Ini
adalah cerita magang rasa liburanku. Lumayan untuk kegiatan akhir tahun
berfaedah saat tahun lalu di akhir 2016 aku ikut SOREM di Gunungkidul
dan di
akhir 2017 aku magang di Kepulauan Seribu. Singkatnya, aku dan 6 orang
temanku magang mandiri di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu SPTN II
Pulau Harapan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu siang di kelas
Biokimia yang kelabu, kawanku Fazarani memanggilku,
“Pus, ayo kita magang
pas liburan.”
“Emang mau magang
kemana, Ran?”
“Pulau Seribu po?”
Dan
percakapan itu berakhir dengan mencari informasi tentang Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu. Singkatnya, kami mendapatkan kontak untuk magang tetapi
kemudian malas karena Pak Budoyo yang so called Pak Yo/Jo bilang kalau ada
presentasi dulu sebelum magang. Ya, tidak semotivasional itu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wacana
magang masih kelabu hingga akhirnya aku mendapat invite grup oleh Ayu, si anak
MSP asal Lampung. Tampaknya wacana ini bakal direalisasikan gengs! Kami mulai
mencari-cari master proposal magang dari kakak tingkat, yang jelas semuanya
dicover oleh Ayu dan Naila. Kami mengambil 2 topik yaitu konservasi mangrove
dan konservasi lamun. Surat-surat kemudian diurus hingga bolak-balik akademik
(yang jelas lagi bukan aku yang bolak-balik, you know lah siapa hehehe).
Sebenarnya kami juga masih clueless dengan apa yang akan kita lakukan saat
magang. Tapi karena keinginan kami untuk liburan, kami tabras kebingungan
dengan motto yang penting sampai ke Pulau Seribu.
Saat
itu masih UAS saat Ayu dan Naila dan Rani mengurus proposal (bukan kami yha
hehe) dan akhirnya proposal kami sudah diterima. Aku kemudian minta ijin orangtuaku
dan beliau memperbolehkan. Kami memilih tanggal 23 – 29 Desember 2017, cukup
singkat karena kami memilih magang mandiri, bukan Kuliah Lapangan yang memakan
waktu hingga satu bulan. Jujur semuanya serba mendadak, kalau dibandingkan
dengan kakak tingkat yang sudah mengajukan proposal sejak bulan September
sedangkan kami mengirim proposal yang benar-benar siap 10 hari menjelang
keberangkatan. Proposal selesai dan kami sibuk memburu tiket, sejenak lupa
bahwa kami memilih tanggal diakhir tahun yang notabene high season. Pak Yo
menyuruh kami untuk presentasi di Balai TNL Kepulauan Seribu dahulu di Salemba
tanggal 22 Desember. Otomatis kami harus berangkat tanggal 21.
Kamis, 21 Desember 2017
Aku,
Sekar, Husna, dan Rani masih ujian hingga pukul 3 sore, kereta kami berangkat
pukul 6 sore, dan kami belum sama sekali membuat ppt untuk presentasi wkwkw.
Kami sudah naik kereta, tidak ada drama, Alhamdulillah. Aku kemudian nyambi
membuat ppt di dalam kereta. Sungguh kami masih tidak tahu apa yang sebenarnya
akan kami lakukan. Apalagi mendengar dari cerita kating bahwa di 3 hari pertama
mereka dikerjain dengan dicuekin huft. Saat pptku hampir selesai, Ayu yang
duduk didepanku menengok dan berkata, “Heh, Pus, kata Pak Yo nggak usah
presentasi nggak papa, aku bilangnya kita belum sempet bikin soalnya masih UAS
gitu heheh.” Eh dasar. Oke, mungkin karena malam itu moodku sedang baik dan
tidak ingin terlihat goblok, aku lanjutkan pptku yang sejatinya hanya
sederhana.
Jumat, 22 Desember 2017
Kereta
kami berhenti di perhentian terakhir yaitu Stasiun Pasar Senen sekitar jam
setengah 3 pagi. Pak Yo menyuruh kami untuk menginap di Balai saja, daripada
rencana awal yang ingin datang ke rumah tantenya Rani di Depok, terlalu jauh. Turun
dari go-car, kami mengetuk pintu Balai di pagi buta. Sungguh, itu isinya
laki-laki semua dan kami perempuan semua heu. Kami dipersilahkan masuk ruang
rapat di lantai 2, sesuai pesan Pak Yo, agar kami bisa beristirahat di situ.
Waktu berjalan dan matahari mulai datang, “Heh, bangun-bangun! Kita ini di kantor
orang!”. Sungguh kami sangat kikuk dan memutuskan untuk tidak mandi pagi itu
wqwq. Kantor semakin ramai oleh staff yang berdatangan dan bertanya-tanya siapa
kami ini. Untung beliau-beliaunya ramah-ramah!
Setelah
sarapan di warteg sebelah, kami menunggu untuk berdiskusi dengan Pak Yo,
sebelum bertemu dengan Bu Evi, Ketua Balai TNL Kepulauan Seribu. Well, mungkin
kami memang tidak disuruh presentasi dengan ppt tapi tetap saja kami harus
presentasi di depan pimpinan Balai. Pak Yo mengoreksi beberapa hal dari
proposal kami. Beliau menjelaskan kondisi Pulau Harapan, pulau yang akan kami
datangi sebagai tempat magang. Sebuah pulau pemukiman yang termasuk dalam
wilayah kerja Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN II. Mangrove memang
dikonservasikan di Pulau Harapan, namun ternyata penanaman sudah tidak lagi
dilakukan. Begitu pula dengan lamun, kondisi Pulau Harapan yang merupakan pulau
pemukiman membuat kondisi air bisa dibilang tercemar oleh aktivitas manusia
sehingga lamun tidak dapat tumbuh maksimal. Sebuah info yang menarik lalu Pak
Yo mengarahkan kami untuk mengganti topic menjadi pengelolaan instead of
konsevasi. Kami membahas banyak hal tentang apa-apa yang perlu kami lakukan
selama magang. Oke, kami menjadi tidak clueless dan merasakan much positive
vibes here! Tak lama setelah diskusi dengan Pak Yo, tibalah saatnya untuk
presentasi di depan Bu Evi dengan aku menjadi jubirnya. Deg-degan but lets do
this!
Pas difoto sih tampak oke wqwq |
Presentasi
berjalan lancar, Alhamdulillah, dan well sebenarnya aku pribadi menjadi takut
dengan ekspektasi beliau-beliau tentang hasil magang kami, apalagi nama UGM
yang kami bawa. Setelah urusan administrasi magang selesai, kami melanjutkan
perjalanan menuju tempat peristirahatan yang sepatutnya (masa Pak Yo menyuruh
kami tidur di Balai lagi sampai besok pagi kami berangkat ke Pulau Seribu,
yakali bisa nggak mandi berapa hari euy). Tantenya Rani, Tante Endang, menyuruh
kami beristirahat di rumahnya di daerah Citayam, Depok. Kami akan naik KRL dari
stasiun Cikini. Oh sungguh itu adalah pengalaman KRL yang membuat ingin
menangos tapi tak bisa. Barang bawaan kami bisa dibilang sangat banyak, maklum
wanita yang malas mencuci baju haha. Im sure it was that heavy. Belum di kereta
hanya beberapa dari kami yang dapat tempat duduk. Aku sendiri bertahan selama 1
jam perjalanan dengan berdiri. Kami turun di stasiun Citayam. Untuk menuju
pintu keluar kami harus menyeberang rel lewat tangga bawah tanah (you know lah)
dengan keadaan barang-barang kami. Aku yang tidak membawa koper melainkan tas
jinjing model orang jualan sandal keliling itu, memutuskan berjalan super cepat
meninggalkan teman-temanku dibelakang. Sumpah, keburu berat soalnya.
Rumah
Tante Endang berjarak 5 menit naik angkot dari stasiun. Kami kemudian menyewa
angkot menuju rumah tante. Oh sungguh, satu angkot itu sebenarnya tidak muat
untuk kami dan barang-barang namun dipaksa. Dua hal yang sangat ingin segera
kulakukan: mandi dan bertemu kasur. Tidak ada orang saat kami sampai di rumah
Tante Endang. Syukur Alhamdulillah kami jadi bisa bersantuy dengan tenang.
Banyak makanan dan wifinya kencang pula, bikin betah padahal kami belum sampai
ke tempat tujuan utama. Badan rasanya sudah remuk. Naik kapal juga belum tapi
tangan sudah kapalan duluan.
GEMBEL STASIUN CITAYAM |
Sabtu, 23 Desember 2017
Sehabis
subuh tepat, kami sudah berpamitan dengan om dan tante, sudah di dalam go-car,
meluncur ke Pelabuhan Kaliadem Muara Angke. Perjalanan ke pelabuhan memakan
waktu sekitar 1.5 jam. Thanks to om dan tante sudah supporting us a lot dalam
dunia pergo-caran dan subsidi tiket kami berangkat ke Jakarta wuehehe. Sampai
di pelabuhan jam 06.00 dan kami langsung membeli tiket menuju Pulau Harapan
seharga Rp60.000. Harga kapal predator yang sejam lebih cepat Rp200.000 hm.
Aku, Sekar, dan Rani memilih duduk di bawah sedangkan yang lain di dek atas.
Keadaan di bawah cukup nyaman. Kami menguasai area depan televisi yang dipenuhi
oleh koper dan tas. Kami sarapan dulu dari bekal yang dibawakan tante Endang.
Sarapan selesai, aku menyalakan TV. Alhamdulillah ada Home Alone, benar-benar
terasa liburannya. Saat kapal mulai berjalan, kantuk mulai datang. Aku dan
Sekar yang awalnya akan bergantian tidur untuk jaga tas, nyatanya Sekar sudah
pulas dan sulit dibangunkan. Ya sudahlah, untung Home Alone-nya ada 2 seri yang
diputar, thanks to RCTI. Tapi akhirnya kami semua juga tertidur. Saat
terbangun, waktu menunjukkan sekitar jam 10.30, sebentar lagi kami sampai.
Ombak tidak begitu kami rasakan, kami sudah berantimo jadi kebanyakan tertidur.
Kami
sampai di Pulau Harapan hampir jam 11.30. korsa perikanan yang kami kenakan
membuat kami cepat dinotice oleh Pak Sapei (it should be Bang Pei but we’ve
already called him Pak Pei wkwk), petugas dari Balai TNL KS SPTN II Pulau
Harapan, yang sebelumnya kami sudah kami beri kabar via WA). Pak Pei mencarikan
kami becak, well kami tidak ingin menangos lagi membawa barang-barang kami,
jadi becaknya untuk mengangkut barang saja. Lokasi Balai berada lurus mentok
dari jalan dermaga Pulau Harapan lalu belok ke kiri dekat makam. Aku dan Sekar
memilih menuju Balai dahulu mengurus barang-barang sedangkan yang lain
menyerahkan surat-surat izin ke Kelurahan. Bangunan Balai bercat putih
berlantai dua. Kami disambut oleh Buk Mun, salah satu pegawai Balai. Kata Buk
Mun, kami bisa menginap di lantai dua kantor yang biasa digunakan oleh
mahasiswa yang magang maupun penelitian. Mess ini hanya sebuah ruangan kosong
dengan banyak jendela. Balai sudah menyediakan dua kasur butut itu dan dua buah
bantal, oke, it’s more than enough. Kami menaruh barang-barang dan mulai
sedikit melepas lelah sambil berkata “Akhirnya kita sampai!”.
Gedung Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN II Pulau Harapan |
Sehabis
Ashar kami berdiskusi dengan Pak Pei tentang berbagai hal dan agenda yang akan
kami lakukan selama di Balai. Kami memberikan penjelasan tentang ini itu tujuan
dan keperluan magang kami kemudian selebihnya agenda yang mengatur adalah Pak
Pei. Yang jelas kewajiban kami selama disini adalah bersih-bersih Balai dan
membantu pelayanan di Taman Biota di depan Balai. Selesai diskusi kami
mendatangi Taman Biota. Isinya ada penyu! Ada mas-mas juga, sedang memperbaiki
kolam penyu rupanya, aku tanya dia jawabnya pendek, ya sudahlah (padahal
ternyata ini adalah si Abang Gogo dan ada banyak cerita ternyata HAHAHA). Taman
Biota ini terdiri dari 5 kolam. 1 kolam besar yang sedang diperbaiki, 3 kolam
yang berisi penyu, dan 1 kolam berisi lobster. Di selatan taman biota atau
lebih tepatnya di laut ada 2 rumpun mangrove kemudian lebih ke selatan ada
karamba ikan yang berisi kakap merah dan beberapa ikan lain. Ada jalan dari papan
kayu yang menuju ke sebuah bangunan mirip gazebo yang ternyata untuk mancing
atau sekedar foto-foto melihat laut lepas.
Pintu masuk Taman Biota |
Kolamnya squad penyu |
Selesai
dari Taman Biota, kami memilih untuk memulai mengisi polybag. Sebelumnya kami
sudah berjanji pada Pak Yo dan Bu Evi untuk mengisi 500 polybag selama kami di
sini. Polybag ini akan kami isi dengan propagul (buah mangrove) sehingga
menjadi bibit mangrove. Sore itu kami berhasil mengisi 120 polybag dengan
pasir. Malamnya kami hanya berdiam di mess, masih lelah juga perjalanan sejak
pagi buta tadi. Malam itu angin kencang dan well karena baru malam perdana
disana, kami cukup ngeri.
Mengisi polybag |
Minggu, 24 Desember
2017
Pagi
hari, bangun pagi, jam 04.00 kami sudah bangun (oke lihat saja cerita di hari
selanjutnya kami bangun jam berapa h3h3h3). Kami membagi 2 kerja, di Balai dan
di Taman Biota. Kelompok Mangrove mendapat giliran di Balai dan Lamun di Taman
Biota. Pekerjaan-pekerjaan rumahan seperti biasa menyapu, mengepel, dan
menyiram mangrove. Setelah itu squad Mangrove menyusul Lamun ke Taman Biota.
Pagi itu sepertinya tidak ramai pengunjung. Ada mas-mas yang kemarin sore
membetulkan keramik kolam, ternyata ia pengasuh penyu! Aku mengajaknya
berkenalan, namanya Ghazali, dibaca Gojali, dan biasa dipanggil Gogo. Oke, dia
masih belum banyak bicara. Selesai membantu beberapa pekerjaan Bang Gogo (ok
well sounds weird apabila disini memanggil laki-laki yang lebih tua dengan
sebutan “Mas” karena akan tampak awkward dan mereka juga tidak terbiasa karena
lagi itu nJawani banget), kami memulai hunting mangrove di Pulau Harapan.
Mangrove
di Pulau Harapan kebanyakan terletak di sebelah timur dan barat pulau. Seperti
yang sudah dikatakan tadi, mangrove disini ada yang alami dan ditanam. Mangrove
alami tidak terlalu banyak, kebanyakan yang ditanam dengan metode rumpun
berjarak. Metode ini dinilai yang paling berhasil dilakukan di Pulau Harapan
dengan substrat pasir ala Kepulauan Seribu. Dominasi spesies mangrove yang ada
adalah Rhizophora stylosa. model akar tunjangnya juga dinilai menjadi alasan
utama spesies tersebut berhasil survive di tanah berpasir. Jenis mangrove di
Pulau Harapan ada 6 yaitu Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Bruguiera
gymnorrhiza, Sonneratia alba, Aegiceras cornilatum, dan Xylocarpus granatum.
Kami masih salah-salah dalam menebak jenis mangrove dan diketawai kecut oleh
Pak Pei. Sedih huft. Karena seluruh pinggir pulau dibuat dam, tidak terbentuk
zonasi mangrove di pulau ini. Menjelang siang kami kembali ke mess.
Jajaran mangrove di barat pulau, ditanam tahun 2012 |
Sorenya
kami melakukan rutinitas mengisi polybag sambil membicarakan banyak hal dari
mulai ilmiah hingga pergossipan. Dari berbisik hingga tertawa dengan bahasa
yang tidak dimengerti. Aku dan Sekar memutuskan untuk membeli jus, demi
kebaikan gizi kami selama di sini. Namun sepertinya keputusan teman-teman lain
salah karena menyuruh kami berdua yang pergi. Sambil mencari penjual jus, kami
malah mengexplore jalan-jalan di Pulau Harapan. Di tengah jalan malah ketemu
dengan mbak Rae, salah satu dari 3 mahasiswa yang sedang penelitian dari
Universitas Pancasila. Mbak Rae yang notabene jomblo, temannya mbak Silvi dan
mas Panci berpacaran, membuatnya hanya luntang-lantung sendirian di pulau
HAHAHA. Mbak Rae minta ditemani jalan-jalan melihat mangrove. Aku yakin itu
sebenarnya agar ia tidak kesepian. Karena aku dan Sekar memang berniat
jalan-jalan sambil mencari penjual jus, cuslah. Awalnya kami membeli gorengan
dahulu di taman terpadu dermaga. Penjual gorengan yang kami temui saat itu
adalah seorang bapak dari Ngawi, lumayan bisa diajak bicara bahasa Jawa hehe.
Kemudian kami duduk-duduk dipinggir dam, bersantuy layaknya wisatawan yang
lain. Setelah itu baru kami berjalan ke timur pulau melihat mangrove
(sebenernya cuma mau ngefotoin mbak Rae yang ngebet pengen foto di mangrove).
Ini nih bapak-bapak orang Ngawi, gorengan terfavorit: cumi-cumi & crab stick |
Senin, 25 Desember
Pagi
kami sudah bangun, masih bisa bangun jam 4 pagi. Sebenarnya mbak Rae mengajak
kami nonton sunrise sebelum mereka pulang tetapi kami harus menyiapkan bekal
karena kami berangkat melaut jam 7 pagi. Bekal kami ya hanya itu-itu saja,
nasi, telur dadar, dan abon. Kata Pak Pei kami akan melaut bersama sebanyak 11
orang terdiri dari kami ber-7, Pak Sapei, Kapten Aas yang mengemudi kapal
(suaminya Sekar ini), Bang Sahrul dari mitra Polisi Kehutanan, dan Pak Syahroni
aktivis dari Pulau Harapan. Rencananya kami akan patroli mencari telur penyu
lalu mencari benih mangrove yaitu propagul sambil melihat mangrove alami. Perbekalan
sudah siap, peralatan snorkeling sudah siap, life-saver sudah dipakai, lets go!
Foto ini niatnya untuk dipamerin di grup THP๐ |
Ini
adalah melaut pertamaku. Kami tidak diberitahu kami akan menuju pulau mana,
perjalanan berapa jam, keadaan ombak bagaimana. Kapal kami, KM Nautilus,
melaju. Aku duduk di sebelah kiri depan. Pak Pei menyuruh kami duduk di
belakang saja supaya tidak terciprat air tapi kami tidak mau hehe. Memang
benar, banyak tercipratnya dan perih di mata. Saat masih diantara pulau-pulau,
ombak terlihat baik-baik saja. Namun begitu melewati laut lepas, mashaAllah,
rasanya sudah seperti naik kora-kora tanpa safety yang memadai. Apa yang kami
lakukan? Teriak-teriak saling berpelukan dan nyebut wkwk. Mungkin yang ada
dipikiran Kapten Aas, “Ini bocah-bocah lebay amat dah”, atau dipikiran Pak Pei,
“Haduh nyesel gue bawa ikut ke laut”. Saat ombak mulai mengganas, Bang Sahrul
maju ke ujung kapal, aku pikir untuk menyeimbangkan posisi kami. Keadaan
teman-teman well ya begitulah. Daulay di belakang sampe tertidur dan entah
sudah berapa kali terciprat ombak. Aku di sebelah kiri lokasinya agak aman.
Naila di sebelah kanan posisinya cukup mengenaskan karena kapal kami sering
miring ke kanan. Rani yang duduk diantara aku dan Naila, lebih banyak menunduk
tertidur juga tetapi saat ombak mengganas dia akan bangun. Sekar, Nafis, dan
Ayu ada di belakang kami. Aku yang berada di pinggir kiri, sempat melihat
sepasang lumba-lumba di dekat kapal, lucu banget!
Perjalanan
cukup panjang memakan waktu 2 jam hingga kapal kami berhenti di sebuah pulau
kecil tak berpenghuni bernama Pulau Peteloran Timur, termasuk dalam zona inti
konservasi yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Tidak ada dermaga. Kapal
berhenti 100 meter dari bibir pantai. Kami para mahasiswa yang bukan diver pun
segera memakai peralatan snorkeling dan turun. Cebur. Dalamnya air mungkin
sekitar 2 – 3 meter. Pak Pei, Bang Sahrul, dan Pak Syahroni dengan sigap
menarik kami menuju pantai. Sambil ditarik sambil melihat pemandangan bawah
laut and it’s amazing! Aku belum pernah snorkeling dan ini kali pertamaku
memandang terumbu karang di pulau yang tidak pernah tersentuh manusia! MasyaAllah! Segala
preparat praktikum Biologi Laut tampak nyata berwarna di depan mata kami.
Alhamdulillah bisa melihat aslinya.
Sampai di pantai, kami melepas semua
alat-alat dan memulai misi. Para bapak sudah mengelilingi suatu area yang
tercurigai ada telur penyu di dalamnya. Cara mencari telur penyu adalah
menggunakan sebuah kayu yang cukup panjang lalu ditusuk-tusukkan pada gundukan
pasir yang tersuspect. Apabila nanti ujung kayu tusukan berlendir, maka dapat
dipastikan ada telur di dalamnya. Biasanya yang dapat mengendus lokasi telur
dengan cepat adalah biawak yang juga merupakan predator telur penyu selain
manusia. Kami sempat berganti-ganti lokasi sebelum akhirnya Pak Pei bilang,”Ini
ada telor nih disini”, di tempat awal pertama tadi kami menusuk-nusuk gundukan.
“Ya emang si Pei itu biawaknya,” kata Kapten Aas wkwk. Pak Pei kemudian memberi
penjelasan-penjelasan kepada kami tentang telur penyu. Setelah itu kami disuruh
mencoba mengambil telur penyu. Proses pengambilan telur ini perlu dilakukan dengan
hati-hati karena apabila posisinya berubah maka embrionya akan goyang dan gagal
menetas. Telurnya cukup banyak dan kami bekerja dengan takut-takut maka Pak
Syahroni yang menggantikan kami, "Banyak ini, biar cepet.". Telur yang kami dapatkan sebanyak 208 butir
dengan yang pecah ada 2 telur. Telur-telur ini selanjutnya akan ditetaskan di
Balai. Alasan pengambilan telur ini adalah selain mencegah diambil predator
terutama nelayan-nelayan nakal, lokasi sarang telur yang terlalu dekat dengan
pasang rata-rata sehingga ditakutkan malah akan hanyut. “Jarang-jarang ini lho
dapat telur waktu ada mahasiswa ikut,”, kata bang Sahrul.
You need SIMAKSI to enter this island |
View from Peteloran Timur |
This is what sea turtle's eggs look like, jenis penyu sisik |
Listening to Capt Aas's explanation |
Capt Aas showed us how to take the eggs |
People terlalu senang snorkeling gratis dengan view superb๐ |
Kami lalu kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan. Daulay tampak mabuk laut padahal sudah disuruh minum air laut oleh Kapten Aas. Tujuan kami selanjutnya adalah ke Pulau Sebaru Besar untuk mengambil propagul mangrove. Lokasi pulau sekitar setengah jam perjalanan dari Pulau Peteluran Timur. Alhamdulillah ada dermaganya berupa papan-papan kayu diantara mangrove yang sungguh instagram-able. Kami menurunkan perbekalan dan makan siang sebelum menjelajah mangrove.
Piknik vibes, pardon Rani's face๐ |
Mangrove at Sebaru Besar. Sadly banyak sampah sampai kesini๐ |
The most instagramable spot at Pulau Sebaru Besar |
Perjalanan
selanjutnya adalah kami menuju Pulau Gosong Laga. Pulau ini lebih kecil
daripada Pulau Peteloran Timur. Lokasi disekitarnya merupakan area konsevasi
karang sehingga kapal kami tidak bisa mendekat seperti di Peteluran Timur. Kami
akan mencari telur penyu juga. Mengingat tidak mungkin snorkeling karena ada
karang konservasi dan airnya dalam, hanya Pak Pei dan Pak Syahroni yang
nyemplung ke laut. Literally beliau berdua hanya memakai masker, tidak pula
memakai fin dan nyebur begitu saja ditinggal kapal kami yang putar balik
mencari lokasi pemberhentian yang sesuai. Oh sungguh certified diver kalian
pak! Kami menunggu Pak Pei dan Pak Syahroni di atas kapal selama satu jam
dengan keadaan ombak yang cukup membuat kapal bergoyang-goyang. Apalagi udara
sedang panas-panasnya. Jadi begini rasanya terombang-ambing wkwk. Aku pun
sempat tertidur lalu terbangun saat teman-temanku foto-foto. Selesai foto-foto,
tidur lagi. Rasanya enak, sepeti tidur di atas ayunan. Akhirnya dari kejauhan
tampak Pak Pei membawa ember berisi telur penyu dan dengan santainya ember itu
ia panggul di pundaknya dan berjalan masuk ke laut. Jangkar kami tersangkut di
karang sehingga Bang Sahrul harus menceburkan diri. Pak Pei yang terlanjur
masuk laut yang tingginya sudah selehernya hanya terdiam. Sungguh mereka semua
tampak santuy sedangkan kami yang ada di kapal deg-degan.
Boleh terombang-ambing, selfienya tetep๐ |
Telur berhasil dinaikkan ke kapal dan kami melanjutkan perjalanan. Telur yang didapatkan sebanyak 170 butir telur penyu sisik. Ombak mulai mengganas, lebih ganas dari awal kami berangkat. Kami sudah lelah berteriak-teriak karena sedari tadi ombak tidak bersahabat. Kami saling berpegangan dan berharap-harap cemas dengan kapal yang dikemudikan oleh Kapten Aas yang jelas sudah certified and verified. Akhirnya kami masuk ke gugusan pulau lagi sehingga ombaknya mulai agak tenang. Kapten Aas menghentikan kapal di sebuah pulau kecil namanya Pulau Belanda. Melihat keadaan kami yang lemas dan Daulay yang masih mabuk sepanjang perjalanan, Kapten Aas menyuruh kami nyebur lagi, “Dah sana kalian nyebur biar semangat, biar nggak mabok lagi!”. Kami semua pun nyebur. Dalamnya air hanya sepinggang. Tidak ada karang yang lucu-lucu, hanya ikan-ikan yang saling berlarian. Aku memilih bersantuy dengan mengapungkan diri sambil dihempas ombak. Setengah jam kami cibuk-cibuk di air, Kapten menyuruh kami naik ke kapal. Time to back! Kami semua sudah lelah jadi lebih banyak diam, apalagi atapnya dibuka, panas. Aku mulai kriyip-kriyip. Sampai di Harapan kami langsung menurunkan barang-barang dan mencuci semua peralatan. Wajah kami gosong terbakar. Perih, tapi kami lebih dari bahagia. Thanks for today’s trip, team!
Photo taken by Capt Aas, cari dimana pak Syahroni berada! :p |
Cerita masih panjang! Kindly click Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2 to continue the story! Nggak bakal nyesel baca, ada kejutan disana!๐
Thanks for reading!
Love๐
Halo, Ega
ReplyDeleteBisa tanya ke balainya langsung di info@tnlkepulauanseribu.net
Kalo tanya aku bisa banget hubungi ke email di puspaalmas@gmail.com ๐