Selasa, 26 Desember
2017
Hari-hari
inilah kami mulai bangun siang. Pukul 5 pagi kami baru bergerak hehe. Seperti
biasa kami berbagi tugas di Balai dan Taman Biota. Selepas itu kami mulai
menanam propagul ke polybag yang sudah diisi pasir hingga menjelang siang.
Setelah itu kami kembali ke mess dan lebih memilih tidur untuk memulihkan sisa
capai melaut kemarin. Sorenya baru kami mulai berkegiatan lagi.
Menanam propagul ke polybag |
Sore
itu kami ke padang lamun di utara pulau. Kondisi lamun di pulau Harapan agaknya
memang memprihatinkan. Kata Pak Yo maupun Pak Sapei, lamun belum sama sekali
dimanfaatkan di pulau ini. Keadaannya pun tertutup sedimen sehingga warnanya
tidak hijau melainkan agak kemerahan. Lokasi padang lamun yang dekat dengan
aktivitas limbah rumah tangga membuat lamun tidak bisa tumbuh dengan maksimal.
Rata-rata tinggi lamun hanya 10 – 15cm dan hanya ada beberapa jenis yang
didominasi oleh Thalassia sp. Kami mulai mencari presentase tutupan lamun
dengan memilih 3 stasiun dengan 11 titik tiap stasiun. Panjang tiap stasiun
adalah 50 meter dan jarak antar stasiun adalah 25 meter. Presentase tutupan
lamun dihitung menggunakan kuadran plot dan patokan gambar presentase tutupan,
mirip seperti praktikum lapangan Biologi Laut yang pernah kami lakukan.
Kondisi utara pulau |
Lamun yang tertutup sedimen |
3
stasiun diselesaikan hingga jam 17.30. selanjutnya kami melakukan rutinitas,
oke sebenarnya yang paling senang dengan rutinitas ini adalah aku dan Sekar,
yaitu jajan di taman terpadu dermaga. Sore itu pak-pak gorengan orang Ngawi
tidak ada, yang ada hanya penjual Cilung alias aci digulung. Ya sudah aku beli
es degan saja. Es degan yang cukup unik sebenarnya karena lebih pantas disebut
es kopyor karena rasanya lebih mirip sun kara dan tidak ada degan yang seperti
dibayangkan. Setiap sore seperti ini, uang Rp10.000 pasti bablas.
Ini penjual es degan rasa es kopyor |
Ngobrol sama bapak penjual batagor ikan asli Kebumen, Naila dengan cilungnya |
Rabu, 27 Desember 2017
Well,
bisa dibilang makin hari semakin gabut. Pagi ini kelompok mangrove yang dapat
giliran di Taman Biota. Halaman Taman Biota sudah bersih namun si Bang Gogo
baru datang jam 7 lebih. “Hayo, pasti baru bangun ya bang?”, tanyaku yang ia
jawab, “Hehehe iya,”. Rutinitas di Taman Biota terdiri dari menyapu, memberi
makan si penyu dan lobster, baru selanjutnya membersihkan kolam tempat
hidupnya. Penyu yang ada di Taman Biota ada 2 jenis yaitu penyu hijau dan penyu
sisik. Perbedaannnya bisa dilihat dari pola pada tempurungnya. Penyu-penyu ini
diberi makan ikan selar yang sebelumnya harus dithawing dulu ke laut. Kolam
penyu besar terdiri dari dua penyu yang tersuspect laki-laki dan perempuan.
Usia penyunya 19 tahun, seumuran dengan kami, tetapi lebih muda dari Fazarani
HAHAHA. Lalu, kolam penyu ababil isinya ada 2 ekor penyu yang usianya 2 tahun.
Penyu yang 1 warnanya putih yang paling sensitive tapi paling disayang sama
Fazarani. Selanjutnya kolam penyu anak-anak isinya ada 6 penyu usia 6 bulan.
Ada 1 penyu paling cantik jenisnya penyu hijau, kesayangan si Fazarani juga.
Fazarani penyayang penyu, maklum kalau daritadi disebut (HAHAHA SEMUA PENYU
UDAH DIAJAK POTO AMA DIA GENGS, OIYA KECUALI PAPA MAMA PENYU, MANA KUAT DIA).
Kolam terakhir isinya lobster. Ada 3 lobster jenisnya lobster bamboo. Kepiting
juga ada, keongnya juga ada, koleksinya Bang Gogo kalau yang itu. Penyu papa
mama dan penyu ababil diberi makan tinggal dilempar ikan ke kolam sedangkan
untuk penyu anak harus dipotong-potong dahulu. Si lobster malah harus dibuat
fillet sebelum diberikan. Kalau yang memberi makan harus dimasak dulu ikannya
hw3h3h3. Setelah breakfast selesai, maka kolam dibersihkan dengan dikuras lalu
digosok dinding dan lantainya. Penyu-penyu juga ikut mandi dengan digosok pakai
sikat dan sikat gigi. Selesai semua bersih, air diisi kembali. Oiya, pakai air
laut yang fresh langsung dipompa. Kemudian kami say goodbye dengan Bang Gogo
dan kembali ke mess, mengerjakan laporan yang mulai mendekat.
Rani menggosok badan penyu bagian bawah. Btw yang dibawa itu mama penyu. |
Sore
seperti kemarin, kami nyeblung ke laut lagi. Masih mencari lamun, tetapi di
sebelah selatan pulau. Kondisi lamun di selatan pulau sedikit lebih hijau
daripada yang sebelah utara. Aktivitas manusia tidak sebanyak di sebelah utara
yang notabene dekat dengan dermaga dan lebih banyak rumah yang ada disebelah
sana. Kami melakukan hal yang sama seperti kemarin. Setelah selesai, kami
melakukan rutinitas ke taman terpadu dermaga beli gorengan sekalian ingin
mencari lauk di sana. Well, finally kami bosan juga dengan telur asin dan abon
yang kami bawa.
Lamun di selatan pulau berlatar belakang pembangunan sekolah besar-besaran di Pulau Harapan |
Kamis, 28 Desember 2017
Hari
ini tidak ada agenda dari Pak Pei karena data-data yang sudah kami butuhkan
telah terpenuhi. Sehabis rutinitas pagi aku dan Sekar pergi keliling Pulau
Harapan untuk melengkapi data-data dan dokumentasi mangrove yang belum sempat
tertulis saat kami keliling pertama bersama Pak Pei. Udara yang panas
menghentikan aku dan Sekar sejenak membeli es. Kulit muka kami sedang
puncak-puncaknya mengelupas. Oh sungguh betapa mbladusnya kami setelah melaut.
Siang
itu kami pergi jalan-jalan ke pulau sebelah. Selagi masih di Pulau Seribu kan.
Pulau Harapan sendiri menyatu dengan Pulau Kelapa, ada jalan yang menghubungkan
dua pulau ini. Kami berjalan cukup jauh menuju Kelapa. Sampai di Kelapa, kami
menuju dermaga Kongsi untuk selanjutnya menyeberang ke Pulau Kelapa Dua. Ojek
kapal seharga Rp2.500 mengantarkan kami ke Kelapa Dua dalam waktu 3 menit.
Kalau kata Pak Pei, renang saja bisa sampai sebenarnya (ya jelas lah pak,
njenengan certified diver-.-). Di Kelapa Dua sebenarnya kami juga tidak tahu
akan mengunjungi apa. Penduduk disini kebanyakan orang Bugis dengan rumah
panggungnya yang unik.
Menurut Pak Yo ada track mangrove di pulau ini dan
tempatnya instagramable. Seorang bapak yang baik hati mengantarkan kami ke
dekat Balai. Jadi di Kelapa Dua ini ada Balai milik TNL juga tetapi STPN I
Pulau Kelapa. Bangunan balainya dibuat semi rumah panggung, ala Bugis. Ada
penangkaran penyunya pula. Yang jelas, lokasi Balai sama-sama dekat dengan
pemakaman seperti di Harapan. Track mangrove berada di samping Balai. Kami
menyusuri jembatan papan kayu yang panjangnya hanya sekitar 200 meter. Di ujung
track ada bangunan gazebo yang dicat warna-warni sehingga lebih mirip dengan
warung burjo. Well, this place isn’t that much instagramable you’re lying to
us, Pak Yo=_= Aku sempat kaget melihat ikan banyak sekali yang berkumpul di bawah
warung burjo itu, mereka semua gerombolan ikan yang diam seperti sedang parkir.
Karena panas dang abut ternyata, kami memutuskan kembali ke Harapan. Kapal yang
langsung ke Harapan biayanya Rp5.000, lebih baik lah daripada kami mutar-mutar
Kelapa lagi seperti tadi saat kami mencari dermaga Kongsi.
Sampai
di Harapan kurang sore sehingga taman dermaga belum ramai, belum ada yang jual
gorengan. Akhirnya kami hanya membeli es degan a.k.a es kopyor. Sampai Balai
ternyata Bang Gogo sudah ada di atas pohon sukun. Alhamdulillah logistik pangan
kami menipis dan kami dapat sukun yang bisa digoreng hw3h3h3. Malamnya kami
mulai begadang mengerjakan laporan sambil mendengarkan Bang Gogo and friends
manggung sampai larut malam. (well literally mereka nyanyi-nyanyi kaya anak
cowok biasa malem-malem tapi lagu-lagunya religi gengs, bayangin sendiri ya).
Dermaga Pulau Kelapa |
Rumah Bugis |
Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN I Pulau Kelapa |
Ini warung burjonya, yang jaga si Ayu |
Mini track mangrove, Naila in frame |
Jumat, 29 Desember 2017
Aku
semakin merasa bahwa tanggal kepulangan kami makin dekat. Saat aku sudah mulai
nyaman, biasanya itu adalah saatnya untuk pergi. Hari ini adalah hari resmi
berakhirnya magang kami.
Pagi
itu mendung, untuk pertama kalinya selama aku disini. Rutinitas kami di Balai
sudah selesai jadi kami duduk-duduk di gazebo Taman Biota, menunggu siapa lagi
kalau bukan si Papa Penyu. Tak lama hujan turun, deras. Gazebo bocor di
beberapa titik membuat kami akhirnya kembali ke Balai, toh kalau hujan-hujan
seperti ini Bang Gogo pasti tidak datang.
Hujan pertama di Pulau Harapan. Sebuah kemageran yang haqiqi. |
Kami
belum masak sarapan sehingga yang ada kami mager dan kelaparan. Aku dan Sekar
memutuskan untuk membuat mi instan. Tenang, ini baru kali kedua kami makan mi
instan kok disini. Saat mi instan sudah siap, kami makan di tempat duduk depan
TV, bersantuy. Teman-teman yang lain kemudian turun dan ikut menyeruput mi
instan kami. Tak lama ada ibu-ibu penjual snack yang tiap pagi lewat di samping
Balai. Akhirnya kami beli beberapa snack untuk mengganjal perut kami hingga
entah kapan kami akan masak makanan. Rani yang tidak kuat kelaparan karena
sejak kemarin sore kami tidak makan nasi, mencoba memasak sup. Di tengah-tengah
memasak, gasnya habis. Air galon juga habis. Ya sudah lah kami para srikandi
mengeluarkan gerobak Balai untuk mengangkut membeli galon dan gas. Well, dari
beberapa kali kami beli galon disini, tidak ada yang mau mengantar ke Balai.
Hujan
reda sekitar pukul 10 pagi dan Bang Gogo sudah tampak sibuk di Taman Biota.
Kami segera menghampirinya dan melakukan rutinitas seperti biasanya. Selesai di
Taman Biota, kami kembali ke mess dan mengerjakan laporan. Aku benar-benar
mager untuk mengerjakan laporan hingga ternyata waktu sudah menunjukkan sholat
Ashar. Aku lalu turun menghadap laptop di meja kantor. Tak lama yang lain sibuk
di dapur menggoreng sukun dan begitu matang ditaruh di samping laptopku. Waduh
sudah mirip ibu penguasa Balai tinggal di snap masuk insta story. Malam itu
kami begadang hingga dini hari. Alhamdulillah sudah kelar.
Sabtu, 30 Desember 2017
Hari
terakhir kami berkegiatan. Rencananya kami akan bersih-bersih balai. Rutinitas
pagi di Taman Biota sambil berpamitan dengan para penyu karena esok pagi kami
tidak akan berisik lagi di taman sambil memberi makan. Sedih. Aku menyempatkan
diri mancing tapi tidak dapat heu. Umpan mancing disini pakai nasi. Saat aku
ingin melempar umpan, kailnya malah menyangkut di jilbabku. Ibu jariku juga
tertusuk kail yang membuatnya bengkak malamnya. Bang Gogo juga tidak mau
membantuku mancing. Sebel.
Bang Gogo tampak stress saat diajak selfie sambil dalam hati, "Untung ni bocah besok pagi balik." |
Saat
kami kembali ke Balai, air di tandon habis dan ternyata listriknya juga
sekarat. Jadilah kami tidak bisa bergerak dan malah tidur-tiduran. Pak Pei
tidak bisa dihubungi. Karena jengah harus menunggu lama, aku menghubungi bulekku
dan minta dikirimi pulsa token listrik dari Bantul. Aku pun mengisi kode dan
ngingggggg mesin menyala. Tandon akan terisi cukup lama dan aku melihat Taman
Biota cukup ramai, maka aku kesana. Akhirnya aku malah berbincang banyak dengan
Buk Mun dan Bang Gogo sambil menunggu air. Orang Pulau Harapan memang oke
banget kalau diajak ngobrol, ada saja yang bisa diomongkan. Topik yang paling
oke adalah tentang tipe-tipe mahasiswa yang magang maupun penelitian di Balai.
Wah kalau aku boleh merasa, mungkin kualitas kami di depan Buk Mun hanya dapat
C lah heuheu.
Si Putri Tidur menunggu listrik nyala |
Air
sudah bisa mengalir ke tempat cuci piring dan obrolan kami berakhir. Aku
meminta tolong Bang Gogo mengecek printer kantor untuk print proposal kami
sebagai tiket pulang. Setelah di coba, well, some problem was up on the printer
dan harus menunggu Pak Pei yang masih belum bisa dihubungi. Teman-teman mulai
turun dari khayangan sehingga kami mulai bekerja membersihkan Balai yang esok
akan kami tinggalkan. Hue sedih. Pak Sapei akhirnya datang sekitar jam 13.00.
Agenda
bersih-bersih sudah selesai. Sehabis Ashar kami pergi untuk beli oleh-oleh
sekalian jalan-jalan sore yang terakhir di Pulau Harapan. Kami mengunjungi
beberapa tempat yang menjual merchandise Pulau Harapan tetapi kebanyakan
kualitasnya tidak verified jadi desainnya kurang bagus. Aku lebih memilih
memberi kerupuk ikan lemuru yang dibuat oleh penduduk pulau. Sore itu juga kami
melakukan rutinitas sore jajan terakhir di taman terpadu dermaga. Akhirnya
bertemu dengan pak gorengan Ngawi yang ternyata hanya jualan gorengan saat
weekend dan hari lainnya berjualan es krim. Area taman terpadu dermaga ditutup
untuk motor karena akan ada perayaan tahun baru. Portal tutupnya dijaga oleh
Bang Sahrul. Kami sekalian pamit dan foto bersama.
Salam Lestari-nya Bang Sahrul. Ok my orange JHS training is always on point. |
Sampai
di Balai kami sudah ditunggu Pak Pei, ada Buk Mun juga. Rencananya kami akan
berpamitan secara formal. Tak lupa Bang Gogo yang harus dijemput di rumahnya.
Lengkap sudah ada Pak Pei, Buk Mun, dan Bang Gogo, orang-orang yang mengisi
hari-hari magang kami. Kami mengucapkan banyak terimakasih, a lot of thanks,
atas semuanya yang telah diberikan pada kami. Pengalaman, perhatian, kesabaran,
dan banyak pelajaran berharga yang lain. Kami menyerahkan plakat dan foto
bersama. Siapa yang jadi artis yang diajak foto satu persatu? Jelas bukan Pak
Pei, artisnya si Bang Gogo.
Full team. Btw yang merem itu namanya Pak Kisut. |
Buk Mun kami yang terhitz |
CIEEE BANG GOGO CIEEEE |
Foto terbaik yang berhasil diambil bersama pak Pei. Jangan tanya siapa yang nge-take. KATANYA SIH TOUR GUIDE TAPI KOK NGEPOTO BLUR YA BANG YA ADUH ABANGNYA SIAPA SIH😠😠 |
Malam
harinya kami sudah selesai packing, sudah terlalu malas juga untuk memasak jadi
ingin beli makan saja. Rani memiliki ide untuk beli makan mengajak Bang Gogo
supaya lebih murah (soalnya anak pulau, dan BG cerita beli cilung 5rb dapet 3
sedangkan kami 5rb sebiji doang) sehingga aku dan Rani (yang diutus untuk
pergi) datang menghampiri rumahnya. Well, apakah ada pengaruhnya mengajak Bang
Gogo beli ayam panggang? Oh ternyata tidak, bung. 4 potong ayam panggang itu
kami tata sedemikian rupa dengan nasi panas dan lalapan, mirip liwetan, ini
makan malam terakhir kami bersama. Setelah selesai, kami tidur, lebih awal dari
biasanya.
Kangen💔💔💔 |
Minggu, 31 Desember
2017
The
day has come, the day that I had to leave.
Kami
semua sudah bangun pukul 03.30, rekor bangun terpagi. Kami bergantian mandi
seperti biasa dan memastikan barang-barang kami benar-benar siap. Pukul 06.00
kami sudah turun dan menaruh barang-barang diatas becak. Dermaga ada di Pulau
Kelapa sehingga sekali lagi kami tidak ingin menangos membawa barang-barang
kami. Kami sarapan di dermaga dengan nasi uduk seharga Rp10.000. kapal
berangkat pukul 07.00. seperti biasa, aku, Rani, dan Sekar berada di bawah
menjaga tas. Antimo sudah dilahap, kami siap tertidur.
Ombak
cukup besar sehingga kami sempat terbangun saat ternyata kapal berhenti. Ada
penumpang yang entah salah tujuan sehingga pindah menumpang kapal yang lewat.
Perjalanan ke Muara Angke terbilang cepat. Pukul 10.15 kami sudah sampai di
dermaga, estimasi kami pukul 11.00. oke, berarti kita akan lebih lama
menggembel di Stasiun Pasar Senen.
Kami
sampai di stasiun sekitar jam 12.00, setelah ada drama sebelumnya. Tinggal
berempat, aku, Rani, Seka, dan Nafis. Rani pulang ke Citayam, Daulay pergi ke
Tangerang dengan saudaranya, dan Ayu naik bis dari terminal Kalideres. Stasiun
sangat penuh dan kami tidak boleh masuk. Kereta kami masih pukul 19.00. Rasa
ingin jalan-jalan dahulu ke Kota Tua, tapi barang bawaan yang menahan kami heu.
Akhirnya kami ngemper, seperti calon penumpang lain, di depan stand-stand
makanan, kami sih di depan Roti O, bau enak hehe. Kami tetap berada disitu.
Awal mula duduk dan sempat makan siang, lalu hujan datang begitu lebat. Atapnya
ada yang bocor, kami harus berdiri selama lebih dari 1 jam, tidak bisa
melakukan apa-apa selain mendekap barang bawaan kami. Hujan reda, lantai
mongering, kami duduk lagi. Ya begitulah keadaan kami selama 6 jam dengan muka
yang sudah tidak karuan.
YA YA YA GEMBEL STASIUN PASAR SENEN DEPAN ROTI 'O |
Petugas
akhirnya memperbolehkan kami check in dan kami menunggu di peron. Kondisi akhir
tahun membuat penumpang membludak dan banyak kereta tambahan sehingga jadwal
agak kacau. Senja Utama Yogya datang juga. Kami masuk dan duduk. Alhamdulillah,
pulang.
Senin, 1 Januari 2017
Semuanya
sudah sampai, di rumah masing-masing, atau sudah bersama keluarga
masing-masing. Tak lupa aku mengabari orang pulau, kami sudah sampai Yogya.
Supermoon di 1 Januari |
Terima kasih untuk
squad 7 srikandi yang super strong!
Ayu
Anggraini, si istri Kapolsek Sektor Kepulauan Seribu Utara, si tukang tidur. Ayu saking cantiknya sampe digatheli sama pak
kapolsek yang asli wong mBantul HAHAHAH. Lucu geli jijik gimana gitu ceritanya
mwahahaha. Tapi yang paling teringat dari Ayu adalah kebonya yang tidak
ketulungan, selo dikit, bablas tidur. Ayu tiap malam pasti telpon-telponan sama
si speedometer (HAHAH SPEEDOMETER). Makasih Ayu telah menggerakkan kami lagi dari
awal dengan yang paling greget kontak-an sama Balai hingga ngurus proposal modal
ngerecokin kating😘😘
Fazarani
Hasna Lukitaningtyas, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, si
tukang foto-foto, yang niat sebenarnya jalan-jalan bukan magang. Ya bukan Rani
namanya kalau tidak suka foto-foto yekan. Rani seneng masak, sehabis magang
katanya dia siap nikah. Dia paling tidak bisa tidur siang dan malemnya tidur
paling malam. Pernah di suatu malam aku dan Rani ngobrol banyak hal sampai
hampir jam 1 dini hari HAHA. Yang paling nyebelin adalah saat Rani sambat
bawaanya berat padahal aslinya b aja hih. Makasih Rani sudah mempunyai ide
magang di Kepulauan Seribu dan mengajakku WQWQWQ😆😆 Makasih buat tante Endang juga
yang sudah jadi sponsor buat magang ini wqwq😇😇
Naila
Husnayain, si ibu pimpinan DKP Provinsi DKI Jakarta, si ukhti yang terjujur
WQWQ. Uchak paling tertib, di semua hal. Tertib bangun, tertib tidur, tertib
makan, tertib masak, juga tertib untuk tyda makan indomie lebih dari sekali.
Uchak bawaannya juga sudah paling lengkap, masa minyak but-but aja dia bawa dan
untungnya berguna. Aku sama Uchak pernah jatuh saat mencoba mengganti galon, oh
sebenarnya itu kami yang goblok karena tidak tau how to refill galon yang baik
dan benar (setelah ngeliat bang Gogo melakukannya dengan tanpa muntahan dan
drama). Uchak sekali nyeletuk dan ekspresif, jelas itu sebenarnya adalah apa
yang sejujurnya kami rasakan disini, saat Daulay mulai marmos misalnya. Makasih
Uchak sudah mengurus dan mengedit segala macam surat, proposal, dan laporan,
makasih sudah jadi ukhti strong walaupun kalo mau pakai tas harus minta tolong
dulu wqwqwq😌😌😌
Dika
Resi Sekar Kusumajati, si istri kapten kapal (kapten siapa aja boleh), si
terwacana ngerjain laporan magang 2017. Sekar mempunyai banyak hal yang sama
denganku, termasuk alur pikiran kami. Sekar hampir sama kebonya kayak Ayu,
nomor 2 lah pokoknya, sekali nempel kasur atau yang empuk-empuk langsung
bablas. Paling tertib makan. Partner setia rutinitas sore di taman terpadu
dermaga. Bapaknya perhatian banget coba sama barang bawaan dia hft. Bocah ini
awalnya bikin marmos masalah tiket karena dia slow resp hhhhh dasyar. Dia
pernah bilang juga tidak tau bisa jadi ikut magang atau tidak karena masnya
yang mau nikah. Hilih akhirnya ikut juga lau. Makasih Sekar sudah paling gemati
soal barang bawaan, makasih sudah mengerti seorang Puspa Almas Rahina😚😚
Nafis
Endiana Ramadhanti, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
SPTN II Pulau Harapan, si mawut, si puacitan. Nafis bisa dibilang paling
ngelihan (kelaparan). Tiap pagi dia pasti bikinkan yang hangat-hangat untuk
kami (tinggal request mau apa). Nafis orangnya manut jadi no ribet ribet club. Yang
paling ternotice adalah kalau Nafis udah bicara dan logat Pacitannya keluar
WQWQ. Sebenarnya Nafis sudah cocok menjadi penduduk Pulau Harapan tapi
nampaknya dia tidak kecantol dengan siapapun di pulau-.- Makasih Nafis, aku
rindu susu kental manis hangat cokelat tiap pagi #ea😙😙
Rizka
Sri Wahyuni Daulay, si istri juragan gorengan Pulau Harapan, TERMARMOS 2017.
Sumpah dari awal aku tidak menyangka dia bisa ikut kelompok magang ini.
Masalahnya diantara kami, tidak ada yang dekat dengan si Daulay. Usut punya
usut, itu gara-gara Daulay menguping pembicaraan Ayu yang mengajak magang orang
lain. Tidak ada kata lain yang mendefinisikan Daulay kecuali kata MARMOS alias
MARAI EMOSI atau dalam bahasa Indonesia adalah BIKIN EMOSI. Entah itu karena
dia tidak nyambung dengan pembicaraan, atau kadang dia lemot. Pokoknya
hhhhhhhhh. Tapi Daulay jadi bestfriend yang baik kalau mau cuci baju
malam-malam, walau dia pernah meninggalkanku di area jemuran yang sampingnya
sudah ada makam. Aslinya baik sih, tapi marmos. Saking marmosnya, aku mau kenal
sama Daulay di Pulau Harapan aja. Di perikanan? Anggap saja kita tidak kenal
WUAHAHAHAHA. Canda deng, tapi tetep marmos #2. Makasih Daulay, sudah mengajarkan
KESABARAN untukku dan teman-teman yang lain😗😗
Terimakasih
juga untuk squad Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu Pusat dan SPTN II Pulau
Harapan!
Ibu
Evi yang telah memberi kami kesempatan untuk “liburan” di Balainya. Pak Budoyo
yang really helpful dan super-super baiknya, memberi kami saran ini itu. Tapi
super juga recehnya *candaan Pasar Senen. Pak Sapei atau yang di pulau lebih
hitz dengan sebutan bang Pay yang telah menjadi bapak asuh kami selama di Pulau
Harapan dan mau direpotkan karena harus mengantar kesana kesini. Pak Pei lebih
banyak no expression, kalau ketawa sama kita suka tertahan mirip tidak ikhlas
gitu huehue. Mungkin Pak Pei pusing dan syok juga menghadapi kami bertujuh yang
super unik binti berisik wa alay. Kapten Hasbullah a.k.a Aas yang termbois yang sudah dengan
certified dan verified mengemudi kapal menerjang ganasnya ombak bulan Desember
mengantarkan kami tour keliling pulau a.k.a patroli. Bang Sahrul yang sudah
menawarkan banyak bantuan selama di pulau. Lelaki yang ternyata sudah beristri
membuat Daulay patah hati HAHAHA. Pak Syahroni sang aktivis yang walaupun sudah
sepuh tetap certified and verified dengan waton nyeblung ke laut hanya dengan
masker. Buk Munajah, known as Buk Mun, yang telah menjadi ibu asuh juga selama
di Balai. Ibu terhitz se-Pulau Harapan-Pulau Kelapa yang kalau sudah ngobrol
sama beliau bisa sampai kemana saja dengan pergossipan yang cukup update
seantero Kepulauan Seribu. Dan yang terakhir yang paling sering kami ganggu
hidupnya selama kami di pulau, our dearest Bang Ghazali better called Bang
Gogo, si Papa Penyu, gondes kami yang sholeh, masih muda ternyata bahkan lebih
muda dari Rani HAHAHA. Dari awal diamnya bang Gogo menjadi target untuk
digatheli dan ternyata mission completed. Untung bang Gogo orangnya baik dan
syabar menghadapi kami yang tiap pagi mengerecoki hidupnya dengan para penyu
(atau mungkin juga terpaksa sambil dalam hati, “Sabar, Go, lu kudu sabar, mereka-mereka
ini cuma seminggu disini.”). Bang Gogo tampaknya kurang melancong sehingga
kurang mengerti beberapa kosakata gaul yang baru. Tapi dia lebih certified dan
verified mengenai hal dibawah air daripada kami. Ingat ya Abang masih punya janji mengantar kami keliling naik kapal sehabis sholat Jumat (btw aku syok tau dia juga bisa kemudi kapal WQWQ).
And the story ends here
guyssssss! But the memories aren’t :p
Teruntuk kalian yang
mau membaca sampai akhir, or at least scroll sampai akhir, cerita harian kami
selama magang, here’s some of our writing and posters!
Ingin
lihat laporan magang kami? Atau proposal magangnya? Boleh banget! Kindly
contact us at puspaalmas@gmail.com.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku masih di posisi
yang sama, kiri depan, mengantuk menunduk di pelampungku. Aku melihat lautan,
luas, rata, dan biru. Manusia jelas bukan apa-apa dibandingkan dengan kuasa
Tuhan-Nya. Aku hampir menitik saat aku menyadari, Allah tidak pernah salah.
Allah tidak pernah salah menempatkanku di sini, mempelajari ilmu-Nya yang ini. Maafkan
aku, ya Allah, terkadang aku masih kurang bersyukur atas nikmat-Mu. Terima
kasih yaAllah sudah membawaku kesini, melihat ciptaan-Mu yang begitu
mengagumkan, semoga yang aku lakukan kedepan dapat memberi manfaat bagi
semuanya.
Yogyakarta,
Dalam malam-malam yang
gabut dan sering masih susah move on,
Penuh cinta,