Wanna search something?

Sunday, January 07, 2018

Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2

Ini adalah bagian kedua dari cerita magangku, keep scrolling, ada kejutan di bawah!😉

Selasa, 26 Desember 2017
Hari-hari inilah kami mulai bangun siang. Pukul 5 pagi kami baru bergerak hehe. Seperti biasa kami berbagi tugas di Balai dan Taman Biota. Selepas itu kami mulai menanam propagul ke polybag yang sudah diisi pasir hingga menjelang siang. Setelah itu kami kembali ke mess dan lebih memilih tidur untuk memulihkan sisa capai melaut kemarin. Sorenya baru kami mulai berkegiatan lagi.
Menanam propagul ke polybag
          Sore itu kami ke padang lamun di utara pulau. Kondisi lamun di pulau Harapan agaknya memang memprihatinkan. Kata Pak Yo maupun Pak Sapei, lamun belum sama sekali dimanfaatkan di pulau ini. Keadaannya pun tertutup sedimen sehingga warnanya tidak hijau melainkan agak kemerahan. Lokasi padang lamun yang dekat dengan aktivitas limbah rumah tangga membuat lamun tidak bisa tumbuh dengan maksimal. Rata-rata tinggi lamun hanya 10 – 15cm dan hanya ada beberapa jenis yang didominasi oleh Thalassia sp. Kami mulai mencari presentase tutupan lamun dengan memilih 3 stasiun dengan 11 titik tiap stasiun. Panjang tiap stasiun adalah 50 meter dan jarak antar stasiun adalah 25 meter. Presentase tutupan lamun dihitung menggunakan kuadran plot dan patokan gambar presentase tutupan, mirip seperti praktikum lapangan Biologi Laut yang pernah kami lakukan.

Kondisi utara pulau
Lamun yang tertutup sedimen
3 stasiun diselesaikan hingga jam 17.30. selanjutnya kami melakukan rutinitas, oke sebenarnya yang paling senang dengan rutinitas ini adalah aku dan Sekar, yaitu jajan di taman terpadu dermaga. Sore itu pak-pak gorengan orang Ngawi tidak ada, yang ada hanya penjual Cilung alias aci digulung. Ya sudah aku beli es degan saja. Es degan yang cukup unik sebenarnya karena lebih pantas disebut es kopyor karena rasanya lebih mirip sun kara dan tidak ada degan yang seperti dibayangkan. Setiap sore seperti ini, uang Rp10.000 pasti bablas.

Ini penjual es degan rasa es kopyor
Ngobrol sama bapak penjual batagor ikan asli Kebumen, Naila dengan cilungnya

Rabu, 27 Desember 2017
Well, bisa dibilang makin hari semakin gabut. Pagi ini kelompok mangrove yang dapat giliran di Taman Biota. Halaman Taman Biota sudah bersih namun si Bang Gogo baru datang jam 7 lebih. “Hayo, pasti baru bangun ya bang?”, tanyaku yang ia jawab, “Hehehe iya,”. Rutinitas di Taman Biota terdiri dari menyapu, memberi makan si penyu dan lobster, baru selanjutnya membersihkan kolam tempat hidupnya. Penyu yang ada di Taman Biota ada 2 jenis yaitu penyu hijau dan penyu sisik. Perbedaannnya bisa dilihat dari pola pada tempurungnya. Penyu-penyu ini diberi makan ikan selar yang sebelumnya harus dithawing dulu ke laut. Kolam penyu besar terdiri dari dua penyu yang tersuspect laki-laki dan perempuan. Usia penyunya 19 tahun, seumuran dengan kami, tetapi lebih muda dari Fazarani HAHAHA. Lalu, kolam penyu ababil isinya ada 2 ekor penyu yang usianya 2 tahun. Penyu yang 1 warnanya putih yang paling sensitive tapi paling disayang sama Fazarani. Selanjutnya kolam penyu anak-anak isinya ada 6 penyu usia 6 bulan. Ada 1 penyu paling cantik jenisnya penyu hijau, kesayangan si Fazarani juga. Fazarani penyayang penyu, maklum kalau daritadi disebut (HAHAHA SEMUA PENYU UDAH DIAJAK POTO AMA DIA GENGS, OIYA KECUALI PAPA MAMA PENYU, MANA KUAT DIA). Kolam terakhir isinya lobster. Ada 3 lobster jenisnya lobster bamboo. Kepiting juga ada, keongnya juga ada, koleksinya Bang Gogo kalau yang itu. Penyu papa mama dan penyu ababil diberi makan tinggal dilempar ikan ke kolam sedangkan untuk penyu anak harus dipotong-potong dahulu. Si lobster malah harus dibuat fillet sebelum diberikan. Kalau yang memberi makan harus dimasak dulu ikannya hw3h3h3. Setelah breakfast selesai, maka kolam dibersihkan dengan dikuras lalu digosok dinding dan lantainya. Penyu-penyu juga ikut mandi dengan digosok pakai sikat dan sikat gigi. Selesai semua bersih, air diisi kembali. Oiya, pakai air laut yang fresh langsung dipompa. Kemudian kami say goodbye dengan Bang Gogo dan kembali ke mess, mengerjakan laporan yang mulai mendekat. 

Rani menggosok badan penyu bagian bawah. Btw yang dibawa itu mama penyu.
Sore seperti kemarin, kami nyeblung ke laut lagi. Masih mencari lamun, tetapi di sebelah selatan pulau. Kondisi lamun di selatan pulau sedikit lebih hijau daripada yang sebelah utara. Aktivitas manusia tidak sebanyak di sebelah utara yang notabene dekat dengan dermaga dan lebih banyak rumah yang ada disebelah sana. Kami melakukan hal yang sama seperti kemarin. Setelah selesai, kami melakukan rutinitas ke taman terpadu dermaga beli gorengan sekalian ingin mencari lauk di sana. Well, finally kami bosan juga dengan telur asin dan abon yang kami bawa.

Lamun di selatan pulau berlatar belakang pembangunan sekolah besar-besaran di Pulau Harapan

Kamis, 28 Desember 2017
Hari ini tidak ada agenda dari Pak Pei karena data-data yang sudah kami butuhkan telah terpenuhi. Sehabis rutinitas pagi aku dan Sekar pergi keliling Pulau Harapan untuk melengkapi data-data dan dokumentasi mangrove yang belum sempat tertulis saat kami keliling pertama bersama Pak Pei. Udara yang panas menghentikan aku dan Sekar sejenak membeli es. Kulit muka kami sedang puncak-puncaknya mengelupas. Oh sungguh betapa mbladusnya kami setelah melaut.
Siang itu kami pergi jalan-jalan ke pulau sebelah. Selagi masih di Pulau Seribu kan. Pulau Harapan sendiri menyatu dengan Pulau Kelapa, ada jalan yang menghubungkan dua pulau ini. Kami berjalan cukup jauh menuju Kelapa. Sampai di Kelapa, kami menuju dermaga Kongsi untuk selanjutnya menyeberang ke Pulau Kelapa Dua. Ojek kapal seharga Rp2.500 mengantarkan kami ke Kelapa Dua dalam waktu 3 menit. Kalau kata Pak Pei, renang saja bisa sampai sebenarnya (ya jelas lah pak, njenengan certified diver-.-). Di Kelapa Dua sebenarnya kami juga tidak tahu akan mengunjungi apa. Penduduk disini kebanyakan orang Bugis dengan rumah panggungnya yang unik.

Dermaga Pulau Kelapa
  
Rumah Bugis

Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN I Pulau Kelapa
 Menurut Pak Yo ada track mangrove di pulau ini dan tempatnya instagramable. Seorang bapak yang baik hati mengantarkan kami ke dekat Balai. Jadi di Kelapa Dua ini ada Balai milik TNL juga tetapi STPN I Pulau Kelapa. Bangunan balainya dibuat semi rumah panggung, ala Bugis. Ada penangkaran penyunya pula. Yang jelas, lokasi Balai sama-sama dekat dengan pemakaman seperti di Harapan. Track mangrove berada di samping Balai. Kami menyusuri jembatan papan kayu yang panjangnya hanya sekitar 200 meter. Di ujung track ada bangunan gazebo yang dicat warna-warni sehingga lebih mirip dengan warung burjo. Well, this place isn’t that much instagramable you’re lying to us, Pak Yo=_= Aku sempat kaget melihat ikan banyak sekali yang berkumpul di bawah warung burjo itu, mereka semua gerombolan ikan yang diam seperti sedang parkir. Karena panas dang abut ternyata, kami memutuskan kembali ke Harapan. Kapal yang langsung ke Harapan biayanya Rp5.000, lebih baik lah daripada kami mutar-mutar Kelapa lagi seperti tadi saat kami mencari dermaga Kongsi.

Ini warung burjonya, yang jaga si Ayu
Mini track mangrove, Naila in frame
  Sampai di Harapan kurang sore sehingga taman dermaga belum ramai, belum ada yang jual gorengan. Akhirnya kami hanya membeli es degan a.k.a es kopyor. Sampai Balai ternyata Bang Gogo sudah ada di atas pohon sukun. Alhamdulillah logistik pangan kami menipis dan kami dapat sukun yang bisa digoreng hw3h3h3. Malamnya kami mulai begadang mengerjakan laporan sambil mendengarkan Bang Gogo and friends manggung sampai larut malam. (well literally mereka nyanyi-nyanyi kaya anak cowok biasa malem-malem tapi lagu-lagunya religi gengs, bayangin sendiri ya).

Jumat, 29 Desember 2017
Aku semakin merasa bahwa tanggal kepulangan kami makin dekat. Saat aku sudah mulai nyaman, biasanya itu adalah saatnya untuk pergi. Hari ini adalah hari resmi berakhirnya magang kami.
Pagi itu mendung, untuk pertama kalinya selama aku disini. Rutinitas kami di Balai sudah selesai jadi kami duduk-duduk di gazebo Taman Biota, menunggu siapa lagi kalau bukan si Papa Penyu. Tak lama hujan turun, deras. Gazebo bocor di beberapa titik membuat kami akhirnya kembali ke Balai, toh kalau hujan-hujan seperti ini Bang Gogo pasti tidak datang.

Hujan pertama di Pulau Harapan. Sebuah kemageran yang haqiqi.
Kami belum masak sarapan sehingga yang ada kami mager dan kelaparan. Aku dan Sekar memutuskan untuk membuat mi instan. Tenang, ini baru kali kedua kami makan mi instan kok disini. Saat mi instan sudah siap, kami makan di tempat duduk depan TV, bersantuy. Teman-teman yang lain kemudian turun dan ikut menyeruput mi instan kami. Tak lama ada ibu-ibu penjual snack yang tiap pagi lewat di samping Balai. Akhirnya kami beli beberapa snack untuk mengganjal perut kami hingga entah kapan kami akan masak makanan. Rani yang tidak kuat kelaparan karena sejak kemarin sore kami tidak makan nasi, mencoba memasak sup. Di tengah-tengah memasak, gasnya habis. Air galon juga habis. Ya sudah lah kami para srikandi mengeluarkan gerobak Balai untuk mengangkut membeli galon dan gas. Well, dari beberapa kali kami beli galon disini, tidak ada yang mau mengantar ke Balai.
Hujan reda sekitar pukul 10 pagi dan Bang Gogo sudah tampak sibuk di Taman Biota. Kami segera menghampirinya dan melakukan rutinitas seperti biasanya. Selesai di Taman Biota, kami kembali ke mess dan mengerjakan laporan. Aku benar-benar mager untuk mengerjakan laporan hingga ternyata waktu sudah menunjukkan sholat Ashar. Aku lalu turun menghadap laptop di meja kantor. Tak lama yang lain sibuk di dapur menggoreng sukun dan begitu matang ditaruh di samping laptopku. Waduh sudah mirip ibu penguasa Balai tinggal di snap masuk insta story. Malam itu kami begadang hingga dini hari. Alhamdulillah sudah kelar. 

Sabtu, 30 Desember 2017
Hari terakhir kami berkegiatan. Rencananya kami akan bersih-bersih balai. Rutinitas pagi di Taman Biota sambil berpamitan dengan para penyu karena esok pagi kami tidak akan berisik lagi di taman sambil memberi makan. Sedih. Aku menyempatkan diri mancing tapi tidak dapat heu. Umpan mancing disini pakai nasi. Saat aku ingin melempar umpan, kailnya malah menyangkut di jilbabku. Ibu jariku juga tertusuk kail yang membuatnya bengkak malamnya. Bang Gogo juga tidak mau membantuku mancing. Sebel.

Bang Gogo tampak stress saat diajak selfie sambil dalam hati, "Untung ni bocah besok pagi balik."
Saat kami kembali ke Balai, air di tandon habis dan ternyata listriknya juga sekarat. Jadilah kami tidak bisa bergerak dan malah tidur-tiduran. Pak Pei tidak bisa dihubungi. Karena jengah harus menunggu lama, aku menghubungi bulekku dan minta dikirimi pulsa token listrik dari Bantul. Aku pun mengisi kode dan ngingggggg mesin menyala. Tandon akan terisi cukup lama dan aku melihat Taman Biota cukup ramai, maka aku kesana. Akhirnya aku malah berbincang banyak dengan Buk Mun dan Bang Gogo sambil menunggu air. Orang Pulau Harapan memang oke banget kalau diajak ngobrol, ada saja yang bisa diomongkan. Topik yang paling oke adalah tentang tipe-tipe mahasiswa yang magang maupun penelitian di Balai. Wah kalau aku boleh merasa, mungkin kualitas kami di depan Buk Mun hanya dapat C lah heuheu.

Si Putri Tidur menunggu listrik nyala
Air sudah bisa mengalir ke tempat cuci piring dan obrolan kami berakhir. Aku meminta tolong Bang Gogo mengecek printer kantor untuk print proposal kami sebagai tiket pulang. Setelah di coba, well, some problem was up on the printer dan harus menunggu Pak Pei yang masih belum bisa dihubungi. Teman-teman mulai turun dari khayangan sehingga kami mulai bekerja membersihkan Balai yang esok akan kami tinggalkan. Hue sedih. Pak Sapei akhirnya datang sekitar jam 13.00.
Agenda bersih-bersih sudah selesai. Sehabis Ashar kami pergi untuk beli oleh-oleh sekalian jalan-jalan sore yang terakhir di Pulau Harapan. Kami mengunjungi beberapa tempat yang menjual merchandise Pulau Harapan tetapi kebanyakan kualitasnya tidak verified jadi desainnya kurang bagus. Aku lebih memilih memberi kerupuk ikan lemuru yang dibuat oleh penduduk pulau. Sore itu juga kami melakukan rutinitas sore jajan terakhir di taman terpadu dermaga. Akhirnya bertemu dengan pak gorengan Ngawi yang ternyata hanya jualan gorengan saat weekend dan hari lainnya berjualan es krim. Area taman terpadu dermaga ditutup untuk motor karena akan ada perayaan tahun baru. Portal tutupnya dijaga oleh Bang Sahrul. Kami sekalian pamit dan foto bersama.

Salam Lestari-nya Bang Sahrul. Ok my orange JHS training is always on point.
Sampai di Balai kami sudah ditunggu Pak Pei, ada Buk Mun juga. Rencananya kami akan berpamitan secara formal. Tak lupa Bang Gogo yang harus dijemput di rumahnya. Lengkap sudah ada Pak Pei, Buk Mun, dan Bang Gogo, orang-orang yang mengisi hari-hari magang kami. Kami mengucapkan banyak terimakasih, a lot of thanks, atas semuanya yang telah diberikan pada kami. Pengalaman, perhatian, kesabaran, dan banyak pelajaran berharga yang lain. Kami menyerahkan plakat dan foto bersama. Siapa yang jadi artis yang diajak foto satu persatu? Jelas bukan Pak Pei, artisnya si Bang Gogo.

Full team. Btw yang merem itu namanya Pak Kisut.

Buk Mun kami yang terhitz
CIEEE BANG GOGO CIEEEE
Foto terbaik yang berhasil  diambil bersama pak Pei. Jangan tanya siapa yang nge-take. KATANYA SIH TOUR GUIDE TAPI KOK NGEPOTO BLUR YA BANG YA ADUH ABANGNYA SIAPA SIH😠😠
Malam harinya kami sudah selesai packing, sudah terlalu malas juga untuk memasak jadi ingin beli makan saja. Rani memiliki ide untuk beli makan mengajak Bang Gogo supaya lebih murah (soalnya anak pulau, dan BG cerita beli cilung 5rb dapet 3 sedangkan kami 5rb sebiji doang) sehingga aku dan Rani (yang diutus untuk pergi) datang menghampiri rumahnya. Well, apakah ada pengaruhnya mengajak Bang Gogo beli ayam panggang? Oh ternyata tidak, bung. 4 potong ayam panggang itu kami tata sedemikian rupa dengan nasi panas dan lalapan, mirip liwetan, ini makan malam terakhir kami bersama. Setelah selesai, kami tidur, lebih awal dari biasanya.

Kangen💔💔💔

Minggu, 31 Desember 2017
The day has come, the day that I had to leave.
Kami semua sudah bangun pukul 03.30, rekor bangun terpagi. Kami bergantian mandi seperti biasa dan memastikan barang-barang kami benar-benar siap. Pukul 06.00 kami sudah turun dan menaruh barang-barang diatas becak. Dermaga ada di Pulau Kelapa sehingga sekali lagi kami tidak ingin menangos membawa barang-barang kami. Kami sarapan di dermaga dengan nasi uduk seharga Rp10.000. kapal berangkat pukul 07.00. seperti biasa, aku, Rani, dan Sekar berada di bawah menjaga tas. Antimo sudah dilahap, kami siap tertidur.
Ombak cukup besar sehingga kami sempat terbangun saat ternyata kapal berhenti. Ada penumpang yang entah salah tujuan sehingga pindah menumpang kapal yang lewat. Perjalanan ke Muara Angke terbilang cepat. Pukul 10.15 kami sudah sampai di dermaga, estimasi kami pukul 11.00. oke, berarti kita akan lebih lama menggembel di Stasiun Pasar Senen.
Kami sampai di stasiun sekitar jam 12.00, setelah ada drama sebelumnya. Tinggal berempat, aku, Rani, Seka, dan Nafis. Rani pulang ke Citayam, Daulay pergi ke Tangerang dengan saudaranya, dan Ayu naik bis dari terminal Kalideres. Stasiun sangat penuh dan kami tidak boleh masuk. Kereta kami masih pukul 19.00. Rasa ingin jalan-jalan dahulu ke Kota Tua, tapi barang bawaan yang menahan kami heu. Akhirnya kami ngemper, seperti calon penumpang lain, di depan stand-stand makanan, kami sih di depan Roti O, bau enak hehe. Kami tetap berada disitu. Awal mula duduk dan sempat makan siang, lalu hujan datang begitu lebat. Atapnya ada yang bocor, kami harus berdiri selama lebih dari 1 jam, tidak bisa melakukan apa-apa selain mendekap barang bawaan kami. Hujan reda, lantai mongering, kami duduk lagi. Ya begitulah keadaan kami selama 6 jam dengan muka yang sudah tidak karuan.

YA YA YA GEMBEL STASIUN PASAR SENEN DEPAN ROTI 'O
Petugas akhirnya memperbolehkan kami check in dan kami menunggu di peron. Kondisi akhir tahun membuat penumpang membludak dan banyak kereta tambahan sehingga jadwal agak kacau. Senja Utama Yogya datang juga. Kami masuk dan duduk. Alhamdulillah, pulang.

Senin, 1 Januari 2017
Semuanya sudah sampai, di rumah masing-masing, atau sudah bersama keluarga masing-masing. Tak lupa aku mengabari orang pulau, kami sudah sampai Yogya.
Supermoon di 1 Januari

Terima kasih untuk squad 7 srikandi yang super strong!

Ayu Anggraini, si istri Kapolsek Sektor Kepulauan Seribu Utara, si tukang tidur.  Ayu saking cantiknya sampe digatheli sama pak kapolsek yang asli wong mBantul HAHAHAH. Lucu geli jijik gimana gitu ceritanya mwahahaha. Tapi yang paling teringat dari Ayu adalah kebonya yang tidak ketulungan, selo dikit, bablas tidur. Ayu tiap malam pasti telpon-telponan sama si speedometer (HAHAH SPEEDOMETER). Makasih Ayu telah menggerakkan kami lagi dari awal dengan yang paling greget kontak-an sama Balai hingga ngurus proposal modal ngerecokin kating😘😘

Fazarani Hasna Lukitaningtyas, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu, si tukang foto-foto, yang niat sebenarnya jalan-jalan bukan magang. Ya bukan Rani namanya kalau tidak suka foto-foto yekan. Rani seneng masak, sehabis magang katanya dia siap nikah. Dia paling tidak bisa tidur siang dan malemnya tidur paling malam. Pernah di suatu malam aku dan Rani ngobrol banyak hal sampai hampir jam 1 dini hari HAHA. Yang paling nyebelin adalah saat Rani sambat bawaanya berat padahal aslinya b aja hih. Makasih Rani sudah mempunyai ide magang di Kepulauan Seribu dan mengajakku WQWQWQ😆😆 Makasih buat tante Endang juga yang sudah jadi sponsor buat magang ini wqwq😇😇

Naila Husnayain, si ibu pimpinan DKP Provinsi DKI Jakarta, si ukhti yang terjujur WQWQ. Uchak paling tertib, di semua hal. Tertib bangun, tertib tidur, tertib makan, tertib masak, juga tertib untuk tyda makan indomie lebih dari sekali. Uchak bawaannya juga sudah paling lengkap, masa minyak but-but aja dia bawa dan untungnya berguna. Aku sama Uchak pernah jatuh saat mencoba mengganti galon, oh sebenarnya itu kami yang goblok karena tidak tau how to refill galon yang baik dan benar (setelah ngeliat bang Gogo melakukannya dengan tanpa muntahan dan drama). Uchak sekali nyeletuk dan ekspresif, jelas itu sebenarnya adalah apa yang sejujurnya kami rasakan disini, saat Daulay mulai marmos misalnya. Makasih Uchak sudah mengurus dan mengedit segala macam surat, proposal, dan laporan, makasih sudah jadi ukhti strong walaupun kalo mau pakai tas harus minta tolong dulu wqwqwq😌😌😌

Dika Resi Sekar Kusumajati, si istri kapten kapal (kapten siapa aja boleh), si terwacana ngerjain laporan magang 2017. Sekar mempunyai banyak hal yang sama denganku, termasuk alur pikiran kami. Sekar hampir sama kebonya kayak Ayu, nomor 2 lah pokoknya, sekali nempel kasur atau yang empuk-empuk langsung bablas. Paling tertib makan. Partner setia rutinitas sore di taman terpadu dermaga. Bapaknya perhatian banget coba sama barang bawaan dia hft. Bocah ini awalnya bikin marmos masalah tiket karena dia slow resp hhhhh dasyar. Dia pernah bilang juga tidak tau bisa jadi ikut magang atau tidak karena masnya yang mau nikah. Hilih akhirnya ikut juga lau. Makasih Sekar sudah paling gemati soal barang bawaan, makasih sudah mengerti seorang Puspa Almas Rahina😚😚

Nafis Endiana Ramadhanti, si ibu pimpinan Balai Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu SPTN II Pulau Harapan, si mawut, si puacitan. Nafis bisa dibilang paling ngelihan (kelaparan). Tiap pagi dia pasti bikinkan yang hangat-hangat untuk kami (tinggal request mau apa). Nafis orangnya manut jadi no ribet ribet club. Yang paling ternotice adalah kalau Nafis udah bicara dan logat Pacitannya keluar WQWQ. Sebenarnya Nafis sudah cocok menjadi penduduk Pulau Harapan tapi nampaknya dia tidak kecantol dengan siapapun di pulau-.- Makasih Nafis, aku rindu susu kental manis hangat cokelat tiap pagi #ea😙😙

Rizka Sri Wahyuni Daulay, si istri juragan gorengan Pulau Harapan, TERMARMOS 2017. Sumpah dari awal aku tidak menyangka dia bisa ikut kelompok magang ini. Masalahnya diantara kami, tidak ada yang dekat dengan si Daulay. Usut punya usut, itu gara-gara Daulay menguping pembicaraan Ayu yang mengajak magang orang lain. Tidak ada kata lain yang mendefinisikan Daulay kecuali kata MARMOS alias MARAI EMOSI atau dalam bahasa Indonesia adalah BIKIN EMOSI. Entah itu karena dia tidak nyambung dengan pembicaraan, atau kadang dia lemot. Pokoknya hhhhhhhhh. Tapi Daulay jadi bestfriend yang baik kalau mau cuci baju malam-malam, walau dia pernah meninggalkanku di area jemuran yang sampingnya sudah ada makam. Aslinya baik sih, tapi marmos. Saking marmosnya, aku mau kenal sama Daulay di Pulau Harapan aja. Di perikanan? Anggap saja kita tidak kenal WUAHAHAHAHA. Canda deng, tapi tetep marmos #2. Makasih Daulay, sudah mengajarkan KESABARAN untukku dan teman-teman yang lain😗😗

Terimakasih juga untuk squad Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu Pusat dan SPTN II Pulau Harapan!

Ibu Evi yang telah memberi kami kesempatan untuk “liburan” di Balainya. Pak Budoyo yang really helpful dan super-super baiknya, memberi kami saran ini itu. Tapi super juga recehnya *candaan Pasar Senen. Pak Sapei atau yang di pulau lebih hitz dengan sebutan bang Pay yang telah menjadi bapak asuh kami selama di Pulau Harapan dan mau direpotkan karena harus mengantar kesana kesini. Pak Pei lebih banyak no expression, kalau ketawa sama kita suka tertahan mirip tidak ikhlas gitu huehue. Mungkin Pak Pei pusing dan syok juga menghadapi kami bertujuh yang super unik binti berisik wa alay. Kapten Hasbullah a.k.a Aas yang termbois yang sudah dengan certified dan verified mengemudi kapal menerjang ganasnya ombak bulan Desember mengantarkan kami tour keliling pulau a.k.a patroli. Bang Sahrul yang sudah menawarkan banyak bantuan selama di pulau. Lelaki yang ternyata sudah beristri membuat Daulay patah hati HAHAHA. Pak Syahroni sang aktivis yang walaupun sudah sepuh tetap certified and verified dengan waton nyeblung ke laut hanya dengan masker. Buk Munajah, known as Buk Mun, yang telah menjadi ibu asuh juga selama di Balai. Ibu terhitz se-Pulau Harapan-Pulau Kelapa yang kalau sudah ngobrol sama beliau bisa sampai kemana saja dengan pergossipan yang cukup update seantero Kepulauan Seribu. Dan yang terakhir yang paling sering kami ganggu hidupnya selama kami di pulau, our dearest Bang Ghazali better called Bang Gogo, si Papa Penyu, gondes kami yang sholeh, masih muda ternyata bahkan lebih muda dari Rani HAHAHA. Dari awal diamnya bang Gogo menjadi target untuk digatheli dan ternyata mission completed. Untung bang Gogo orangnya baik dan syabar menghadapi kami yang tiap pagi mengerecoki hidupnya dengan para penyu (atau mungkin juga terpaksa sambil dalam hati, “Sabar, Go, lu kudu sabar, mereka-mereka ini cuma seminggu disini.”). Bang Gogo tampaknya kurang melancong sehingga kurang mengerti beberapa kosakata gaul yang baru. Tapi dia lebih certified dan verified mengenai hal dibawah air daripada kami. Ingat ya Abang masih punya janji mengantar kami keliling naik kapal sehabis sholat Jumat (btw aku syok tau dia juga bisa kemudi kapal WQWQ).

And the story ends here guyssssss! But the memories aren’t :p

Teruntuk kalian yang mau membaca sampai akhir, or at least scroll sampai akhir, cerita harian kami selama magang, here’s some of our writing and posters!
e.       Manfaat lamun

Ingin lihat laporan magang kami? Atau proposal magangnya? Boleh banget! Kindly contact us at puspaalmas@gmail.com

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku masih di posisi yang sama, kiri depan, mengantuk menunduk di pelampungku. Aku melihat lautan, luas, rata, dan biru. Manusia jelas bukan apa-apa dibandingkan dengan kuasa Tuhan-Nya. Aku hampir menitik saat aku menyadari, Allah tidak pernah salah. Allah tidak pernah salah menempatkanku di sini, mempelajari ilmu-Nya yang ini. Maafkan aku, ya Allah, terkadang aku masih kurang bersyukur atas nikmat-Mu. Terima kasih yaAllah sudah membawaku kesini, melihat ciptaan-Mu yang begitu mengagumkan, semoga yang aku lakukan kedepan dapat memberi manfaat bagi semuanya.

Yogyakarta,
Dalam malam-malam yang gabut dan sering masih susah move on,
Penuh cinta,

Puspa Almas Rahina

Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 1

Hai!😀😀😀😀😀😀
Ini adalah cerita magang rasa liburanku. Lumayan untuk kegiatan akhir tahun berfaedah saat tahun lalu di akhir 2016 aku ikut SOREM di Gunungkidul dan di akhir 2017 aku magang di Kepulauan Seribu. Singkatnya, aku dan 6 orang temanku magang mandiri di Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu SPTN II Pulau Harapan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Suatu siang di kelas Biokimia yang kelabu, kawanku Fazarani memanggilku,
“Pus, ayo kita magang pas liburan.”
“Emang mau magang kemana, Ran?”
“Pulau Seribu po?”
Dan percakapan itu berakhir dengan mencari informasi tentang Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu. Singkatnya, kami mendapatkan kontak untuk magang tetapi kemudian malas karena Pak Budoyo yang so called Pak Yo/Jo bilang kalau ada presentasi dulu sebelum magang. Ya, tidak semotivasional itu.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Wacana magang masih kelabu hingga akhirnya aku mendapat invite grup oleh Ayu, si anak MSP asal Lampung. Tampaknya wacana ini bakal direalisasikan gengs! Kami mulai mencari-cari master proposal magang dari kakak tingkat, yang jelas semuanya dicover oleh Ayu dan Naila. Kami mengambil 2 topik yaitu konservasi mangrove dan konservasi lamun. Surat-surat kemudian diurus hingga bolak-balik akademik (yang jelas lagi bukan aku yang bolak-balik, you know lah siapa hehehe). Sebenarnya kami juga masih clueless dengan apa yang akan kita lakukan saat magang. Tapi karena keinginan kami untuk liburan, kami tabras kebingungan dengan motto yang penting sampai ke Pulau Seribu.
Saat itu masih UAS saat Ayu dan Naila dan Rani mengurus proposal (bukan kami yha hehe) dan akhirnya proposal kami sudah diterima. Aku kemudian minta ijin orangtuaku dan beliau memperbolehkan. Kami memilih tanggal 23 – 29 Desember 2017, cukup singkat karena kami memilih magang mandiri, bukan Kuliah Lapangan yang memakan waktu hingga satu bulan. Jujur semuanya serba mendadak, kalau dibandingkan dengan kakak tingkat yang sudah mengajukan proposal sejak bulan September sedangkan kami mengirim proposal yang benar-benar siap 10 hari menjelang keberangkatan. Proposal selesai dan kami sibuk memburu tiket, sejenak lupa bahwa kami memilih tanggal diakhir tahun yang notabene high season. Pak Yo menyuruh kami untuk presentasi di Balai TNL Kepulauan Seribu dahulu di Salemba tanggal 22 Desember. Otomatis kami harus berangkat tanggal 21.

Kamis, 21 Desember 2017
Aku, Sekar, Husna, dan Rani masih ujian hingga pukul 3 sore, kereta kami berangkat pukul 6 sore, dan kami belum sama sekali membuat ppt untuk presentasi wkwkw. Kami sudah naik kereta, tidak ada drama, Alhamdulillah. Aku kemudian nyambi membuat ppt di dalam kereta. Sungguh kami masih tidak tahu apa yang sebenarnya akan kami lakukan. Apalagi mendengar dari cerita kating bahwa di 3 hari pertama mereka dikerjain dengan dicuekin huft. Saat pptku hampir selesai, Ayu yang duduk didepanku menengok dan berkata, “Heh, Pus, kata Pak Yo nggak usah presentasi nggak papa, aku bilangnya kita belum sempet bikin soalnya masih UAS gitu heheh.” Eh dasar. Oke, mungkin karena malam itu moodku sedang baik dan tidak ingin terlihat goblok, aku lanjutkan pptku yang sejatinya hanya sederhana.

Jumat, 22 Desember 2017
Kereta kami berhenti di perhentian terakhir yaitu Stasiun Pasar Senen sekitar jam setengah 3 pagi. Pak Yo menyuruh kami untuk menginap di Balai saja, daripada rencana awal yang ingin datang ke rumah tantenya Rani di Depok, terlalu jauh. Turun dari go-car, kami mengetuk pintu Balai di pagi buta. Sungguh, itu isinya laki-laki semua dan kami perempuan semua heu. Kami dipersilahkan masuk ruang rapat di lantai 2, sesuai pesan Pak Yo, agar kami bisa beristirahat di situ. Waktu berjalan dan matahari mulai datang, “Heh, bangun-bangun! Kita ini di kantor orang!”. Sungguh kami sangat kikuk dan memutuskan untuk tidak mandi pagi itu wqwq. Kantor semakin ramai oleh staff yang berdatangan dan bertanya-tanya siapa kami ini. Untung beliau-beliaunya ramah-ramah!
Setelah sarapan di warteg sebelah, kami menunggu untuk berdiskusi dengan Pak Yo, sebelum bertemu dengan Bu Evi, Ketua Balai TNL Kepulauan Seribu. Well, mungkin kami memang tidak disuruh presentasi dengan ppt tapi tetap saja kami harus presentasi di depan pimpinan Balai. Pak Yo mengoreksi beberapa hal dari proposal kami. Beliau menjelaskan kondisi Pulau Harapan, pulau yang akan kami datangi sebagai tempat magang. Sebuah pulau pemukiman yang termasuk dalam wilayah kerja Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN II. Mangrove memang dikonservasikan di Pulau Harapan, namun ternyata penanaman sudah tidak lagi dilakukan. Begitu pula dengan lamun, kondisi Pulau Harapan yang merupakan pulau pemukiman membuat kondisi air bisa dibilang tercemar oleh aktivitas manusia sehingga lamun tidak dapat tumbuh maksimal. Sebuah info yang menarik lalu Pak Yo mengarahkan kami untuk mengganti topic menjadi pengelolaan instead of konsevasi. Kami membahas banyak hal tentang apa-apa yang perlu kami lakukan selama magang. Oke, kami menjadi tidak clueless dan merasakan much positive vibes here! Tak lama setelah diskusi dengan Pak Yo, tibalah saatnya untuk presentasi di depan Bu Evi dengan aku menjadi jubirnya. Deg-degan but lets do this!

Pas difoto sih tampak oke wqwq
Presentasi berjalan lancar, Alhamdulillah, dan well sebenarnya aku pribadi menjadi takut dengan ekspektasi beliau-beliau tentang hasil magang kami, apalagi nama UGM yang kami bawa. Setelah urusan administrasi magang selesai, kami melanjutkan perjalanan menuju tempat peristirahatan yang sepatutnya (masa Pak Yo menyuruh kami tidur di Balai lagi sampai besok pagi kami berangkat ke Pulau Seribu, yakali bisa nggak mandi berapa hari euy). Tantenya Rani, Tante Endang, menyuruh kami beristirahat di rumahnya di daerah Citayam, Depok. Kami akan naik KRL dari stasiun Cikini. Oh sungguh itu adalah pengalaman KRL yang membuat ingin menangos tapi tak bisa. Barang bawaan kami bisa dibilang sangat banyak, maklum wanita yang malas mencuci baju haha. Im sure it was that heavy. Belum di kereta hanya beberapa dari kami yang dapat tempat duduk. Aku sendiri bertahan selama 1 jam perjalanan dengan berdiri. Kami turun di stasiun Citayam. Untuk menuju pintu keluar kami harus menyeberang rel lewat tangga bawah tanah (you know lah) dengan keadaan barang-barang kami. Aku yang tidak membawa koper melainkan tas jinjing model orang jualan sandal keliling itu, memutuskan berjalan super cepat meninggalkan teman-temanku dibelakang. Sumpah, keburu berat soalnya. 

GEMBEL STASIUN CITAYAM
Rumah Tante Endang berjarak 5 menit naik angkot dari stasiun. Kami kemudian menyewa angkot menuju rumah tante. Oh sungguh, satu angkot itu sebenarnya tidak muat untuk kami dan barang-barang namun dipaksa. Dua hal yang sangat ingin segera kulakukan: mandi dan bertemu kasur. Tidak ada orang saat kami sampai di rumah Tante Endang. Syukur Alhamdulillah kami jadi bisa bersantuy dengan tenang. Banyak makanan dan wifinya kencang pula, bikin betah padahal kami belum sampai ke tempat tujuan utama. Badan rasanya sudah remuk. Naik kapal juga belum tapi tangan sudah kapalan duluan.

Sabtu, 23 Desember 2017
Sehabis subuh tepat, kami sudah berpamitan dengan om dan tante, sudah di dalam go-car, meluncur ke Pelabuhan Kaliadem Muara Angke. Perjalanan ke pelabuhan memakan waktu sekitar 1.5 jam. Thanks to om dan tante sudah supporting us a lot dalam dunia pergo-caran dan subsidi tiket kami berangkat ke Jakarta wuehehe. Sampai di pelabuhan jam 06.00 dan kami langsung membeli tiket menuju Pulau Harapan seharga Rp60.000. Harga kapal predator yang sejam lebih cepat Rp200.000 hm. Aku, Sekar, dan Rani memilih duduk di bawah sedangkan yang lain di dek atas. Keadaan di bawah cukup nyaman. Kami menguasai area depan televisi yang dipenuhi oleh koper dan tas. Kami sarapan dulu dari bekal yang dibawakan tante Endang. Sarapan selesai, aku menyalakan TV. Alhamdulillah ada Home Alone, benar-benar terasa liburannya. Saat kapal mulai berjalan, kantuk mulai datang. Aku dan Sekar yang awalnya akan bergantian tidur untuk jaga tas, nyatanya Sekar sudah pulas dan sulit dibangunkan. Ya sudahlah, untung Home Alone-nya ada 2 seri yang diputar, thanks to RCTI. Tapi akhirnya kami semua juga tertidur. Saat terbangun, waktu menunjukkan sekitar jam 10.30, sebentar lagi kami sampai. Ombak tidak begitu kami rasakan, kami sudah berantimo jadi kebanyakan tertidur.
Kami sampai di Pulau Harapan hampir jam 11.30. korsa perikanan yang kami kenakan membuat kami cepat dinotice oleh Pak Sapei (it should be Bang Pei but we’ve already called him Pak Pei wkwk), petugas dari Balai TNL KS SPTN II Pulau Harapan, yang sebelumnya kami sudah kami beri kabar via WA). Pak Pei mencarikan kami becak, well kami tidak ingin menangos lagi membawa barang-barang kami, jadi becaknya untuk mengangkut barang saja. Lokasi Balai berada lurus mentok dari jalan dermaga Pulau Harapan lalu belok ke kiri dekat makam. Aku dan Sekar memilih menuju Balai dahulu mengurus barang-barang sedangkan yang lain menyerahkan surat-surat izin ke Kelurahan. Bangunan Balai bercat putih berlantai dua. Kami disambut oleh Buk Mun, salah satu pegawai Balai. Kata Buk Mun, kami bisa menginap di lantai dua kantor yang biasa digunakan oleh mahasiswa yang magang maupun penelitian. Mess ini hanya sebuah ruangan kosong dengan banyak jendela. Balai sudah menyediakan dua kasur butut itu dan dua buah bantal, oke, it’s more than enough. Kami menaruh barang-barang dan mulai sedikit melepas lelah sambil berkata “Akhirnya kita sampai!”.

Gedung Balai TNL Kepulauan Seribu SPTN II Pulau Harapan
Sehabis Ashar kami berdiskusi dengan Pak Pei tentang berbagai hal dan agenda yang akan kami lakukan selama di Balai. Kami memberikan penjelasan tentang ini itu tujuan dan keperluan magang kami kemudian selebihnya agenda yang mengatur adalah Pak Pei. Yang jelas kewajiban kami selama disini adalah bersih-bersih Balai dan membantu pelayanan di Taman Biota di depan Balai. Selesai diskusi kami mendatangi Taman Biota. Isinya ada penyu! Ada mas-mas juga, sedang memperbaiki kolam penyu rupanya, aku tanya dia jawabnya pendek, ya sudahlah (padahal ternyata ini adalah si Abang Gogo dan ada banyak cerita ternyata HAHAHA). Taman Biota ini terdiri dari 5 kolam. 1 kolam besar yang sedang diperbaiki, 3 kolam yang berisi penyu, dan 1 kolam berisi lobster. Di selatan taman biota atau lebih tepatnya di laut ada 2 rumpun mangrove kemudian lebih ke selatan ada karamba ikan yang berisi kakap merah dan beberapa ikan lain. Ada jalan dari papan kayu yang menuju ke sebuah bangunan mirip gazebo yang ternyata untuk mancing atau sekedar foto-foto melihat laut lepas.

Pintu masuk Taman Biota
Kolamnya squad penyu
Selesai dari Taman Biota, kami memilih untuk memulai mengisi polybag. Sebelumnya kami sudah berjanji pada Pak Yo dan Bu Evi untuk mengisi 500 polybag selama kami di sini. Polybag ini akan kami isi dengan propagul (buah mangrove) sehingga menjadi bibit mangrove. Sore itu kami berhasil mengisi 120 polybag dengan pasir. Malamnya kami hanya berdiam di mess, masih lelah juga perjalanan sejak pagi buta tadi. Malam itu angin kencang dan well karena baru malam perdana disana, kami cukup ngeri.

Mengisi polybag
Minggu, 24 Desember 2017
Pagi hari, bangun pagi, jam 04.00 kami sudah bangun (oke lihat saja cerita di hari selanjutnya kami bangun jam berapa h3h3h3). Kami membagi 2 kerja, di Balai dan di Taman Biota. Kelompok Mangrove mendapat giliran di Balai dan Lamun di Taman Biota. Pekerjaan-pekerjaan rumahan seperti biasa menyapu, mengepel, dan menyiram mangrove. Setelah itu squad Mangrove menyusul Lamun ke Taman Biota. Pagi itu sepertinya tidak ramai pengunjung. Ada mas-mas yang kemarin sore membetulkan keramik kolam, ternyata ia pengasuh penyu! Aku mengajaknya berkenalan, namanya Ghazali, dibaca Gojali, dan biasa dipanggil Gogo. Oke, dia masih belum banyak bicara. Selesai membantu beberapa pekerjaan Bang Gogo (ok well sounds weird apabila disini memanggil laki-laki yang lebih tua dengan sebutan “Mas” karena akan tampak awkward dan mereka juga tidak terbiasa karena lagi itu nJawani banget), kami memulai hunting mangrove di Pulau Harapan.
Mangrove di Pulau Harapan kebanyakan terletak di sebelah timur dan barat pulau. Seperti yang sudah dikatakan tadi, mangrove disini ada yang alami dan ditanam. Mangrove alami tidak terlalu banyak, kebanyakan yang ditanam dengan metode rumpun berjarak. Metode ini dinilai yang paling berhasil dilakukan di Pulau Harapan dengan substrat pasir ala Kepulauan Seribu. Dominasi spesies mangrove yang ada adalah Rhizophora stylosa. model akar tunjangnya juga dinilai menjadi alasan utama spesies tersebut berhasil survive di tanah berpasir. Jenis mangrove di Pulau Harapan ada 6 yaitu Rhizophora stylosa, Rhizophora apiculata, Bruguiera gymnorrhiza, Sonneratia alba, Aegiceras cornilatum, dan Xylocarpus granatum. Kami masih salah-salah dalam menebak jenis mangrove dan diketawai kecut oleh Pak Pei. Sedih huft. Karena seluruh pinggir pulau dibuat dam, tidak terbentuk zonasi mangrove di pulau ini. Menjelang siang kami kembali ke mess.

Jajaran mangrove di barat pulau, ditanam tahun 2012
Sorenya kami melakukan rutinitas mengisi polybag sambil membicarakan banyak hal dari mulai ilmiah hingga pergossipan. Dari berbisik hingga tertawa dengan bahasa yang tidak dimengerti. Aku dan Sekar memutuskan untuk membeli jus, demi kebaikan gizi kami selama di sini. Namun sepertinya keputusan teman-teman lain salah karena menyuruh kami berdua yang pergi. Sambil mencari penjual jus, kami malah mengexplore jalan-jalan di Pulau Harapan. Di tengah jalan malah ketemu dengan mbak Rae, salah satu dari 3 mahasiswa yang sedang penelitian dari Universitas Pancasila. Mbak Rae yang notabene jomblo, temannya mbak Silvi dan mas Panci berpacaran, membuatnya hanya luntang-lantung sendirian di pulau HAHAHA. Mbak Rae minta ditemani jalan-jalan melihat mangrove. Aku yakin itu sebenarnya agar ia tidak kesepian. Karena aku dan Sekar memang berniat jalan-jalan sambil mencari penjual jus, cuslah. Awalnya kami membeli gorengan dahulu di taman terpadu dermaga. Penjual gorengan yang kami temui saat itu adalah seorang bapak dari Ngawi, lumayan bisa diajak bicara bahasa Jawa hehe. Kemudian kami duduk-duduk dipinggir dam, bersantuy layaknya wisatawan yang lain. Setelah itu baru kami berjalan ke timur pulau melihat mangrove (sebenernya cuma mau ngefotoin mbak Rae yang ngebet pengen foto di mangrove). 

Ini nih bapak-bapak orang Ngawi, gorengan terfavorit: cumi-cumi & crab stick
Hari sudah semakin sore dan kami masih belum beli jus. Mbak Rae mengajak melihat sunset ke barat pulau. Tapi aku belum beli jus sehingga meninggalkan mbak Rae dengan kejonesannya. Aku dan Sekar akhirnya mendapatkan penjual jus, walaupun well it’s not verified kebersihannya tapi kami bodo amat lah ya. Saat aku mengecek hp, ternyata teman-teman yang lain sudah sampai di barat pulau melihat sunset. Okay that’s okay, dari ujung timur ke ujung barat. Kami berfoto-foto alay seperti biasa. Malamnya kami makan bersama dengan mbak Rae, mbak Silvi, dan mas Panca yang esok hari sudah akan pulang. Pak Pei juga bilang bahwa besok kita akan melaut! Can’t wait!
Senin, 25 Desember
Pagi kami sudah bangun, masih bisa bangun jam 4 pagi. Sebenarnya mbak Rae mengajak kami nonton sunrise sebelum mereka pulang tetapi kami harus menyiapkan bekal karena kami berangkat melaut jam 7 pagi. Bekal kami ya hanya itu-itu saja, nasi, telur dadar, dan abon. Kata Pak Pei kami akan melaut bersama sebanyak 11 orang terdiri dari kami ber-7, Pak Sapei, Kapten Aas yang mengemudi kapal (suaminya Sekar ini), Bang Sahrul dari mitra Polisi Kehutanan, dan Pak Syahroni aktivis dari Pulau Harapan. Rencananya kami akan patroli mencari telur penyu lalu mencari benih mangrove yaitu propagul sambil melihat mangrove alami. Perbekalan sudah siap, peralatan snorkeling sudah siap, life-saver sudah dipakai, lets go!

Foto ini niatnya untuk dipamerin di grup THP😋
 Ini adalah melaut pertamaku. Kami tidak diberitahu kami akan menuju pulau mana, perjalanan berapa jam, keadaan ombak bagaimana. Kapal kami, KM Nautilus, melaju. Aku duduk di sebelah kiri depan. Pak Pei menyuruh kami duduk di belakang saja supaya tidak terciprat air tapi kami tidak mau hehe. Memang benar, banyak tercipratnya dan perih di mata. Saat masih diantara pulau-pulau, ombak terlihat baik-baik saja. Namun begitu melewati laut lepas, mashaAllah, rasanya sudah seperti naik kora-kora tanpa safety yang memadai. Apa yang kami lakukan? Teriak-teriak saling berpelukan dan nyebut wkwk. Mungkin yang ada dipikiran Kapten Aas, “Ini bocah-bocah lebay amat dah”, atau dipikiran Pak Pei, “Haduh nyesel gue bawa ikut ke laut”. Saat ombak mulai mengganas, Bang Sahrul maju ke ujung kapal, aku pikir untuk menyeimbangkan posisi kami. Keadaan teman-teman well ya begitulah. Daulay di belakang sampe tertidur dan entah sudah berapa kali terciprat ombak. Aku di sebelah kiri lokasinya agak aman. Naila di sebelah kanan posisinya cukup mengenaskan karena kapal kami sering miring ke kanan. Rani yang duduk diantara aku dan Naila, lebih banyak menunduk tertidur juga tetapi saat ombak mengganas dia akan bangun. Sekar, Nafis, dan Ayu ada di belakang kami. Aku yang berada di pinggir kiri, sempat melihat sepasang lumba-lumba di dekat kapal, lucu banget!
Perjalanan cukup panjang memakan waktu 2 jam hingga kapal kami berhenti di sebuah pulau kecil tak berpenghuni bernama Pulau Peteloran Timur, termasuk dalam zona inti konservasi yang tidak sembarangan orang bisa masuk. Tidak ada dermaga. Kapal berhenti 100 meter dari bibir pantai. Kami para mahasiswa yang bukan diver pun segera memakai peralatan snorkeling dan turun. Cebur. Dalamnya air mungkin sekitar 2 – 3 meter. Pak Pei, Bang Sahrul, dan Pak Syahroni dengan sigap menarik kami menuju pantai. Sambil ditarik sambil melihat pemandangan bawah laut and it’s amazing! Aku belum pernah snorkeling dan ini kali pertamaku memandang terumbu karang di pulau yang tidak pernah tersentuh manusia! MasyaAllah! Segala preparat praktikum Biologi Laut tampak nyata berwarna di depan mata kami. Alhamdulillah bisa melihat aslinya.

You need SIMAKSI to enter this island

View from Peteloran Timur
  Sampai di pantai, kami melepas semua alat-alat dan memulai misi. Para bapak sudah mengelilingi suatu area yang tercurigai ada telur penyu di dalamnya. Cara mencari telur penyu adalah menggunakan sebuah kayu yang cukup panjang lalu ditusuk-tusukkan pada gundukan pasir yang tersuspect. Apabila nanti ujung kayu tusukan berlendir, maka dapat dipastikan ada telur di dalamnya. Biasanya yang dapat mengendus lokasi telur dengan cepat adalah biawak yang juga merupakan predator telur penyu selain manusia. Kami sempat berganti-ganti lokasi sebelum akhirnya Pak Pei bilang,”Ini ada telor nih disini”, di tempat awal pertama tadi kami menusuk-nusuk gundukan. “Ya emang si Pei itu biawaknya,” kata Kapten Aas wkwk. Pak Pei kemudian memberi penjelasan-penjelasan kepada kami tentang telur penyu. Setelah itu kami disuruh mencoba mengambil telur penyu. Proses pengambilan telur ini perlu dilakukan dengan hati-hati karena apabila posisinya berubah maka embrionya akan goyang dan gagal menetas. Telurnya cukup banyak dan kami bekerja dengan takut-takut maka Pak Syahroni yang menggantikan kami, "Banyak ini, biar cepet.". Telur yang kami dapatkan sebanyak 208 butir dengan yang pecah ada 2 telur. Telur-telur ini selanjutnya akan ditetaskan di Balai. Alasan pengambilan telur ini adalah selain mencegah diambil predator terutama nelayan-nelayan nakal, lokasi sarang telur yang terlalu dekat dengan pasang rata-rata sehingga ditakutkan malah akan hanyut. “Jarang-jarang ini lho dapat telur waktu ada mahasiswa ikut,”, kata bang Sahrul.

This is what sea turtle's eggs look like, jenis penyu sisik
Listening to Capt Aas's explanation
 
Capt Aas showed us how to take the eggs
People terlalu senang snorkeling gratis dengan view superb👍

Kami lalu kembali ke kapal untuk melanjutkan perjalanan. Daulay tampak mabuk laut padahal sudah disuruh minum air laut oleh Kapten Aas. Tujuan kami selanjutnya adalah ke Pulau Sebaru Besar untuk mengambil propagul mangrove. Lokasi pulau sekitar setengah jam perjalanan dari Pulau Peteluran Timur. Alhamdulillah ada dermaganya berupa papan-papan kayu diantara mangrove yang sungguh instagram-able. Kami menurunkan perbekalan dan makan siang sebelum menjelajah mangrove. 

Piknik vibes, pardon Rani's face😝
Para bapak membuat api untuk memasak mie dan kopi karena ternyata tabung gas yang beliau-beliau bawa kosong. Selesai makan, Pak Pei memberikan instruksi untuk mencari propagul. Pulau ini cukup besar dan tidak berpenghuni juga. Waktu menelusuri agak dalam, banyak pohon yang unik-unik seperti di film kartun hwehehe. Tapi nyamuk disini masyaAllah kami seperti makanan yang datang tanpa diundang bagi mereka. Biawak disini besar-besar kata bang Sahrul saat kami mencari propagul sendirian agak jauh dari kerumunan. Untung tidak bertemu sama si dia. Kami mendapat 230 propagul. Setelah selesai mengamati mangrove untuk urusan laporan, kami meninggalkan Pulau Sebaru Besar.

Mangrove at Sebaru Besar. Sadly banyak sampah sampai kesini😔
The most instagramable spot at Pulau Sebaru Besar
Perjalanan selanjutnya adalah kami menuju Pulau Gosong Laga. Pulau ini lebih kecil daripada Pulau Peteloran Timur. Lokasi disekitarnya merupakan area konsevasi karang sehingga kapal kami tidak bisa mendekat seperti di Peteluran Timur. Kami akan mencari telur penyu juga. Mengingat tidak mungkin snorkeling karena ada karang konservasi dan airnya dalam, hanya Pak Pei dan Pak Syahroni yang nyemplung ke laut. Literally beliau berdua hanya memakai masker, tidak pula memakai fin dan nyebur begitu saja ditinggal kapal kami yang putar balik mencari lokasi pemberhentian yang sesuai. Oh sungguh certified diver kalian pak! Kami menunggu Pak Pei dan Pak Syahroni di atas kapal selama satu jam dengan keadaan ombak yang cukup membuat kapal bergoyang-goyang. Apalagi udara sedang panas-panasnya. Jadi begini rasanya terombang-ambing wkwk. Aku pun sempat tertidur lalu terbangun saat teman-temanku foto-foto. Selesai foto-foto, tidur lagi. Rasanya enak, sepeti tidur di atas ayunan. Akhirnya dari kejauhan tampak Pak Pei membawa ember berisi telur penyu dan dengan santainya ember itu ia panggul di pundaknya dan berjalan masuk ke laut. Jangkar kami tersangkut di karang sehingga Bang Sahrul harus menceburkan diri. Pak Pei yang terlanjur masuk laut yang tingginya sudah selehernya hanya terdiam. Sungguh mereka semua tampak santuy sedangkan kami yang ada di kapal deg-degan.

Boleh terombang-ambing, selfienya tetep😆
Titik hitam terjauh dekat pulau itu adalah kepala Pak Sapei dengan ember oranye berdiri terdiam, titik hitam sebelah kanan hanya terlihat masker adalah kepala pak Syahroni, titik hitamsebelah kiri kaos putih dengan pelampung adalah bang Sahrul. Bayangin aja deh jadi pak Sapei heu.

Telur berhasil dinaikkan ke kapal dan kami melanjutkan perjalanan. Telur yang didapatkan sebanyak 170 butir telur penyu sisik. Ombak mulai mengganas, lebih ganas dari awal kami berangkat. Kami sudah lelah berteriak-teriak karena sedari tadi ombak tidak bersahabat. Kami saling berpegangan dan berharap-harap cemas dengan kapal yang dikemudikan oleh Kapten Aas yang jelas sudah certified and verified. Akhirnya kami masuk ke gugusan pulau lagi sehingga ombaknya mulai agak tenang. Kapten Aas menghentikan kapal di sebuah pulau kecil namanya Pulau Belanda. Melihat keadaan kami yang lemas dan Daulay yang masih mabuk sepanjang perjalanan, Kapten Aas menyuruh kami nyebur lagi, “Dah sana kalian nyebur biar semangat, biar nggak mabok lagi!”. Kami semua pun nyebur. Dalamnya air hanya sepinggang. Tidak ada karang yang lucu-lucu, hanya ikan-ikan yang saling berlarian. Aku memilih bersantuy dengan mengapungkan diri sambil dihempas ombak. Setengah jam kami cibuk-cibuk di air, Kapten menyuruh kami naik ke kapal. Time to back! Kami semua sudah lelah jadi lebih banyak diam, apalagi atapnya dibuka, panas. Aku mulai kriyip-kriyip. Sampai di Harapan kami langsung menurunkan barang-barang dan mencuci semua peralatan. Wajah kami gosong terbakar. Perih, tapi kami lebih dari bahagia. Thanks for today’s trip, team!

Photo taken by Capt Aas, cari dimana pak Syahroni berada! :p

         Cerita masih panjang! Kindly click  Magang Tapi Liburan: Cerita dari Pulau Harapan PART 2 to continue the story! Nggak bakal nyesel baca, ada kejutan disana!😉

Thanks for reading!
Love💕