Wanna search something?

Monday, December 23, 2019

END-YEAR SHORT GETAWAY: TLD#1

Desember sudah berjalan paruh ketiga, penelitianku belum mulai jua, wahai L-histidinku dimana engkau berada?
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
        Akhir tahun biasanya kuisi dengan what so-called end-year getaway, aku dengan kondisi gabut menunggu si bahan penelitian, berusaha mencari-cari kegiatan. Duh ngapain y. Kemudian si Muning a.k.a mba Intan secara tiba-tiba mengajakku mengikuti salah satu acara dari komunitas Tandur Bumi yaitu Tandur lan Dolan #1. What? Apaan tuh?

        Tandur Bumi, in a brief, merupakan salah satu komunitas yang bergerak di bidang pertanian dan konservasi lahan. Fokusnya adalah menanam bumi ini dengan berbagai macam tanaman sesuai dengan riset yang telah mereka lakukan sebelumnya. Jadi nggak main tanem aja y. Penanaman biasanya dilakukan di desa-desa, sehingga langsung terjun ke masyarakat. Orang-orang didalamnya banyak berasal dari background pertanian terutama agronomi dan mereka sangat terbuka sekali bagi non-pertanian untuk bergabung. Kegiatan utama mereka sejauh ini ada 3 yaitu Sobo Ndeso, Tandur lan Dolan, dan aduh satunya lupa namanya (maaf gais). Sobo Ndeso kegiatannya berisi sharing pengetahuan dibarengi dengan kegiatan per-tanaman-an di sebuah desa, kemarin sudah dilaksanakan di Bantul dengan agenda mencangkok jambu kristal bersama pemuda desa. Kedua ada Tandur lan Dolan, ini yang aku ikut, nanti deh ceritanya hehe. Ketiga yaitu yang aku lupa namanya wkwk. Seingatku kegiatannya berupa peningkatan skill menanam bagi yang menginginkan. Cek sendiri deh di medsos mereka di instagram @tandur.bumi atau langsung email ke tandurbumiyk@gmail.com.

        Tandur lan Dolan #1 atau disingkat TLD#1 yang aku ikuti kali ini berlokasi di Desa Banyuroto, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan berlangsung pada tanggal 20 - 21 Desember 2019. Cukup membayar 70k, volunteer sudah mendapatkan bibit, topi Tandur Bumi, akomodasi, dan fun trip. Jumat sore kami semua berangkat menuju Banyuroto diiringi hujan. Aku berboncengan dengan mba Intan, pakai motornya mba Intan untungnya, karena ternyata desa ini terletak setelah Ketep Pass. Aku tidak bisa membayangkan betapa kasihannya si Spacy putih-ku apabila dipaksa melewati tanjakan panjang menuju Ketep hhh alhamdulillah yah. Kabut mulai turun saat kami mulai merayapi tanjakan, suasana senyap dengan bekas aroma hujan. Satu kata, dingin. Selepas adzan maghrib, akhirnya kami sampai di pondokan yaitu rumah Pak Kaka di RT 03. Kami beristirahat dan berbincang dengan sesama volunteer sebelum nanti malam akan ada pertemuan dengan warga.
        Pertemuan diadakan sekitar pukul 8 malam di balai desa Banyuroto yang terletak di atas cukup jauh dari pondokan, dinginnya jangan ditanya lagi lah. Agenda pertemuan yaitu mengenalkan Tandur Bumi dan kegiatan yang besok akan kami lakukan. Eh ternyata ada diskusi soal pariwisata Banyuroto juga, saya sih mendengarkan sahaja hehe. Melingkar bersama warga begini selalu saja membuat memori masa lalu terpanggil. Diskusi berlangsung lumayan lama, kami turun dari balai sekitar jam setengah 11 malam. Anyway, dari 6 volunteer, 3 orang merupakan anak dari tim KKN yang sama yaitu siapa lagi kalau bukan saya, mba Intan, dan Halim, lalu di panitia ada satu yaitu tak lain tak bukan adalah Berna. Sayang sekali Halim tidak pakai parka Nyala Lingga.

KKN vibes nggak seh, terutama 3 cewek paling depan😊
        Pagi hari aku terbangun selain karena dingin juga karena alarm milik Fathiya, salah satu volunteer lain. Setelah Subuh aku tidur lagi karena kegiatan dimulai jam 7 yaitu sarapan pagi. Aku terbangun lagi sekitar jam 6 dan memutuskan untuk mandi. Mantap betul dinginnya Banyuroto ini but worth the view, langsung bisa lihat Merapi dan Merbabu. Kami kemudian melingkar sarapan pagi dan dilanjutkan briefing sebelum berangkat ke lahan.
        Jam 8 pagi kami sudah sampai di lahan milik pak Pram. Tandur Bumi berencana menanam tanaman tahunan yaitu pohon buah. Bibit yang ada yaitu alpukat, kelengkeng, dan jambu kristal dengan total 40 bibit. Pertama kami diperlihatkan cara menanam oleh mas Ardi dari Tandur Bumi sebelum kami dibagi menjadi tim kecil untuk menanam. Langkah pertama dalam menanam adalah menggali lubang. Untungnya lubang sudah digali, jadi tidak terlalu banyak macul sist hehe. Kemudian diisi dengan pupuk sebagai nutrisi, untung pupuknya juga sudah diisi di lubang, kali ini pakainya sekam padi tapi belum jadi arang sepertinya soalnya tidak hitam. Tanah dengan sekam diaduk menggunakan cangkul agar merata. Bibit dilepas dari polybag lalu ditaruh di tengah lubang dan selanjutnya dikubur serata tanah. Saat mengubur ternyata ada seni mencangkulnya, jadi nanti gundukannya bisa bulat sempurna gitu, aku mencontoh pak Pram tetapi tidak bisa, memang skill macul saya minus. Setelah itu ditancapkan bambu di dekat batang bibit lalu diikat dengan rafia. Kata pak Pram karena tanah disini basah jadi tidak perlu disiram air, disiram juga boleh tapi. 

Menuju kebun-- mba Almas, mas Santuy, mba Intan, me✌
Kita baru nanam apa hayoooo?
Penampakan aku dengan pacul, mba Intan dengan si sisir kawat, dan pak Pram mengawasi dengan prihatin
        Sedikit cerita dari pak Pram, lahan yang ia punya ini masih bagus untuk ditanam tanaman hortikultura seperti milik tetangga, tapi pak Pram memilih menanam tanaman musiman walau sempat ditertawai tetangganya. Kata pak Pram, putri beliau semuanya perempuan sehingga takut tidak ada yang meneruskan kehidupan petaninya sehingga supaya praktis ya sudah tanamannya diganti tanaman tahunan seperti buah-buahan.

TLD#1 squad
        Selesai dari lahan kami langsung menuju kebun strawberry, ini fun tripnya gais. Kebun yang dikunjungi merupakan kebun milik pak Lurah Banyuroto. Kebunnya cukup luas terdiri dari 3 tingkat, tidak jauh dari pondokan juga. Sekali masuk tiketnya 5k sahaja lalu apabila ingin memetik stroberi dipersilakan membawa keranjang dan gunting. Nanti, ditimbang tiap ons harganya 10k untuk weekdays dan 15k untuk weekend hmmm. Dilarang juga langsung dimakan di kebun (yhaaaa walaupun si Bernadetha ng3y3l dan m4l1ng 2 biji stroberi di kebun h4h4h4h4). Kami seperti biasa berfoto-foto di kebun dan memetik stroberi (saya sih nda ikut metik). Setelah itu diadakan sesi sharing bersama dan evaluasi kegiatan TLD#1 kali ini.




📸TandurBumi©
        Matahari semakin terik, menjelang Dzuhur kami kembali ke pondokan untuk makan siang sekaligus berpamitan. Nggak deng. Aku malah tidur dulu baru makan abis itu tidur lagi wkwk. Sekitar jam 2 siang akhirnya kami berkemas dan berpamitan dengan keluarga pak Kaka. Serius disana dingin tapi nyaman. Till we meet again, Banyuroto. Thanks Tandur Bumi, sudah memperlihatkanku dengan yang ijo-ijo kembali!💖

Tuesday, December 03, 2019

on my super-energy-saving mode

So, finally here, the last month of 2019.

Hidup berjalan baik, sepertinya, eh memang iya.

Selepas 50 hari di tanah KKN, kembalilah aku dimana lagi kalau bukan A4 Perikanan. Hari-hari penuh drama itu berakhir juga, menyisakan sepi di semester 7 dengan hanya 3 mata kuliah dan kawan-kawan yang sudah saling sibuk mempersiapkan seminar dan penelitian. Aku pikir aku akan punya banyak waktu luang, yang sebenarnya aku juga belum berencana akan melakukan apa waktu itu, o tapi ternyata tidak. Lab kembali memanggilku, kali ini ikut mengurusi hiruk pikuk kehidupan mahasiswa baru dengan kurikulum barunya, menjadikanku bagian dari mata kuliah praktikum Keairan. Malam-malamku menjadi seperti biasanya, dihabiskan di Lab, mempersiapkan ini itu dengan kawan asisten Mikro yang lain, yang sudah kuanggap keluargaku sendiri, dan ditambah Sekar yang kala itu sedang gabut dan kuajak ke dalam lingkaran no-lyfe tyada akhir ini. Aku tidak sadar bahwa mereka menyelamatkan mentalku supaya tidak njegleg setelah hidup bersama dengan sebayamu dan berakhir kesepian di kampus. Para maba adalah alasan utamaku untuk tetap ngampus tiap hari. I love u, dek.

Praktis, dan dapat ditebak, siapa-siapa saja yang kutemui tiap harinya, dari pagi sampai malam. Ya kalau tidak para praktikan ya asisten lain, atau kadang bu Indun pembimbingku, atau pak Prima pembimbing Keairan, atau pula teman THP yang kebetulan mampir ke lab.

Aku tidak tahu apa yang sebenarnya semesta lakukan untukku. Keseharianku ini seakan sudah menciptakan jarak dengan orang-orang yang di waktu lalu menjadi pewarna hari-hariku. Kadang aku hanya bisa memandang dari kejauhan, menilik setiap linimasa cerita, dan yang bisa aku harap semoga mereka baik-baik saja. Tampak semakin nyata bahwa circle-mu akan semakin mengecil sadar maupun tidak sadar.

Kemudian bicara soal skripsi yang akan kujalani, aku memilih suatu topik dan aku sendirian. Entah mengapa, anak Mikro yang lain juga sendirian, Ika, Ajik, dan Bayu. Sok-sok-an sekali yha memang qlean idealismenya haha. Disaat teman-teman lain yang penelitian berkelompok, saling mensupport, saling mengingatkan, dan mulai bergerak, here left us membuat group chat ber-4 dengan dalih supaya "biar ada yang mengingatkan" diantara kesendirian kami. Turns out that group being my trash above 10 p.m., dan mereka sudah paham. Thank you, luvs.

Malam-malam selanjutnya, setelah praktikum selesai, praktis aku tidak melakukan apapun. Berprogres untuk penelitianku pun tidak. Aku lebih sering menemani Ika, me-refresh bakteri yang akhirnya mediumnya tidak kontam kemarin setelah sekian kali. Selebihnya, serius, aku hanya memainkan gadgetku hingga lepas tengah malam. Sebenarnya aku hanya bingung.

Hingga akhirnya kemarin aku seminar proposal penelitian, seorang sobat menanyakanku

"Kok sekarang kamu berubah, kamu kenapa, Pus?"

Aku terhenyak. Mungkin ini jawaban dari malam-malamku yang membingungkan.

"Kan aku dulu pernah bilang, kok bisa sih kamu baik ke semua orang? Puspa tu pokoknya yang rame ke semua orang, yang suka memulai, tapi aku sekarang liat kamu lebih suka diem."
dia menjelaskan maksud pertanyaanya.

Akhirnya aku tersadar, bahwa mindset baru yang kuambil saat ini sudah mulai berdampak ke orang lain. Sejatinya aku hanya mempersiapkan hati, untuk berperasaan lebih besar, menghemat segala emosi yang tidak perlu dikeluarkan, karena suatu saat nanti itu habis, mungkin tidak ada siapa-siapa di sampingmu, dan ekspektasi akan menghancurkan perasaanmu sendiri.

Aku hanya berlatih menjadi orang dewasa, yang dapat menyelesaikan masalahnya sendiri. Aku menerapkan itu di penelitianku. Aku memilih sendiri untuk melatihku sendirian. Sesederhana itu. Teknis yang harus kulakukan banyak, lumayan banyak. Belum apabila running tidak berjalan mulus, akan semakin uhuy. Aku tidak mungkin akan terus berharap orang-orang akan ada di sampingku, bahkan ke 3 orang yang sudah berjanji untuk saling merangkul. Akan tiba masa di suatu masa orang-orang akan memperdulikan dirinya sendiri-sendiri disaat kamu membutuhkan mereka. Aku hanya belajar bahwa pada akhirnya aku hanya akan punya diriku sendiri dan Dzat yang telah memberiku hidup untuk berkeluh kesah.

Maaf apabila kamu tidak lagi bisa menemui Puspa yang dulu. Sebenarnya dia sama sekali tidak berubah, hanya enggan untuk ber-effort lebih. Aku tidak memaksakan diriku untuk tetap berinteraksi dengan orang-orang seperti dulu. Mungkin dulu aku tidak akan sakit hati saat aku sudah menyempatkan suatu hal untuk seseorang dan tidak ada timbal baliknya padaku. Namun, sekarang aku lebih memilih diam apabila memang tidak ada yang menyempatkan dirinya untukku. Aku tidak memaksakan kamu membutuhkanku, tapi saat aku memang dibutuhkan, you know how to see me.

Maaf untuk semuanya, yang mungkin tidak kusapa maupun tidak kutanyakan kabarnya terlebih dulu, yang tidak kuajak makan bersama hingga yang berjanji tapi tidak berkunjung temu. Aku harap nilai pertemanan kita juga makin mendewasa. Yakinlah aku tidak apa-apa, aku tetap disini apabila kamu memang membutuhkanku. Sekali lagi maaf, kali ini aku harus eman terhadap diriku sendiri.

to all of you who still give your time for me, you always worth my whole heart💞

i hope i survive this phase, and coming back singing Honne's Location Unknown😊

Saturday, October 26, 2019

Benan: KKN-PPM & Sepotong Hati yang Tertinggal

        Selama aku hidup 21 tahun, mungkin inilah perjalan terjauh yang pernah aku lalui bersama orang-orang yang ternyata begitu kusayangi. Perjalanan dimulai dengan jalur darat, petang itu 28 Juni 2019, naik bus dari Yogyakarta sampai Jakarta. Keesokan harinya kami turun di Cengkareng, masuk ke terminal 2A Soekarno-Hatta. Kami menunggu beberapa jam sambil sedikit membersihkan badan (terakhir mandi mungkin siang sebelum upacara pelepasan). Pesawat terbang membawa kami melintasi Sumatera  hingga akhirnya turun di Hang Nadim, kami sudah sampai Batam. Sekda Kabupaten Lingga dan sebuah angkot cukup besar sudah menyambut kami untuk kembali melanjutkan perjalanan. Berdesakan selama lebih dari 1 jam menuju pelabuhan di Cakang, 2 buah kapal BNPB Kabupaten Lingga sudah menanti kami. Langit Laut Cina Selatan sore itu sedikit mendung dan menyisakan gerimis serta ombak besar menyertai perjalanan kami. Sejam kemudian telah tampak pulau-pulau hingga akhirnya sampailah kami di dermaga Pulau Benan.

Upacara pelapasan KKN-PPM UGM Periode II Tahun 2019, Lapangan Pancasila
Selfie pertama di Batam, di dalam angkot mini (selfie diambil sebelum barang-barang masuk menutupi wajah kami semua)
Pagi pertama di Benan, masih putih syudududu~~
          Kami tim KKN PPM-UGM Lingga 2019 dibagi menjadi 4 Sub-Unit yang bertugas di Desa Benan & Desa Pulau Bukit. Aku sendiri berada di Sub-Unit I Desa Benan yang terdiri Hera, Amy, Vina, Halim, Rofi, Jamal, dan Joshua. Ke-empat Sub-Unit dipondokkan di 4 rumah yang semuanya ada di Pulau Benan. Pondokan pertama yang paling timur merupakan rumah milik pak Ali Sadikin, ketua RW II, yang beristri mak Hayati, ayah dari Rizki & Rara. Pondokan ini diisi oleh anggota laki-laki dari Sub-Unit Benan. Kemudian yang paling barat ada pondokan yaitu rumah milik Datuk Ayid dan Nenek Rahmah yang dihuni juga oleh putra tuk Ayid yang kedua yaitu PakNgah In, istrinya kak Tin, dan kedua anaknya yaitu Syifa dan Bima. Selain itu tinggal pula cucu dari anak pertama yaitu bang Sona dan cucu dari anak ketiga yaitu bang Riski dan Azwan. Kami tujuh perempuan Sub-Unit Benan yang terdiri dari Hera, Shelly, mba Intan, Vina, Amy, dan Ayuk, tinggal bersama satu kamar yang tiap malam tidur mirip pindang ikan. Di tengah-tengah ada pondokan milik pak Medi, suami dari bu Mas, ayah dari Nabil & Naufal. Ada 2 rumah, yang satu diisi perempuan dan satunya laki-laki dari Sub-Unit Pulau Bukit. Pondokan anak Bukit ini yang paling dekat dengan pondokan Benan cewek, jadi kami sering mampir dan kadang menikmati sunset bersama. Oiya, semua rumah merupakan rumah kayu yang berada di atas laut. Getaran dan suara ombak sudah menjadi teman kami sehari-hari.


Cewek pondokan tuk Ayid 😎
Ini view sunset dari pondokan Bukit

Manusya para penikmat senja
        Minggu pertama kami di Benan dilalui dengan kegiatan observasi. Kami berjalan dari ujung ke ujung pulau, berbual dengan warga, bermain bersama budak-budak kecik, dan belajar dinamika menjadi orang Benan. Dua hal yang amat berbeda di Benan yang membuat kami menjadi belajar banyak hal yaitu listrik dan air bersih. Listrik di Benan hanya menyala mulai jam 6 sore hingga 12 malam saja. PLN belum beroperasi walaupun sudah ada bangunan milik PLN di ujung pulau sehingga warga bergantung pada genset bersama yang menerangi malam-malam warga Benan. Air bersih tersedia, tapi tidak banyak dan berada di mata air di dekat hutan. Air yang sudah difilter tersebut dialirkan melalui pipa-pipa yang nanti berujung di keran-keran air di sepanjang jalan utama desa. Air keluar tidak menentu, terkadang jam 2 siang saat Nenek kerap berteriak "Air jalan air jalan!" dan meninggalkan semua aktivitasnya. Beberapa warga memiliki saluran pipa yang langsung menuju rumah sehingga air yang keluar harus segera ditampung dan dipindahkan di ember-ember besar. Warga yang tidak punya pipa langsung, harus segera membawa ember dan mengantri keran. Air jalan di pipa tidak lama, mungkin hanya sekitar 2 jam yang cukup mengisi kebutuhan air rumah tangga, sedangkan di keran biasanya aliran air sudah mati menjelang Maghrib. Itulah hal yang amat berbeda yang biasanya kami di Yogya sangat mudah mendapat 2 hal tersebut, disini kami harus banyak bersabar.

Mba Intan ambil air😏
          Kegiatan kami bertujuh penghuni pondokan cewek Benan di minggu pertama dapat dipastikan begitu-begitu saja ahaha. Bangun Subuh, dilanjutkan tidur lagi atau cuci baju di sumur umum yang airnya merah. Oiya, untuk menghemat air, pagi hari kami tidak mandi, cukup cuci muka dan gosok gigi saja. Setelah itu kami merapat sarapan di kedai mak Kas yang ada di depan pondokan. Semua menu seharga Rp5.000 sepiring. Hampir semua harga makanan di Benan 5rb saja, ada beberapa warung selain punya mak Kas, biasanya di kedai mak Cahaya dengan menu andalan mie lendir. Sayangnya agak jauh dari pondokan, jadi kami lebih sering dan pasti ke mak Kas. Menu ayam itu super jarang dan langka.

Lontong sayur

Sate ayam

Nasi lemak lauk ikan masak merah

Gado-gado


Iya, semua 5rb ajaaa
          Kemudian kami minum obat malaria atau lebih sering disebut Doxy. Setelah itu kami biasanya jalan observasi sesuai rencana kegiatan masing-masing. Menjelang siang biasanya kami sudah kembali ke pondokan dengan membawa jajan masing-masing. Jajanan disini sebenarnya itu-itu saja tetapi menjadi amat berharga. Kebanyakan jual es seperti pop ice dan kawan-kawannya secara disini memang lumayan panas (33C all the time). Kalau makanan paling fav adalah martabak telur yang jual maknya Ririn, atau kadang beli kue ikannya kak Niar, atau lagi tela-telanya Yuyun. Beli es krim nunggu kalau ada orang Batam datang. Paling unik adalah kalau beli jajanan dibungkus plastik, plastiknya pasti ditali di ujung, ternyata lumayan ergonomis konsepnya haha.

Martabak telur, 3k aja

Es cendol, 2k aja

Tela-tela, 3k aja

Ice cream sandwich, harus nunggu orang Batam dateng dulu, 5k aja

Ini kudapan most favourite, nasi goreng maupun mie goreng di mak Along😂
13k aja sist pake telur egg benedict
         Cuaca panas membuat kami memilih berdiam di pondok dan tidur siang ahaha. Sore hari kami bangun dan bersiap ambil air. Kami mengambil air kira-kira 100 meter dari keran air sampai ember kamar mandi. Awalnya kami membawa dengan tongkat kayu mirip warga, tetapi leherku kecetit dan jadilah kami bawa pakai gerobak yang kusebut si Honda Jazz Merah. Kami mengambil air sejumlah orang saja, yaitu 7 ember. Selesai ambil air dilanjut mandi dan memasak makan malam, minggu pertama sih masih banyak bahan makanan dan masih selo, jadi masih sempat masak. Kemudian biasanya ada rapat sampai malam dan kami langsung tertidur ditemani alunan debur ombak. Kami sempat pula pergi berkarang, jalan kaki menuju pantai ujung barat dan kembali sambil berkarang alias lewat laut bukan lewat jalan setapak. Satu hal yang tidak akan aku lakukan lagi di Benan, capek:)

Me n my Honda Jazz
          Minggu kedua ketiga keempat kelima dan keenam adalah waktunya menjalankan program. Tim ini terdiri dari 4 kluster yaitu Agro, Medika, Saintek, dan Soshum. Aku merupakan anggota dari kluster Agro yang terdiri dari mas Farras (kormaterque), Amy, Berna, Tasmin, mas Zaki, dan Adi. Program utama yang kujalankan jelas soal pengolahan hasil perikanan. Agak mumet awalnya guys karena aku anak Perikanan sendiri, menghadapi kondisi perairan dimana-mana. Tidak ada orang yang benar-benar bisa diajak brainstorming karena well mereka semua punya fokus masing-masing. Aku melaksanakan beberapa program pengolahan seperti pembuatan abon ikan, nugget ikan, bakso ikan, sama stik ikan. Selain itu juga beberapa program agro non-perikanan seperti menanam tanaman hias dengan hidrogel, minum susu bersama, hingga edukasi lingkungan.

Squad emak emak hitzzZ

Laktasi (Langkah Kita Susukan Indonesia)


Menanam bambu rejeki dengan media hydrogel bersama budak-budak kecik
         Aku memang banyak bekerja dengan kawan agro Benan yaitu Amy, mas Zaki, dan Tasmin. Tetapi aku juga harus ikut mengcover proker perikanan yang harus dijalankan di Pulau Bukit yang berisi Berna, Adi, dan mas Farras. Jadilah pernah kita anak Agro menjalankan proker di Pulau Bukit benar-benar hanya bertujuh haha. Selain itu banyak sekali proker Agro titipan dari PIAT UGM. Kalau yang ini sih Amy masternya. Jadi akan sering ditemukan anak Agro yang berjalan pasti sambil memungut sampah plastik yang bisa dipakai untuk wadah pembibitan sayur, atau sering pula melihat anak Agro ambil dan gotong-gotong tanah. Program kerja peternakan (ini si Tasmin sama Adi) juga tidak kalah seru, dari minum susu bersama sampai sosialisasi kambing (sumpah soal si kambing ini hebat sekali kalian). Kerja sama mereka less-drama banget, sayang sekali deh. Satu hal paling drama adalah hilangnya tanaman bambu rejeki yang kami bawa dari Jogja. Iya, kami bahkan membawa pupuk kandang juga gengs. Mas Farras paling stress soal hilangnya si bambu karena doi yang bawa, katanya ditaruh di totebag yang kemudian menghilang secara misterius. Berhari-hari sudah bambu itu dicari hingga mendekati proker hidrogel tiba. Akhirnya, secara misterius ketemu di totebag milik Halim di pondokan Benan cowok :) 

Nah ini yang dikata sekluster rasa se sub unit, waktu proker di Bukit


TERIMAKASIH SAYANG💖
          Namun aku juga pernah mengalami kegalauan dan ke-cranky-an yang hqq saat waktu itu aku akan running proker tetapi ikan sebagai bahan baku utamanya tidak ada hari itu:'') Aku begitu lemas dan memilih tidur seharian setelah pagi-pagi aku ke kedai ikan tidak menemukan ikan satupun, yang ada hanya sotong dan hiu. Masa aku membuat abon hiu?? Bisa-bisa aku dicekal sama PETA! Hingga sore harinya mba Intan membangunkan dari tidur galauku untuk ke kedai ikan milik koh Acay. Alhamdulillah dengan kekuatan basmalah, sore itu sudah ada ikan yang datang *thanks bgt mba:'))

aq dan ikan q
          Kemudian selain bahan baku ikan, yang membuat galau adalah bahan bakar memasak! Waktu itu pernah kapal belum masuk ke Benan sehingga semua minyak dan gas kosong. Untung ada pondokan Bukit baik sekali mau kasih pinjam gas mereka, yang kedua ada makcik Ani yang bersedia rumahnya ditempati untuk trial membuat produk. Pahlawan utamanya tetep mak Kas sih. Rumah beliau kami tempati jadi lokasi diselenggarakannya pelatihan pengolahan ikan. Semua alat sudah disiapkan sama beliau. Mak Kas juga masak nasi, katanya selesai masak supaya bisa makan bersama huhuhu terharu parah.

Pokoe seluruh peralatan rumah tangga punya mak Kas terpakai😂
          Selain program utama yang kujalani, aku juga menjalankan program bantu milik kawan se-Sub-Unit. Beberapa program yang aku lakukan salah satunya adalah ikut Hera mengajar di kelas Nasionalisme dan kelas Sastra untuk siswa SD dan kelas Kerajinan untuk siswa SMP. Anak-anaknya super aktif dan responsif jadi selalu semangat untuk bertemu mereka di awal minggu. Selain itu aku sempat membantu program pemetaan hingga ke Pulau Nopong bersama Shelly, mba Intan, Jamal, dan Ridho. Aslinya jalan-jalan keliling pulau sih *eh. Aku juga sempat pergi ke Daik, Lingga. Tujuan utamanya mengunjungi Bupati dan Dinas-Dinas terkait sedangkan tujuanku adalah membeli HP baru. Iya, HP baru. HP-ku mendadak mati di hari ke 20 sedangkan posisiku harus tetap mengerjakan outline skripsi dan tidak mungkin terus menggantungkan tethering dari teman-teman heuheu.

Kelas Nasionalisme di kelas 4 SD 006 Senayang. Terbaik dan tercinta💗


Kelas Kerajinan di kelas 8 SMP 06 Senayang, kelasnya bang Sona
Kantor Bupati Lingga di Daik, bertemu bapak Asisten II Bupati

Masih di Daik, bertemu ibu wakil Bupati Lingga

Pulau Nopong bersama wanita tangguh yang pengen kabur dari Benan

Squad yang digabur pergi ke Nopong
           Dua minggu terakhir menjadi yang terberat karena hujan tidak kunjung turun di Benan. Air dari keran pun tak nyala bahkan dari pipa rumah pun hanya keluar sedikit. Pernah terjadi kondisi kamar mandi benar-benar tak ada air seharian dan kami tidak sempat ambil air kecuali hanya untuk mandi. Jadilah kami menggantungkan air dari masjid dan kalau malam sikat gigi dan cuci muka di keran mushola (masjid lebih jauh soalnya hehe). Selain itu listrik benar-benar padam! Sungguh malam-malam yang benar-benar gelap. Untung rumah tuk Ayid mempunyai genset sehingga lumayan untuk bisa sekedar charge HP. Namun untuk charge laptop, tetap harus pergi ke pondokan cowok Benan. Jadi ada beberapa rumah warga yang tetap listriknya menyala yaitu yang punya genset pribadi atau punya aliran dari genset tower telepon seluler. Oiya aku juga sudah putus minum Doxy di hari ke-25, mungkin karena efek kerasnya mengenai kerongkonganku sehingga sakit ulu hati saat menelan. Benan memang endemik malaria tetapi status itu telah dicabut 5 tahun lalu sedangkan posisi seluruh tim sudah minum antibiotik itu yang harus ditelan hingga 80 hari alias 80 tablet.
            Kami merayakan hari raya Idul Adha tahun ini di Benan, kali pertamaku lebaran haji di luar rumah. Alhamdulillah, tahun ini ada sumbangan kurban lembu sampai ke Benan. Takbir keliling diadakan di malam hari selepas Isya, dimulai dari masjid dan berjalan dari ujung RT 01 hingga RT 07. Kami semua dipinjami baju kurung untuk dipakai saat hari Raya. Paginya, dilaksanakan sholat Ied bersama di masjid. Sungguh suasana yang menyenangkan bagi semua orang. Setelah itu dilakukan potong hewan qurban kemudian keliling kampung. Sudah menjadi tradisi di Melayu, entah itu Idul Fitri maupun Idul Adha, orang-orang muda akan berjalan dan singgah ke rumah orang yang tua dan dituakan. Setiap rumah pun sudah memasak rendang ayam dan ketupat, mengajak semua anak KKN untuk singgah ke rumah mereka. Hari itu kami berhasil mengunjungi 12 rumah dan sudah dipastikan sangat kenyang.


Sama atuk dan nenek

Bentukan Agro kalo lagi ngga proker
Kudapan di rumah Kak Tin

Ada laksa di rumah mak Kas, makanan khas Lingga berupa sagu yang diberi kuah ikan
        Minggu terakhir kesibukan kami adalah membuat laporan kegiatan dari program yang telah terlaksana. Minggu itu pula muncul rasa berat bahwa kami akan segera meninggalkan Benan. Tawaran makan perpisahan pun sudah sering kami terima, bahkan ajakan menginap di rumah warga yang lain. Seolah warga mulai merasa bahwa keramaian kecil yang kami buat 1,5 bulan terakhir akan terganti dengan senyap seperti sedia kala. Malam perpisahan waktu itu diadakan sembari pelantikan Paskibra Kecamatan Katang Bidare. Makan bersama dilanjutkan menari bersama.

Makan-makan di rumah makan koh Acay

Malam perpisahan
Dibuatkan makan malam sama kak Tin terus makan di teras, terharu sekali😭😭
         Hari terakhir kami di Benan adalah hari Sabtu, 17 Agustus 2019. Pagi-pagi kami telah mengemasi koper dan tas untuk dibawa ke pelabuhan. Selesai upacara Peringatan Kemerdekaan RI ke 74, selepas dzuhur, kami mulai berjalan meninggalkan pondokan setelah berpamitan dengan Atuk dan Nenek. Ramai. Pelabuhan ramai dengan isak tangis. Kapal sudah siap dan satu persatu dari kami naik. Mesin sudah menyala, meninggalkan lambaian dan harapan, semoga suatu saat nanti kami dapat kembali lagi.

Kecoret semua nggak sih akhirnya😂

Emak-emak adalah sumber kekuatanq. Terimakasih tiada henti makcik-makcik semua😘
Bersama keluarga Long Boai, anak pertama atuk & nenek
Sona & Sonia
HAHAHAHA ternyata kuat juga qta gengs💋
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terimakasih, Benan.
Terimakasih untuk bisa kupanggil rumah.
Terimakasih untuk memberikanku pelajaran bahwa hidup ini tiada yang sempurna, tetapi dibalik itu kita akan kuat karena kasih dan sayang.
Aku titip sepotong hati, semoga bisa segera kembali.

yang akan selalu rindu,

Puspa