Sepertinya sudah lama, semenjak kita berpisah, dan aku memilih pergi.
Terlalu banyak, amat banyak hal yang terjadi, yang pada akhirnya mengantarkanku pada titik ini.
Apa aku melupakan?
Nyatanya rindu itu terus menderu, sejauh apapun aku berusaha menghindarinya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Ayah, terima kasih.
Engkaulah sosok pertama yang aku kagumi, melihat pribadi dan caramu memperlakukan orang-orang, terutama anak-anakmu yang baru. Sifat kebapakan jelas melekat dalam dirimu. Engkau telah mengajarkanku mulai dari tutur kata lembutmu yang kadang fafifu hingga menerjunkanku langsung dalam dunia yang tentang kuasa dan pengaruh. Engkau kerap membiarkan kami sendiri, hilang, tersesat, tetapi dengan cepat pula dapat menemukan kami, membawa kami pulang. Darimu aku belajar kasih sayang dan kepercayaan.
Bunda, terima kasih.
Engkaulah sosok yang selalu disamping Ayah, tetapi pertengkaran kalian memang lucu. Engkau adalah pribadi yang keras, kuat, dan tegar, namun aku tahu engkau telah mengalami banyak hal sehingga menjadikan itu sebagai tamengmu. Aku ingat, Bunda, malam itu saat kita berbagi cerita, yang pada akhirnya membuka mataku bahwa engkau memang sosok ibu bagi kami. Engkau hampir mirip seperti Ayah, kerap meninggalkan dan membuat kami tersesat. Engkau tidak datang menolong, sengaja menguji seberapa jauh nyali kami. Aku tahu, Bunda, kami selalu berhasil pulang. Darimu aku belajar kekuatan dan keberanian.
Kakak, terima kasih.
Engkaulah sosok penengah, diantara Ayah dan Bunda. Engkau selalu ceria, dibalik kisah panjang hidupmu yang aku pun tak tahu. Ah, asal kau bahagia sekarang, Kak. Allah pasti menyanyangi hambaNya yang sabar. Aku kerap melihatmu diam diantara pertengkaran Ayah dan Bunda, menunggu mereka berhenti. Darimu aku belajar kebijaksanaan.
Saudariku, terima kasih.
Engkaulah sosok kunci di keluarga ini. Entah kapan ini semua dimulai, tetapi aku amat menyayangimu. Engkau selalu memberi warna dalam keluarga ini. Semua orang menyayangimu, aku tahu itu. Aku tahu engkaulah orang yang amat hancur saat tahu aku akan pergi. Aku masih ingat tangismu yang lalu, mengatakan apa kau akan kuat tanpaku. Aku pun menjawab, kau akan baik, amat baik-baik saja, semua akan tampak sulit di awal. Aku memelukmu dan memantapkan diri untuk pergi. Aku pun berjanji, untuk selalu ada, kapanpun engkau membutuhkanku.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Malam ini aku merasa tidak baik-baik saja. Perasaanku sedang dipuncak lelahnya, namun aku mencoba menyibukkan diri saat tiba-tiba ponselku berbunyi. Ayah mengirimiku pesan, setelah sekian lama.
Air mataku mendadak mengalir tanpa aba-aba. Apa aku begitu merindukan mereka?
Ayah, apa aku salah meninggalkan keluarga ini?
Dalam tangisku aku mengingatmu, Saudariku. Ternyata akulah yang tidak begitu kuat. Seharusnya aku menangis bersamamu kala itu. Aku menangis, sendiri, mengenang betapa nyaman dan hangat keluarga ini. Sebuah kenyamanan nan ajaib yang tetap mampu membuatku berkembang. Sungguh kasih sayang yang selalu tercurah dan rangkulan yang amat erat.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku lelah, Ayah
Aku rindu
Tiada hal yang mampu mengobati rindu ini kalaupun semuanya kembali
Semua orang telah berubah, sebuah hal yang lumrah
Akhirnya semua ini biarlah menjadi kenangan
Biarlah aku untuk selalu merasa beruntung berada dalam keluarga ini.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Terima kasih sekali lagi untuk menanyakan kabar, Ayah
Entah itu benar-benar karena kamu mengingatku atau ternyata ada yang menyuruhmu
Aku hanya berdoa, semoga Ayah, Bunda, Kakak, dan Saudariku selalu baik-baik saja.
--yang hilang, tak kembali.