabis
Ashar kami berdiskusi dengan Pak Pei tentang berbagai hal dan agenda yang akan
kami lakukan selama di Balai. Kami memberikan penjelasan tentang ini itu tujuan
dan keperluan magang kami kemudian selebihnya agenda yang mengatur adalah Pak
Pei. Yang jelas kewajiban kami selama disini adalah bersih-bersih Balai dan
membantu pelayanan di Taman Biota di depan Balai. Selesai diskusi kami
mendatangi Taman Biota. Isinya ada penyu! Ada mas-mas juga, sedang memperbaiki
kolam penyu rupanya, aku tanya dia jawabnya pendek, ya sudahlah (padahal
ternyata ini adalah si Abang Gogo dan ada banyak cerita ternyata HAHAHA). Taman
Biota ini terdiri dari 5 kolam. 1 kolam besar yang sedang diperbaiki, 3 kolam
yang berisi penyu, dan 1 kolam berisi lobster. Di selatan taman biota atau
lebih tepatnya di laut ada 2 rumpun mangrove kemudian lebih ke selatan ada
karamba ikan yang berisi kakap merah dan beberapa ikan lain. Ada jalan dari papan
kayu yang menuju ke sebuah bangunan mirip gazebo yang ternyata untuk mancing
atau sekedar foto-foto melihat laut lepas.
Pintu masuk Taman Biota |
Kolamnya squad penyu |
Selesai
dari Taman Biota, kami memilih untuk memulai mengisi polybag. Sebelumnya kami
sudah berjanji pada Pak Yo dan Bu Evi untuk mengisi 500 polybag selama kami di
sini. Polybag ini akan kami isi dengan propagul (buah mangrove) sehingga
menjadi bibit mangrove. Sore itu kami berhasil mengisi 120 polybag dengan
pasir. Malamnya kami hanya berdiam di mess, masih lelah juga perjalanan sejak
pagi buta tadi. Malam itu angin kencang dan well karena baru malam perdana
disana, kami cukup ngeri.
Mengisi polybag |
Minggu, 24 Desember
2017
Pagi
hari, bangun pagi, jam 04.00 kami sudah bangun (oke lihat saja cerita di hari
selanjutnya kami bangun jam berapa h3h3h3). Kami membagi 2 kerja, di Balai dan
di Taman Biota. Kelompok Mangrove mendapat giliran di Balai dan Lamun di Taman
Biota. Pekerjaan-pekerjaan rumahan seperti biasa menyapu, mengepel, dan
menyiram mangrove. Setelah itu squad Mangrove menyusul Lamun ke Taman Biota.
Pagi itu sepertinya tidak ramai pengunjung. Ada mas-mas yang kemarin sore
membetulkan keramik kolam, ternyata ia pengasuh penyu! Aku mengajaknya
berkenalan, namanya Ghazali, dibaca Gojali, dan biasa dipanggil Gogo. Oke, dia
masih belum banyak bicara. Selesai membantu beberapa pekerjaan Bang Gogo (ok
well sounds weird apabila disini memanggil laki-laki yang lebih tua dengan
sebutan “Mas” karena akan tampak awkward dan mereka juga tidak terbiasa karena
lagi itu nJawani banget), kami memulai hunting mangrove di Pulau Harapan.
Mangrove
di Pulau Harapan kebanyakan terletak di sebelah timur dan barat pulau. Seperti
yang sudah dikatakan tadi, mangrove disini ada yang alami dan ditanam. Mangrove
alami tidak terlalu banyak, kebanyakan yang ditanam dengan metode rumpun
berjarak. Metode ini dinilai yang paling berhasil dilakukan di Pulau Harapan
dengan substrat pasir ala Kepulauan Seribu. Dominasi spesies mangrove yang ada
adalah Rhizophora stylosa. model akar tunjangnya juga dinilai menjadi alasan
utama spesies tersebut berhasil survive di tanah berpasir. Jenis mangrove di
Pulau Harapan ada 6 yaitu Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Bruguiera
gymnorrhiza, Sonneratia alba, Aegiceras cornilatum, dan Xylocarpus granatum.
Kami masih salah-salah dalam menebak jenis mangrove dan diketawai kecut oleh
Pak Pei. Sedih huft. Karena seluruh pinggir pulau dibuat dam, tidak terbentuk
zonasi mangrove di pulau ini. Menjelang siang kami kembali ke mess.
Jajaran mangrove di barat pulau, ditanam tahun 2012 |
Sorenya
kami melakukan rutinitas mengisi polybag sambil membicarakan banyak hal dari
mulai ilmiah hingga pergossipan. Dari berbisik hingga tertawa dengan bahasa
yang tidak dimengerti. Aku dan Sekar memutuskan untuk membeli jus, demi
kebaikan gizi kami selama di sini. Namun sepertinya keputusan teman-teman lain
salah karena menyuruh kami berdua yang pergi. Sambil mencari penjual jus, kami
malah mengexplore jalan-jalan di Pulau Harapan. Di tengah jalan malah ketemu
dengan mbak Rae, salah satu dari 3 mahasiswa yang sedang penelitian dari
Universitas Pancasila. Mbak Rae yang notabene jomblo, temannya mbak Silvi dan
mas Panci berpacaran, membuatnya hanya luntang-lantung sendirian di pulau
HAHAHA. Mbak Rae minta ditemani jalan-jalan melihat mangrove. Aku yakin itu
sebenarnya agar ia tidak kesepian. Karena aku dan Sekar memang berniat
jalan-jalan sambil mencari penjual jus, cuslah. Awalnya kami membeli gorengan
dahulu di taman terpadu dermaga. Penjual gorengan yang kami temui saat itu
adalah seorang bapak dari Ngawi, lumayan bisa diajak bicara bahasa Jawa hehe.
Kemudian kami duduk-duduk dipinggir dam, bersantuy layaknya wisatawan yang
lain. Setelah itu baru kami berjalan ke timur pulau melihat mangrove
(sebenernya cuma mau ngefotoin mbak Rae yang ngebet pengen foto di mangrove).
Ini nih bapak-bapak orang Ngawi, gorengan terfavorit: cumi-cumi & crab stick |
Senin, 25 Desember
Pagi
kami sudah bangun, masih bisa bangun jam 4 pagi. Sebenarnya mbak Rae mengajak
kami nonton sunrise sebelum mereka pulang tetapi kami harus menyiapkan bekal
karena kami berangkat melaut jam 7 pagi. Bekal kami ya hanya itu-itu saja,
nasi, telur dadar, dan abon. Kata Pak Pei kami akan melaut bersama sebanyak 11
orang terdiri dari kami ber-7, Pak Sapei, Kapten Aas yang mengemudi kapal
(suaminya Sekar ini), Bang Sahrul dari mitra Polisi Kehutanan, dan Pak Syahroni
aktivis dari Pulau Harapan. Rencananya kami akan patroli mencari telur penyu
lalu mencari benih mangrove yaitu propagul sambil melihat mangrove alami. Perbekalan
sudah siap, peralatan snorkeling sudah siap, life-saver sudah dipakai, lets go!
Foto ini niatnya untuk dipamerin di grup THP😋 |
Ini
adalah melaut pertamaku. Kami tidak diberitahu kami akan menuju pulau mana,
perjalanan berapa jam, keadaan ombak bagaimana. Kapal kami, KM Nautilus,
melaju. Aku duduk di sebelah kiri depan. Pak Pei menyuruh kami duduk di
belakang saja supaya tidak terciprat air tapi kami tidak mau hehe. Memang
benar, banyak tercipratnya dan perih di mata. Saat masih diantara pulau-pulau,
ombak terlihat baik-baik saja. Namun begitu melewati laut lepas, mashaAllah,
rasanya sudah seperti naik kora-kora tanpa safety yang memadai. Apa yang kami
lakukan? Teriak-teriak saling berpelukan dan nyebut wkwk. Mungkin yang ada
dipikiran Kapten Aas, “Ini bocah-bocah lebay amat dah”, atau dipikiran Pak Pei,
“Haduh nyesel gue bawa ikut ke laut”. Saat ombak mulai mengganas, Bang Sahrul
maju ke ujung kapal, aku pikir untuk menyeimbangkan posisi kami. Keadaan
teman-teman well ya begitulah. Daulay di belakang sampe tertidur dan entah
sudah berapa kali terciprat ombak. Aku di sebelah kiri lokasinya agak aman.
Naila di sebelah kanan posisinya cukup mengenaskan karena kapal kami sering
miring ke kanan. Rani yang duduk diantara aku dan Naila, lebih banyak menunduk
tertidur juga tetapi saat ombak mengganas dia akan bangun. Sekar, Nafis, dan
Ayu ada di belakang kami. Aku yang berada di pinggir kiri, sempat melihat
sepasang lumba-lumba di dekat kapal, lucu banget!
Perjalanan
cukup panjang memakan waktu 2 jam hingga kapal kami berhenti di sebuah pulau
kecil tak berpenghuni bernama Pulau Peteloran Timur, termasuk dalam zona inti
konservasi yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Tidak ada dermaga. Kapal
berhenti 100 meter dari bibir pantai. Kami para mahasiswa yang bukan diver pun
segera memakai peralatan snorkeling dan turun. Cebur. Dalamnya air mungkin
sekitar 2 – 3 meter. Pak Pei, Bang Sahrul, dan Pak Syahroni dengan sigap
menarik kami menuju pantai. Sambil ditarik sambil melihat pemandangan bawah
laut and it’s amazing! Aku belum pernah snorkeling dan ini kali pertamaku
memandang terumbu karang di pulau yang tidak pernah tersentuh manusia! MasyaAllah! Segala
preparat praktikum Biologi Laut tampak nyata berwarna di depan mata kami.
Alhamdulillah bisa melihat aslinya.
Sampai di pantai, kami melepas semua
alat-alat dan memulai misi. Para bapak sudah mengelilingi suatu area yang
tercurigai ada telur penyu di dalamnya. Cara mencari telur penyu adalah
menggunakan sebuah kayu yang cukup panjang lalu ditusuk-tusukkan pada gundukan
pasir yang tersuspect. Apabila nanti ujung kayu tusukan berlendir, maka dapat
dipastikan ada telur di dalamnya. Biasanya yang dapat mengendus lokasi telur
dengan cepat adalah biawak yang juga merupakan predator telur penyu selain
manusia. Kami sempat berganti-ganti lokasi sebelum akhirnya Pak Pei bilang,”Ini
ada telor nih disini”, di tempat awal pertama tadi kami menusuk-nusuk gundukan.
“Ya emang si Pei itu biawaknya,” kata Kapten Aas wkwk. Pak Pei kemudian memberi
penjelasan-penjelasan kepada kami tentang telur penyu. Setelah itu kami disuruh
mencoba mengambil telur penyu. Proses pengambilan telur ini perlu dilakukan dengan
hati-hati karena apabila posisinya berubah maka embrionya akan goyang dan gagal
menetas. Telurnya cukup banyak dan kami bekerja dengan takut-takut maka Pak
Syahroni yang menggantikan kami, "Banyak ini, biar cepet.". Telur yang kami dapatkan sebanyak 208 butir
dengan yang pecah ada 2 telur. Telur-telur ini selanjutnya akan ditetaskan di
Balai. Alasan pengambilan telur ini adalah selain mencegah diambil predator
terutama nelayan-nelayan nakal, lokasi sarang telur yang terlalu dekat dengan
pasang rata-rata sehingga ditakutkan malah akan hanyut. “Jarang-jarang ini lho
dapat telur waktu ada mahasiswa ikut,”, kata bang Sahrul.
You need SIMAKSI to enter this island |
View from Peteloran Timur |
This is what sea turtle's eggs look like, jenis penyu sisik |
Listening to Capt Aas's explanation |
Capt Aas showed us how to take the eggs |
People terlalu senang snorkeling gratis dengan view superb👍 |
Kami lalu kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan. Daulay tampak mabuk laut padahal sudah disuruh minum air laut oleh Kapten Aas. Tujuan kami selanjutnya adalah ke Pulau Sebaru Besar untuk mengambil propagul mangrove. Lokasi pulau sekitar setengah jam perjalanan dari Pulau Peteluran Timur. Alhamdulillah ada dermaganya berupa papan-papan kayu diantara mangrove yang sungguh instagram-able. Kami menurunkan perbekalan dan makan siang sebelum menjelajah mangrove.
Piknik vibes, pardon Rani's face😝 |
Mangrove at Sebaru Besar. Sadly banyak sampah sampai kesini😔 |
The most instagramable spot at Pulau Sebaru Besar |
Perjalanan
selanjutnya adalah kami menuju Pulau Gosong Laga. Pulau ini lebih kecil
daripada Pulau Peteloran Timur. Lokasi disekitarnya merupakan area konsevasi
karang sehingga kapal kami tidak bisa mendekat seperti di Peteluran Timur. Kami
akan mencari telur penyu juga. Mengingat tidak mungkin snorkeling karena ada
karang konservasi dan airnya dalam, hanya Pak Pei dan Pak Syahroni yang
nyemplung ke laut. Literally beliau berdua hanya memakai masker, tidak pula
memakai fin dan nyebur begitu saja ditinggal kapal kami yang putar balik
mencari lokasi pemberhentian yang sesuai. Oh sungguh certified diver kalian
pak! Kami menunggu Pak Pei dan Pak Syahroni di atas kapal selama satu jam
dengan keadaan ombak yang cukup membuat kapal bergoyang-goyang. Apalagi udara
sedang panas-panasnya. Jadi begini rasanya terombang-ambing wkwk. Aku pun
sempat tertidur lalu terbangun saat teman-temanku foto-foto. Selesai foto-foto,
tidur lagi. Rasanya enak, sepeti tidur di atas ayunan. Akhirnya dari kejauhan
tampak Pak Pei membawa ember berisi telur penyu dan dengan santainya ember itu
ia panggul di pundaknya dan berjalan masuk ke laut. Jangkar kami tersangkut di
karang sehingga Bang Sahrul harus menceburkan diri. Pak Pei yang terlanjur
masuk laut yang tingginya sudah selehernya hanya terdiam. Sungguh mereka semua
tampak santuy sedangkan kami yang ada di kapal deg-degan.
Boleh terombang-ambing, selfienya tetep😆 |
Telur berhasil dinaikkan ke kapal dan kami melanjutkan perjalanan. Telur yang didapatkan sebanyak 170 butir telur penyu sisik. Ombak mulai mengganas, lebih ganas dari awal kami berangkat. Kami sudah lelah berteriak-teriak karena sedari tadi ombak tidak bersahabat. Kami saling berpegangan dan berharap-harap cemas dengan kapal yang dikemudikan oleh Kapten Aas yang jelas sudah certified and verified. Akhirnya kami masuk ke gugusan pulau lagi sehingga ombaknya mulai agak tenang. Kapten Aas menghentikan kapal di sebuah pulau kecil namanya Pulau Belanda. Melihat keadaan kami yang lemas dan Daulay yang masih mabuk sepanjang perjalanan, Kapten Aas menyuruh kami nyebur lagi, “Dah sana kalian nyebur biar semangat, biar nggak mabok lagi!”. Kami semua pun nyebur. Dalamnya air hanya sepinggang. Tidak ada karang yang lucu-lucu, hanya ikan-ikan yang saling berlarian. Aku memilih bersantuy dengan mengapungkan diri sambil dihempas ombak. Setengah jam kami cibuk-cibuk di air, Kapten menyuruh kami naik ke kapal. Time to back! Kami semua sudah lelah jadi lebih banyak diam, apalagi atapnya dibuka, panas. Aku mulai kriyip-kriyip. Sampai di Harapan kami langsung menurunkan barang-barang dan mencuci semua peralatan. Wajah kami gosong terbakar. Perih, tapi kami lebih dari bahagia. Thanks for today’s trip, team!
Photo taken by Capt Aas, cari dimana pak Syahroni berada! :p |
Cerita masih panjang! Kindly click Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2 to continue the story! Nggak bakal nyesel baca, ada kejutan disana!😉
Thanks for reading!
Love💕
Subscribe to:
Posts (Atom)