Wanna search something?

Saturday, October 26, 2019

Benan: KKN-PPM & Sepotong Hati yang Tertinggal

        Selama aku hidup 21 tahun, mungkin inilah perjalan terjauh yang pernah aku lalui bersama orang-orang yang ternyata begitu kusayangi. Perjalanan dimulai dengan jalur darat, petang itu 28 Juni 2019, naik bus dari Yogyakarta sampai Jakarta. Keesokan harinya kami turun di Cengkareng, masuk ke terminal 2A Soekarno-Hatta. Kami menunggu beberapa jam sambil sedikit membersihkan badan (terakhir mandi mungkin siang sebelum upacara pelepasan). Pesawat terbang membawa kami melintasi Sumatera  hingga akhirnya turun di Hang Nadim, kami sudah sampai Batam. Sekda Kabupaten Lingga dan sebuah angkot cukup besar sudah menyambut kami untuk kembali melanjutkan perjalanan. Berdesakan selama lebih dari 1 jam menuju pelabuhan di Cakang, 2 buah kapal BNPB Kabupaten Lingga sudah menanti kami. Langit Laut Cina Selatan sore itu sedikit mendung dan menyisakan gerimis serta ombak besar menyertai perjalanan kami. Sejam kemudian telah tampak pulau-pulau hingga akhirnya sampailah kami di dermaga Pulau Benan.

Upacara pelapasan KKN-PPM UGM Periode II Tahun 2019, Lapangan Pancasila
Selfie pertama di Batam, di dalam angkot mini (selfie diambil sebelum barang-barang masuk menutupi wajah kami semua)
Pagi pertama di Benan, masih putih syudududu~~
          Kami tim KKN PPM-UGM Lingga 2019 dibagi menjadi 4 Sub-Unit yang bertugas di Desa Benan & Desa Pulau Bukit. Aku sendiri berada di Sub-Unit I Desa Benan yang terdiri Hera, Amy, Vina, Halim, Rofi, Jamal, dan Joshua. Ke-empat Sub-Unit dipondokkan di 4 rumah yang semuanya ada di Pulau Benan. Pondokan pertama yang paling timur merupakan rumah milik pak Ali Sadikin, ketua RW II, yang beristri mak Hayati, ayah dari Rizki & Rara. Pondokan ini diisi oleh anggota laki-laki dari Sub-Unit Benan. Kemudian yang paling barat ada pondokan yaitu rumah milik Datuk Ayid dan Nenek Rahmah yang dihuni juga oleh putra tuk Ayid yang kedua yaitu PakNgah In, istrinya kak Tin, dan kedua anaknya yaitu Syifa dan Bima. Selain itu tinggal pula cucu dari anak pertama yaitu bang Sona dan cucu dari anak ketiga yaitu bang Riski dan Azwan. Kami tujuh perempuan Sub-Unit Benan yang terdiri dari Hera, Shelly, mba Intan, Vina, Amy, dan Ayuk, tinggal bersama satu kamar yang tiap malam tidur mirip pindang ikan. Di tengah-tengah ada pondokan milik pak Medi, suami dari bu Mas, ayah dari Nabil & Naufal. Ada 2 rumah, yang satu diisi perempuan dan satunya laki-laki dari Sub-Unit Pulau Bukit. Pondokan anak Bukit ini yang paling dekat dengan pondokan Benan cewek, jadi kami sering mampir dan kadang menikmati sunset bersama. Oiya, semua rumah merupakan rumah kayu yang berada di atas laut. Getaran dan suara ombak sudah menjadi teman kami sehari-hari.


Cewek pondokan tuk Ayid 😎
Ini view sunset dari pondokan Bukit

Manusya para penikmat senja
        Minggu pertama kami di Benan dilalui dengan kegiatan observasi. Kami berjalan dari ujung ke ujung pulau, berbual dengan warga, bermain bersama budak-budak kecik, dan belajar dinamika menjadi orang Benan. Dua hal yang amat berbeda di Benan yang membuat kami menjadi belajar banyak hal yaitu listrik dan air bersih. Listrik di Benan hanya menyala mulai jam 6 sore hingga 12 malam saja. PLN belum beroperasi walaupun sudah ada bangunan milik PLN di ujung pulau sehingga warga bergantung pada genset bersama yang menerangi malam-malam warga Benan. Air bersih tersedia, tapi tidak banyak dan berada di mata air di dekat hutan. Air yang sudah difilter tersebut dialirkan melalui pipa-pipa yang nanti berujung di keran-keran air di sepanjang jalan utama desa. Air keluar tidak menentu, terkadang jam 2 siang saat Nenek kerap berteriak "Air jalan air jalan!" dan meninggalkan semua aktivitasnya. Beberapa warga memiliki saluran pipa yang langsung menuju rumah sehingga air yang keluar harus segera ditampung dan dipindahkan di ember-ember besar. Warga yang tidak punya pipa langsung, harus segera membawa ember dan mengantri keran. Air jalan di pipa tidak lama, mungkin hanya sekitar 2 jam yang cukup mengisi kebutuhan air rumah tangga, sedangkan di keran biasanya aliran air sudah mati menjelang Maghrib. Itulah hal yang amat berbeda yang biasanya kami di Yogya sangat mudah mendapat 2 hal tersebut, disini kami harus banyak bersabar.

Mba Intan ambil air😏
          Kegiatan kami bertujuh penghuni pondokan cewek Benan di minggu pertama dapat dipastikan begitu-begitu saja ahaha. Bangun Subuh, dilanjutkan tidur lagi atau cuci baju di sumur umum yang airnya merah. Oiya, untuk menghemat air, pagi hari kami tidak mandi, cukup cuci muka dan gosok gigi saja. Setelah itu kami merapat sarapan di kedai mak Kas yang ada di depan pondokan. Semua menu seharga Rp5.000 sepiring. Hampir semua harga makanan di Benan 5rb saja, ada beberapa warung selain punya mak Kas, biasanya di kedai mak Cahaya dengan menu andalan mie lendir. Sayangnya agak jauh dari pondokan, jadi kami lebih sering dan pasti ke mak Kas. Menu ayam itu super jarang dan langka.

Lontong sayur

Sate ayam

Nasi lemak lauk ikan masak merah

Gado-gado


Iya, semua 5rb ajaaa
          Kemudian kami minum obat malaria atau lebih sering disebut Doxy. Setelah itu kami biasanya jalan observasi sesuai rencana kegiatan masing-masing. Menjelang siang biasanya kami sudah kembali ke pondokan dengan membawa jajan masing-masing. Jajanan disini sebenarnya itu-itu saja tetapi menjadi amat berharga. Kebanyakan jual es seperti pop ice dan kawan-kawannya secara disini memang lumayan panas (33C all the time). Kalau makanan paling fav adalah martabak telur yang jual maknya Ririn, atau kadang beli kue ikannya kak Niar, atau lagi tela-telanya Yuyun. Beli es krim nunggu kalau ada orang Batam datang. Paling unik adalah kalau beli jajanan dibungkus plastik, plastiknya pasti ditali di ujung, ternyata lumayan ergonomis konsepnya haha.

Martabak telur, 3k aja

Es cendol, 2k aja

Tela-tela, 3k aja

Ice cream sandwich, harus nunggu orang Batam dateng dulu, 5k aja

Ini kudapan most favourite, nasi goreng maupun mie goreng di mak Along😂
13k aja sist pake telur egg benedict
         Cuaca panas membuat kami memilih berdiam di pondok dan tidur siang ahaha. Sore hari kami bangun dan bersiap ambil air. Kami mengambil air kira-kira 100 meter dari keran air sampai ember kamar mandi. Awalnya kami membawa dengan tongkat kayu mirip warga, tetapi leherku kecetit dan jadilah kami bawa pakai gerobak yang kusebut si Honda Jazz Merah. Kami mengambil air sejumlah orang saja, yaitu 7 ember. Selesai ambil air dilanjut mandi dan memasak makan malam, minggu pertama sih masih banyak bahan makanan dan masih selo, jadi masih sempat masak. Kemudian biasanya ada rapat sampai malam dan kami langsung tertidur ditemani alunan debur ombak. Kami sempat pula pergi berkarang, jalan kaki menuju pantai ujung barat dan kembali sambil berkarang alias lewat laut bukan lewat jalan setapak. Satu hal yang tidak akan aku lakukan lagi di Benan, capek:)

Me n my Honda Jazz
          Minggu kedua ketiga keempat kelima dan keenam adalah waktunya menjalankan program. Tim ini terdiri dari 4 kluster yaitu Agro, Medika, Saintek, dan Soshum. Aku merupakan anggota dari kluster Agro yang terdiri dari mas Farras (kormaterque), Amy, Berna, Tasmin, mas Zaki, dan Adi. Program utama yang kujalankan jelas soal pengolahan hasil perikanan. Agak mumet awalnya guys karena aku anak Perikanan sendiri, menghadapi kondisi perairan dimana-mana. Tidak ada orang yang benar-benar bisa diajak brainstorming karena well mereka semua punya fokus masing-masing. Aku melaksanakan beberapa program pengolahan seperti pembuatan abon ikan, nugget ikan, bakso ikan, sama stik ikan. Selain itu juga beberapa program agro non-perikanan seperti menanam tanaman hias dengan hidrogel, minum susu bersama, hingga edukasi lingkungan.

Squad emak emak hitzzZ

Laktasi (Langkah Kita Susukan Indonesia)


Menanam bambu rejeki dengan media hydrogel bersama budak-budak kecik
         Aku memang banyak bekerja dengan kawan agro Benan yaitu Amy, mas Zaki, dan Tasmin. Tetapi aku juga harus ikut mengcover proker perikanan yang harus dijalankan di Pulau Bukit yang berisi Berna, Adi, dan mas Farras. Jadilah pernah kita anak Agro menjalankan proker di Pulau Bukit benar-benar hanya bertujuh haha. Selain itu banyak sekali proker Agro titipan dari PIAT UGM. Kalau yang ini sih Amy masternya. Jadi akan sering ditemukan anak Agro yang berjalan pasti sambil memungut sampah plastik yang bisa dipakai untuk wadah pembibitan sayur, atau sering pula melihat anak Agro ambil dan gotong-gotong tanah. Program kerja peternakan (ini si Tasmin sama Adi) juga tidak kalah seru, dari minum susu bersama sampai sosialisasi kambing (sumpah soal si kambing ini hebat sekali kalian). Kerja sama mereka less-drama banget, sayang sekali deh. Satu hal paling drama adalah hilangnya tanaman bambu rejeki yang kami bawa dari Jogja. Iya, kami bahkan membawa pupuk kandang juga gengs. Mas Farras paling stress soal hilangnya si bambu karena doi yang bawa, katanya ditaruh di totebag yang kemudian menghilang secara misterius. Berhari-hari sudah bambu itu dicari hingga mendekati proker hidrogel tiba. Akhirnya, secara misterius ketemu di totebag milik Halim di pondokan Benan cowok :) 

Nah ini yang dikata sekluster rasa se sub unit, waktu proker di Bukit


TERIMAKASIH SAYANG💖
          Namun aku juga pernah mengalami kegalauan dan ke-cranky-an yang hqq saat waktu itu aku akan running proker tetapi ikan sebagai bahan baku utamanya tidak ada hari itu:'') Aku begitu lemas dan memilih tidur seharian setelah pagi-pagi aku ke kedai ikan tidak menemukan ikan satupun, yang ada hanya sotong dan hiu. Masa aku membuat abon hiu?? Bisa-bisa aku dicekal sama PETA! Hingga sore harinya mba Intan membangunkan dari tidur galauku untuk ke kedai ikan milik koh Acay. Alhamdulillah dengan kekuatan basmalah, sore itu sudah ada ikan yang datang *thanks bgt mba:'))

aq dan ikan q
          Kemudian selain bahan baku ikan, yang membuat galau adalah bahan bakar memasak! Waktu itu pernah kapal belum masuk ke Benan sehingga semua minyak dan gas kosong. Untung ada pondokan Bukit baik sekali mau kasih pinjam gas mereka, yang kedua ada makcik Ani yang bersedia rumahnya ditempati untuk trial membuat produk. Pahlawan utamanya tetep mak Kas sih. Rumah beliau kami tempati jadi lokasi diselenggarakannya pelatihan pengolahan ikan. Semua alat sudah disiapkan sama beliau. Mak Kas juga masak nasi, katanya selesai masak supaya bisa makan bersama huhuhu terharu parah.

Pokoe seluruh peralatan rumah tangga punya mak Kas terpakai😂
          Selain program utama yang kujalani, aku juga menjalankan program bantu milik kawan se-Sub-Unit. Beberapa program yang aku lakukan salah satunya adalah ikut Hera mengajar di kelas Nasionalisme dan kelas Sastra untuk siswa SD dan kelas Kerajinan untuk siswa SMP. Anak-anaknya super aktif dan responsif jadi selalu semangat untuk bertemu mereka di awal minggu. Selain itu aku sempat membantu program pemetaan hingga ke Pulau Nopong bersama Shelly, mba Intan, Jamal, dan Ridho. Aslinya jalan-jalan keliling pulau sih *eh. Aku juga sempat pergi ke Daik, Lingga. Tujuan utamanya mengunjungi Bupati dan Dinas-Dinas terkait sedangkan tujuanku adalah membeli HP baru. Iya, HP baru. HP-ku mendadak mati di hari ke 20 sedangkan posisiku harus tetap mengerjakan outline skripsi dan tidak mungkin terus menggantungkan tethering dari teman-teman heuheu.

Kelas Nasionalisme di kelas 4 SD 006 Senayang. Terbaik dan tercinta💗


Kelas Kerajinan di kelas 8 SMP 06 Senayang, kelasnya bang Sona
Kantor Bupati Lingga di Daik, bertemu bapak Asisten II Bupati

Masih di Daik, bertemu ibu wakil Bupati Lingga

Pulau Nopong bersama wanita tangguh yang pengen kabur dari Benan

Squad yang digabur pergi ke Nopong
           Dua minggu terakhir menjadi yang terberat karena hujan tidak kunjung turun di Benan. Air dari keran pun tak nyala bahkan dari pipa rumah pun hanya keluar sedikit. Pernah terjadi kondisi kamar mandi benar-benar tak ada air seharian dan kami tidak sempat ambil air kecuali hanya untuk mandi. Jadilah kami menggantungkan air dari masjid dan kalau malam sikat gigi dan cuci muka di keran mushola (masjid lebih jauh soalnya hehe). Selain itu listrik benar-benar padam! Sungguh malam-malam yang benar-benar gelap. Untung rumah tuk Ayid mempunyai genset sehingga lumayan untuk bisa sekedar charge HP. Namun untuk charge laptop, tetap harus pergi ke pondokan cowok Benan. Jadi ada beberapa rumah warga yang tetap listriknya menyala yaitu yang punya genset pribadi atau punya aliran dari genset tower telepon seluler. Oiya aku juga sudah putus minum Doxy di hari ke-25, mungkin karena efek kerasnya mengenai kerongkonganku sehingga sakit ulu hati saat menelan. Benan memang endemik malaria tetapi status itu telah dicabut 5 tahun lalu sedangkan posisi seluruh tim sudah minum antibiotik itu yang harus ditelan hingga 80 hari alias 80 tablet.
            Kami merayakan hari raya Idul Adha tahun ini di Benan, kali pertamaku lebaran haji di luar rumah. Alhamdulillah, tahun ini ada sumbangan kurban lembu sampai ke Benan. Takbir keliling diadakan di malam hari selepas Isya, dimulai dari masjid dan berjalan dari ujung RT 01 hingga RT 07. Kami semua dipinjami baju kurung untuk dipakai saat hari Raya. Paginya, dilaksanakan sholat Ied bersama di masjid. Sungguh suasana yang menyenangkan bagi semua orang. Setelah itu dilakukan potong hewan qurban kemudian keliling kampung. Sudah menjadi tradisi di Melayu, entah itu Idul Fitri maupun Idul Adha, orang-orang muda akan berjalan dan singgah ke rumah orang yang tua dan dituakan. Setiap rumah pun sudah memasak rendang ayam dan ketupat, mengajak semua anak KKN untuk singgah ke rumah mereka. Hari itu kami berhasil mengunjungi 12 rumah dan sudah dipastikan sangat kenyang.


Sama atuk dan nenek

Bentukan Agro kalo lagi ngga proker
Kudapan di rumah Kak Tin

Ada laksa di rumah mak Kas, makanan khas Lingga berupa sagu yang diberi kuah ikan
        Minggu terakhir kesibukan kami adalah membuat laporan kegiatan dari program yang telah terlaksana. Minggu itu pula muncul rasa berat bahwa kami akan segera meninggalkan Benan. Tawaran makan perpisahan pun sudah sering kami terima, bahkan ajakan menginap di rumah warga yang lain. Seolah warga mulai merasa bahwa keramaian kecil yang kami buat 1,5 bulan terakhir akan terganti dengan senyap seperti sedia kala. Malam perpisahan waktu itu diadakan sembari pelantikan Paskibra Kecamatan Katang Bidare. Makan bersama dilanjutkan menari bersama.

Makan-makan di rumah makan koh Acay

Malam perpisahan
Dibuatkan makan malam sama kak Tin terus makan di teras, terharu sekali😭😭
         Hari terakhir kami di Benan adalah hari Sabtu, 17 Agustus 2019. Pagi-pagi kami telah mengemasi koper dan tas untuk dibawa ke pelabuhan. Selesai upacara Peringatan Kemerdekaan RI ke 74, selepas dzuhur, kami mulai berjalan meninggalkan pondokan setelah berpamitan dengan Atuk dan Nenek. Ramai. Pelabuhan ramai dengan isak tangis. Kapal sudah siap dan satu persatu dari kami naik. Mesin sudah menyala, meninggalkan lambaian dan harapan, semoga suatu saat nanti kami dapat kembali lagi.

Kecoret semua nggak sih akhirnya😂

Emak-emak adalah sumber kekuatanq. Terimakasih tiada henti makcik-makcik semua😘
Bersama keluarga Long Boai, anak pertama atuk & nenek
Sona & Sonia
HAHAHAHA ternyata kuat juga qta gengs💋
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terimakasih, Benan.
Terimakasih untuk bisa kupanggil rumah.
Terimakasih untuk memberikanku pelajaran bahwa hidup ini tiada yang sempurna, tetapi dibalik itu kita akan kuat karena kasih dan sayang.
Aku titip sepotong hati, semoga bisa segera kembali.

yang akan selalu rindu,

Puspa

Sunday, October 13, 2019

Benan: Pesona dari Katang Bidare

          Kabupaten Lingga, disebut juga Bunda Tanah Melayu, merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Kepulauan Riau. Lingga yang juga terkenal dengan keberadaan Gunung Daik bercabang tiganya mempunyai banyak gugus pulau baik yang bernama maupun tidak, pulau Benan salah satunya. Mari kita bercerita tentang Benan!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
       Senja di hari Sabtu, 29 Juni 2019, setelah satu jam terombang-ambing ganasnya ombak Kepulauan Riau pertengahan tahun dari Batam, disambut dengan alunan musik dari kompang, kali pertama kami menjejakkan kaki di pulau ini, Benan. Tak pernah terlintas dipikiran kami semua, 30 mahasiswa KKN-PPM UGM 2019, akhirnya benar-benar sampai di pulau yang telah menjadi angan-angan kami beberapa bulan terakhir.
          Desa Benan merupakan ibu kota dari Kecamatan Katang Bidare, kecamatan yang baru saja dimekarkan dari Kecamatan Senayang. Secara geografis, Desa Benan terdiri dari Pulau Benan dan Pulau Nopong. Kebetulan kami ditugaskan di Desa Benan dan Desa Pulau Bukit yang terletak setengah jam naik pompong dari Benan. Bicara soal pompong, itu merupakan moda transportasi andalan warga lokal untuk singgah ke pulau-pulau sekitar atau bahkan bisa sampai Tanjung Pinang! Pulau Benan tidak terlalu besar dengan luas 190 ha dan dihuni sekitar 200 kepala keluarga yang tersebar di 7 RT. Pulau ini digadang menjadi salah satu desa wisata andalan Lingga karena pesona alam yang ditawarkannya.

Gerbang wisata Benan yang akan menyabut para wisatawan
           Warga Benan sebagian besar merupakan orang Melayu dan ada beberapa keluarga peranakan Tiongkok. Bahasa yang digunakan juga bahasa Melayu, sesuai dengan sebutan Bunda Tanah Melayu tadi, dengan beberapa istilah khas yang dimiliki tiap-tiap pulau. Rumah warga memang kebanyakan berada di atas laut, hanya sedikit yang rumahnya di darat. Orang-orang disini ramah-ramah dan suka diajak berbincang atau mereka sebut "berbual".


Rumah di Benan
          Hampir semua orang aku panggil Pakcik, Makcik setiap berpapasan. Pakcik secara umum panggilan untuk orang yang sudah kita anggap sebagai bapak, begitu pula makcik untuk orang yang sudah kita anggap ibu. Panggilan "abang" untuk pemuda dan "kakak" untuk pemudi. Makanan khas Benan kurang lebih sama dengan makanan khas dari Kabupaten Lingga. Nasi lemak dengan sambal bilis merupakan kuliner yang akan mudah ditemui setiap pagi di Benan. Kalau sedang beruntung alias ada yang jual, mie lendir pun bisa ditemui. Mata pencaharian sebagian besar warga Benan bergantung pada dari hasil laut. Para bapak di Benan biasa melaut one day trip dengan armada pompong masing-masing berangkat pagi hari dan pulang menjelang Maghrib. Ibu-ibu tidak kalah sibuk untuk membantu suaminya, banyak ibu-ibu membuat usaha makanan kecil-kecilan mulai dari kue ikan, kerupuk ikan, hingga beberapa kue khas Lingga seperti putu piring. Selain itu para emak sering pergi berkarang yaitu mencari kerang di pagi hari saat laut surut untuk selanjutnya dijual. Beberapa warga juga mempunyai kebun di hutan yang berisi pohon buah-buahan seperti yang paling sering ditemui adalah cempedak.

Perkampungan Benan
Masjid, terletak di tengah pemukiman
           Bicara soal pesona alam di Benan, keindahannya sudah tidak perlu diragukan lagi. Beberapa titik yang bisa dikunjungi di pulau ini seperti:
1. Pantai belakang Benan
          Pantai belakang Benan terletak di sebelah utara pulau. Pantainya memanjang, cukup landai, dan masih bersih. Tidak ada aktivitas perikanan karena di pantai sisi ini memang khusus untuk pariwisata. Pandangan langsung melihat laut Cina Selatan dan apabila cuaca cerah dapat terlihat Pulau Mensanak dari kejauhan. Ombaknya tidak terlalu besar dengan angin semilir yang melewati sela-sela pohon kelapa di pinggir pantai. Pemerintah telah membangun beberapa cottage yang disewakan bagi wisatawan yang ingin menginap. Harganya cukup terjangkau, sekitar Rp250.000,00 semalam untuk cottage biasa berupa 1 rumah dengan 1 kamar tidur, 1 kamar mandi, dan ruang tamu. Ada juga cottage yang lebih besar dengan harga yang lebih mahal tentunya. Total ada 4 cottage yang sudah dibangun. Kami para mahasiswa KKN paling senang saat rapat di pinggir pantai ini atau kadang sekedar melepas penat dan duduk-duduk di gazebo yang sudah tersedia sambil sambat.





Apabila berjalan ke timur dari pantai akan menemukan banyak bebatuan seperti ini
2. Bukit Jepun
           Bukit ini merupakan tempat tertinggi di Benan. Letaknya di ujung timur pulau. Konon katanya dinamakan Bukit Jepun karena pada zaman dahulu ada tentara Jepang yang pernah singgah di bukit ini. Dari atas bukit dapat melihat pemandangan pulau.
View dari Bukit Jepun
3. Pelabuhan Bakau
      Pelabuhan Bakau ini sebenarnya masih satu area dengan villa milik orang Batam yang membangun jembatan membelah rimbunnya mangrove, masih di ujung timur pulau. Jembatan kayunya tidak terlalu panjang, tetapi sudah cukup jika ingin melihat sunset tanpa terhalangi rumah-rumah warga. Syahdu.




Kenampakan rimbunnya mangrove
4. Pantai ujung barat
          Pantai di ujung barat ini amat jarang dikunjungi orang. Selain karena jauh dari pemukiman, membelah hutan, dan cukup banyak nyamuk. Paling nyaman menuju pantai ini adalah naik sepeda karena kalau jalan kaki hmm cukup jauh. Pengunjung tinggal menuruti jalan setapak beton hingga ujung barat dan menemukan pantai. Sampai disana akan disuguhi pemandangan birunya laut dengan ombak yang begitu dekat dan tenang. Sudah mirip private beach!


5. Hutan tengah
          Wah? Mengapa hutan? Karena tempat ini asyik untuk dieksplorasi! Tetapi harus bersama warga lokal ya, nanti tersesat hehe. Vegetasi di hutan ini masih bagus dan terdapat beberapa hewan liar seperti kera. Ada mata air juga di tengah hutan yang menarik untuk dilihat. Apabila pergi bersama warga ke kebunnya, pasti akan diajak memetik buah langsung dari pohonnya.

6. Pelabuhan
           Jika ingin bersantai menikmati angin tapi tidak ke pantai, ke pelabuhan solusinya! Pelabuhan di Benan terdiri dari jembatan memanjang kira-kira 500meter menuju laut dan diujungnya terdapat bangunan berupa ruang tunggu penumpang dan dermaga itu sendiri. Warga kerap menghabiskan sore hari dengan berjalan-jalan di pelabuhan atau kalau wisatawan dapat singgah ke warung-warung di pinggir jembatan salah satunya warung favorit kami yaitu warung Mak Along (jangan lupa reservasi dulu kalau mau makan:p) sambil melihat sunset!




Bangunan ruang tunggu pelabuhan
         Sebagai desa wisata, perihal budaya tentunya akan ikut disorot. Adat Melayu tentunya masih kental di Benan dengan adanya Lembaga Adat Melayu atau sering disebut LAM yang diketuai oleh Datuk Sahlan. Musik kompang yang sempat menyambut kedatangan kami merupakan salah satu rangkaian upacara penyambutan tamu dan setelah itu dilanjutkan tarian persembahan dan makan sirih. Joget yang terkenal adalah joget Dangkong. Sebuah tarian sederhana yang diiringi alunan lagu Melayu, semua orang pasti bisa dan suka. Seluruh kegiatan kesenian di Benan dikoordinasi oleh Sanggar Seni Benan Bertuah. Para kawula muda Benan termasuk bersemangat dalam mempertahankan kesenian asli Melayu. Setiap minggu rutin diadakan latihan kesenian mulai dari tari-tarian hingga pencak silat.






          Setiap hari Jumat, anak sekolah dan seluruh pegawai di Kabupaten Lingga diwajibkan memakai baju adat yaitu baju kurung. Semua orang tampak sangat cantik dan tampan, asli, Melayu banget!


Pakai baju kurung, dipinjami untuk Idul Adha :)
          Sebenarnya cukup mudah apabila ingin berwisata ke Benan. Dari pelabuhan di Batam maupun Tanjungpinang, silahkan naik feri Lintas Kepri atau Lingga Permai. Kedua kapal ini pasti sehari sekali singgah di Benan dan super nyaman di dalamnya. Tinggal cek saja jadwal berangkat, jangan sampai ketinggalan!